Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Banyak Orang Suka Berbohong ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tertangkapnya Selly di Bali karena dianggap penipu ulung mungkin membuat banyak orang lega dan mungkin ada yang mencerca perempuan cantik kok menipu. Namun entah disadari atau tidak fenomena kebohongan baik pasif (dibohongi) maupun aktif (membohongi, menipu) banyak sekali terjadi di sekitar kita. Mulai dari hal-hal sepele hingga yang lebih besar daripada yang dilakukan oleh Selly. Anak-anak yang masih kecil sering dibohongi oleh orang tuanya sendiri ketika orang tua hendak pergi ke suatu tempat dengan janji tidak akan pergi ke mana-mana; akan membelikan sesuatu; dst.

Orang-orang dewasa pun masih sering dibohongi dan membohongi orang lain. Orang yang ditipu Selly adalah orang-orang dewasa dan berpendidikan. Gadis-gadis banyak yang suka dibohongi oleh lelaki pembual; dan kita semua pun sering suka dibohongi. Kita lebih suka dan tertarik pada orang yang berpenampilan menarik sekalipun aslinya dia adalah pencuri (baca: koruptor). Kita lebih suka dengan orang yang berbusana "agama" sekalipun aslinya dia adalah penindas orang-orang kecil.

Bahkan kita sendiri sering membohongi orang lain dan mungkin juga diri sendiri. Perempuan berpayudara kecil memakai bra ukuran besar agar tampil lebih seksi dan menarik. Bahkan sering nampak konyol dan bego. Pernah saya lihat seorang perempuan memakai baju yang terbuka bagian pusarnya tetapi selalu berusaha menutupi bagian yang terbuka itu. Aneh ! kalau tidak mau dilihat orang kenapa pakai baju itu. Laki-laki berpakaian perlente lebih membuai perempuan daripada laki-laki bersahaja. Kita bahkan tidak mau berjalan beriringan dengan orang tua yang kita anggap kumal karena berpakaian sederhana. Tidak mau menerima pasangan yang "tidak bisa diajak arisan". Tampilan-tampilan kemewahan lebih merayu kita daripada kesederhanaan asli manusia. Kita lebih tertarik pada semua "topeng" itu daripada apa yang ada di balik "topeng" itu. Kita lebih tertarik pada "topeng" ciptaan manusia daripada keaslian ciptaan Tuhan pada diri kita. Keaslian sebagai "gambar Allah" yang sering disepelekan bahkan dihina oleh sesama ciptaan.

Kita mau saja dibohongi sehingga lebih tertarik pada orang yang pintar merayu dan pandai membual daripada orang yang duduk diam dan menulis isi pikirannya. Coba saja lihat kecenderungan masyarakat kita yang suka nonton sinetron. Sudah tahu bahwa cerita itu di buat-buat tetapi masih saja bersikap emosional ketika sedang nonton. Jadi kita mudah tertipu ketika hanya menggunakan perasaan saja tanpa diimbangi dengan kerja nalar kita. Jadi pakailah perasaan tetapi terutama gunakanlah nalar sebagai kerja dari otak yang diberi oleh Sang Pencipta sebagai keunggulan dari mahluk ciptaan lain.

Selly adalah pelaku sekaligus korban dari kebiasaan yang telah lama tumbuh dalam masyarakat kita. Kita pun adalah pelaku dan korban sekaligus, baik dalam skala kecil maupun besar !! Kita menjadi sulit percaya pada orang lain karena kita memakai ukuran kebohongan kita sendiri untuk dikenakan pada orang lain. Kita menjadi sulit percaya pada eksekutif, yudikatif dan legislatif -yang sering umbar janji- sampai pada para pengemis sekalipun, bahkan saudara kandung sendiri. Kita hidup dalam dunia sandiwara, kebohongan bukan hal yang asing sehingga amat sulit untuk percaya satu terhadap yang lain. Padahal tentu saja masih ada segelintir orang yang masih menjunjung tinggi kejujuran di tengah hiruk pikuknya kebohongan. Mari kita mencontoh mereka itu agar anak cucu kita tumbuh dalam tradisi dan lingkungan yang menjunjung tinggi integritas demi kenyamanan semua orang. Mari sebagai warga negara yang beragama agar menghayati keberagamaan kita sungguh-sungguh karena saya yakin tidak ada satu agama pun yang memerintahkan kebohongan. Saya yakin agama kita akan dihargai jika tidak tumbuh dalam kemunafikan penganutnya. [Maaf admin dan kompasianer, tulisan ini saya tampilkan ulang setelah saya edit agar kita tidak mudah menghakimi orang lain. Soalnya saya tidak sempat melihatnya tampil di kompasiana dan ternyata sudah tereliminasi].Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline