Lihat ke Halaman Asli

Semuel S. Lusi

TERVERIFIKASI

Penulis

Gotong Royong dan Kemerdekaan

Diperbarui: 17 Agustus 2021   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Gotong royonglah yang membuat Indonesia merdeka. Meski dengan persenjataan sederhana berhadapan  musuh  terlatih yang  mengandalkan  persenjataan canggih, masyarakat sipil  tak  terlatih dapat merebut kemerdekaan.  Itulah kekuatan gotong royong, rasa senasib sepenanggungan., bahu membahu, tolong  menolong, yang disulut  semangat membara menjadi manusia bebas.   

Merdeka, sebagai bangsa yang sangat plural merupakan  potensi tak ternilai.  Tuhan sangat baik mengaruniakan kepada Indonesia keberagaman.  Warna warni  dan pernak pernik peradaban dimasak di bumi Nusantara ini.  Itulah sebabnya, Indonesia seolah menjadi tamansari peradaban dunia.  Semuanya ada di sini, semuanya terlihat di sini. 

Meski juga, oleh keberagaman itu  kerapkali  digoncang ancaman perpecahan dan disintegrasi, semangat gotong royong dan persaudaraan membawa kita kembali utuh.  Godaan perpecahan selalu ada di sepanjang perjalanan sejarah kita, namun  semangat gotong royong dan persaudaraan selalu kembali mengutuhkan kita. Gotong royong membuat kita menjadi kuat, kokoh dan utuh. 

Hampir dua tahun dunia digoncang musuh tak kelihatan, co-19.  Jutaan nyawa direnggutnya, tanpa kesempatan memberi pesan kesan terakhir.  Bahkan banyak kali tanpa doa dan ciuman terakhir sanak keluarga.  Indonesia pun tidak terlepas dari kondisi mencekam dan memilukan itu. 

Tapi,  dalam kondisi ini muncul kekuatan gotong royong. Orang menyumbangkan apa  pun yang bisa untuk mendukung para korban terpapar.  Mulai dari masyarakat kecil hingga orang berada.  Tetangga-tetangga mengirimkan doa, vitamin, buah, jamu, kelapa muda, dan apa pun, demi kesembuhan tetangga yang terpapar dan menjalankan karantina mandiri.  Para korban yang membutuhkan donor darah cukup diposting di medsos maka dalam waktu singkat sudah ada relawan yang memenuhinya. Itulah yang terjadi di Indonesia, dan khususnya  lingkungan saya di Pulutan.  "Paguyuban-paguyuban" berbasis agama pun ikut mendorong upaya saling menolong demi pemulihan korban-korban terpapar di lingkungannya.   

Bagaikan gambaran sebuah surga, karena adanya semangat gotong royong ini.  Tidaklah mengherankan kalau Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021 menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan.  Sudah 2 kali berturut-turut Indonesia menempati rangking pertama.  Tahun 2018 dengan skor 59 dan 2021 ini meningkat drastis menjadi 69. Sebagai perbandingan, Kenya di urutan kedua dengan skor "hanya" 58.   

Pilar utama kedermawanan adalah gotong royong. Prestasi sosial yang merupakan kebajikan kultural masyarakat Indonesia ini seharusnya membuat malu para elit yang hobinya bukan dermawan malahan berkonspirasi menggarong uang rakyat. Mereka merampok di tengah penderitaan dan kesibukan warga membenahi negeri. Perilaku mereka amat memalukan, bahkan sangat menjijikkan dalam sebuah masyarakat yang terkenal darmawan. 

Di lingkup tempat saya di Pulutan, gotong royong menjadi roh komunitas.  Sebagian sudah saya singgung di atas.   

Secara rutin kami menerapkan jimpitan.  Setiap rumah tangga Rp.500./hari. Diambil setiap malam oleh "petugas ronda" dari warga.   Setiap malam terdapat antara 6-8 orang yang bertugas.  Pengelompokan juga di-kocok setiap bulan agar "melatih" kekompakan, saling kenal dan  kerjasama tim. Selain mengambil jimpitan tentu mengawasi keamanan kampung. 

Dari 500 perak itulah, perayaan 17 Agutus ini, meski dengan keterbatasan akibat kondisi co-19, kami membuat acara peringatan  HUT Kemerdekaan ke-76 secara meriah. Kami punya gaya dan cara sendiri. Umbul-umbul  dan bendera merah putih dipasang sepanjang jalan kampung. Lampu hias di setiap jarak 30-50 meter membuat pemandangan malam terlihat meriah,dan berwarna. Menggambarkan keriangan hati warga mensyukuri dan merayakan kemerdekaan negeri. 

Di malam 17-Agustus, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya ramai dengan acara Tirakatan, tahun ini lebih sederhana dengan acara "TUGURAN."  Kami berkumpul bersama keluarga, tenrtu saja dengan standar Prokes, di perempatan jalan kampung, duduk lesehan, menghadapi nasi tumpeng dan makan bersama. Diawali pengajian, lalu menyanyikan lagu kebangsaan, diikuti lagu-lagu perjuangan nasional, pekik merdeka (dipimpin ketua RT, Moh. Andro'i), potong nasi tumpeng (dipimpin Ketua RW, pak Mawardi,) lalu ramah tamah. Setelah selesai, setiap KK mendapatkan paket sembako.  Bayangkan! 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline