Lihat ke Halaman Asli

Senada Siallagan

Berpikir Out of The Box

Berharap Belas Kasihan-Nya

Diperbarui: 29 April 2021   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita membutuhkan belas kasihan. Jika belas kasihan Tuhan telah menyentuh kehidupan seseorang, hidupnya akan berubah total dan dia akan dimampukan memandang hidup ini dalam cara pandang kekayaan Allah. Kepada Allah kita meletakkan dasar pengharapan dalam menjalani hidup di tengah segala kecemasan dan penderitaan (Sunarko: 2018).

Saat ini, ketika dunia masih mencekam akibat pandemi virus corona, berjuta-juta orang berharap akan belas kasihan dalam arti sesungguhnya. Berharap akan belas kasihan untuk sekadar dapat mengisi perut kosong, mendapat tumpangan dan untuk mendapat pengobatan.

Pandemi virus corona masih menggerogoti semua sendi-sendi kehidupan bukan hanya di Indonesia bahkan seluruh dunia baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, psikologi, pendidikan, kesehatan, dan tatanan kehidupan. Banyak orang yang kehilangan mata pencaharian akibat dipecat, jatuh miskin karena roda perekonomian yang berhenti. Tidak sedikit yang frustrasi dan kehilangan pengharapan.

Dunia, benar-benar membutuhkan belas kasih di masa pandemi global ini. Jeritan George Floyd, "Aku tidak dapat bernafas", sebelum meminggal dunia di bawah tekanan lutut polisi Derek Chauvin tanggal 25 Mei 2020 lalu, semakin menyingkapkan realitas dunia yang sesungguhnya. Yakni, dunia yang sangat butuh akan belas kasih. Kita tidak perlu malu mengakui kenyataan bahwa kita sekarang benar-benar membutuhkan belas kasihan.

Kabar baik yakni belas kasih Tuhan cukup untuk setiap orang yang berharap pada-Nya. Belas kasih Tuhan cukup untuk memuaskan rasa lapar kita, melegakan rasa haus kita dan menyembuhkan luka-luka yang kita rasakan (Sinaga: 2020, 66-67).

Setiap hari, setiap bangun pagi, hendaklah kita mengaku, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! TUHAN adalah bagianku...oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya" (Rat. 3:22-25). Di sini, nabi Yeremia seolah-olah mengatakan, "meskipun bani Israel dibuang, tetapi aku tetap berharap kepada TUHAN. 

Aku berharap kepada Dia, yang setia, rahmat dan belas kasihan-Nya yang tiada berhenti (Lee, Yasperin: 2020). Dia adalah bagianku, Dia itu sungguh sangat baik, bukan hanya bagiku, melainkan juga bagi setiap orang yang berharap kepada-Nya.

Di tengah situasi pandemi global ini, secara konkret, ketika kita bangun pagi dan mendengarkan suara Tuhan, kita mengawali hari itu dengan ucapan syukur kepada Tuhan senantiasa berharap akan belas kasihan-Nya. Kita juga menyambutnya dengan senyuman yang tulus karena kita percaya akan penyelenggaraan Tuhan dalam hidup kita. Senyuman di pagi hari amat penting. Sebab, keadaan hati kita di pagi hari biasanya amat memengaruhi suasana hati kita sepanjang hari itu (Tinambunan: 2019, 3). Belas kasihan-Nya masih terus dibagikan sampai hari ini. Tetaplah berharap kepada-Nya!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline