Catatan Pembuka
Diakui atau tidak, pertemuan antara 'tiga sumber pengetahuan' yaitu filsafat, teologi dan sains terjadi dalam periode yang dikenal dengan Filsafat Abad Pertengahan. Filsafat yang baru saja keluar dari kancah perang melawan mitos, disamping saling tarung gagasan di internalnya, dengan membawa panji kemenangan disentak oleh sang bayi teologi dari rahim Kekristenan di awal zaman bersama (Masehi). Sang bayi yang segera menjadi super-power lantaran diadopsi oleh maharaja kekaisaran Romawi segera saja duduk ditampuk kekuasaan dunia.
Filsafat lalu dibajak masuk dalam panasnya percumbuan yang menghasilkan corak pemikiran unik, dengan dominasi teologi pada penampilannya. Pun, harus dicatat bahwa teologi (agama) Islam yang lahir di kitaran abad ke-6 langsung tumbuh menjadi 'bayi super' yang berperan kuat, bahkan dengan kekuatan ekpansinya memasuki Afrika dan Eropa. Dengan demikian, memperkuat DNA teologi pada blasteran filsafat abad pertengahan.
Namun, diakhir dari babakan ini muncul pula 'anak haram' sains, yang selalu 'menggoda percumbuan' filsafat dan teologi. Diakhir episode, berbagai benturan tak terhindarkan mengakibatkan percik-percik cahaya pemikiran hingga menghasilkan babakan baru yang menghantar ke gerbang modernisme.
Disebut filsafat Abad Pertengahan (medieval / Middle ages) karena berada diantara dua era, yaitu Filsafat Yunani Antik (Klasik/Kuno) dan Filsafat (Yunani) Modern. Disamping itu, sebutan untuk periode ini juga berkonotasi negatif, yaitu abad Kegelapan untuk menjelaskan karakternya yang mengerangkeng kebebasan berpikir kritis dan monopoli kebenaran oleh teologi (dogma agama). Mungkin, bila disimplifikasi bisa disebut juga sebagai babakan filsafat Ketuhanan, lantaran pada periode ini orbit kebenaran diorientasikan kepada Tuhan atau kebenaran wahyu sebagai satu-satunya sumber kebenaran untuk dirujuk.
Babakan ini berlangsung lebih kurang 1000 tahun, diawali abad ke-5 hingga abad ke-15. Dasar perhitungannya dimulai dari berakhirnya kerajaan Romawi Barat dengan Roma sebagai pusat, dan beralih ke Timur yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul di Turki) sekitar tahun 330 Masehi. Ada pula yang menyebut saat ditutupnya Akademi Platon oleh otoritas gereja tahun 529 sebagai dasar perhitungan. Sementara, masa berakhirnya digunakan penemuan benua Amerika oleh Columbus tahun 1492, yang menandai berkembangnya pengetahuan akibat penemuan-penemuan daerah baru, peralatan baru (teknologi) sehingga manusia kembali 'menemukan kebenaran pengetahuan' diluar kebenaran agama. Temuan-temuan baru, termasuk juga dalam bidang sains, seperti revolusi Copernicus (heliosentrime Copernican), yaitu kepercayaan gereja bahwa bumi adalah pusat tata surya dan semua benda langit beredar mengelilinginya terbantahkan oleh teori Copernicus, diperkuat penemuan teleskop raksasa oleh Galileo Galilei yang bisa meneropong benda-benda langit untuk membuktikan kebenaran Copernicus.
Ciri yang paling umum adalah dominasi agama atas filsafat, atau bisa dikatakan campur-aduk antara teologi dan filsafat, dengan catatan adanya dominasi teologi. Meski tetap juga disebut filsafat karena para pemikirnya toh berfilsafat dengan menggunakan 'kitab-kitab agama' sebagai acuan. Tuhan dan realitas metafisik direnungkan sebagai acuan utama kebenaran. Ciri lainnya adalah dominasi 'filsafat Kristen' karenanya kebanyakan tokoh-tokoh pemikir abad pertengahan merupakan para klerus (rohaniawan dan pemimpin biara Kristen.
Baca juga: Filsafat Abad Pertengahan (Bagian 2): Pemikiran Filsafat Islam
Pada waktu itu belum ada pembelahan Protestan dan Katolik). Namun, tidak berarti pemikir agama lain tidak ada, misalnya pemikir Islam yang juga berpengaruh yaitu al-Farabi (Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi, 870-950 M), Ibnu Sina atau Latin: Avicenna (Abu Ali Husayn bin Abdullah bin Sina, 980-1037 M), Ibnu Al-Haytham (965-1041 M), dan Ibnu Rusd (Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Rusyd atau Latin: Averus, 1126-1198 M).
Pencirian filsafat ini akan lebih detil dipahami bila didalami dalam dua sub, yang sekaligus menggambarkan pentahapannya.
Zaman Patristik (Latin Patres = bapa-bapa gereja). Pengkondisian (conditioining) menuju babakan filsafat abad pertengahan dimulai abad ke-2. Ketika itu, para pemimpin gereja harus mempertahankan ajaran Kristen dari gempuran agama-agama lokal dan bidaah Gnosis. Karenanya, mereka menggunakan filsafat, terutama Helenisme sebagai alat untuk membela sekaligus menata ajaran-ajaran gereja. Pada titik inilah terjadi 'proses kristenisasi helenisme dan helenisasi kekrsitenan."