Menyusul pemberian sertifikasi Kompetensi level 9 (level tertinggi), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dianugerahkan Doctor Honoris Causa (doktor kehormatan) oleh Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Setelah melewati prosedur pengujian standar kompetensi, pada tanggal 22 November 2016 kepala BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) memberikan Sertifikat Kompetensi bidang Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Kemudian, 3 Desember 2016 melalui Rapat Senat Terbuka UNDIP, Susi Pudjiastuti dianugerahi gelar doktor kehormatan (HC).
Dewasa ini masalah kompetensi menjadi isu krusial di Indonesia. Ketika mengikuti pengembangan (upgrading) Asesor Kompetensi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan oleh BNSP dan Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (LSP-FPM) tanggal 28 Nov-1 Des 2016, Kepala BNSP, Sumarna F.Abdurahman dalam sambutannya di acara pembukaan menjelaskan betapa Indonesia mengalami krisis sumber daya manusia yang kompeten. Lebih mencengangkan, kompetensi tidak lagi ditentukan oleh tingkat pendidikan semata. Banyak penyandang gelar magister (S2) dan doktor (S3) yang ternyata di 'lapangan' kompetensinya kurang meyakinkan. Itulah sebabnya, upaya mensertifikasi dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Indonesia menjadi amat mendesak dan penting.
Akhirnya mulai disadari bahwa faktor determinan bagi pembentukan kompetensi adalah pengalaman. Sedikit orang dengan tingkat pendidikan yang pas-pasan tetapi sangat kompeten di bidang-bidang yang digelutinya. Sebut saja Bill Gates, Steve Jobs, Mark Zuckerberg, Ralp Lauren, Steven Spielberg, dsb. Di Indonesia juga ada nama-nama beken seperti mantan Presiden Soeharto, Adam Malik (wakil presiden di era Presiden Soeharto), Buya Hamka, Andy F. Noya, Andrie Wongso dan lainnya. Tokoh-tokoh ternama itu bukan penyandang ijazah sarjana, tetapi memiliki bidang kompetensi yang tidak bisa diragukan.
Susi Pudjiastuti merupakan teladan lain dari kasus yang fenomenal itu. Seperti diketahui, menteri yang eksentrik ini hanya berijazah SMP, tetapi profesionalitas dan keahliannya tak diragukan. Hal itu telah diperlihatkan lewat prestasinya selama menjadi pengusaha di bidang perikanan, lalu gebrakan-gebrakan briliannya selama menjadi menteri di kabinet presiden Joko Widodo.
Tidak tanggung-tanggung, lewat peer review oleh master asesor penguji dari BNSP dengan didampingi tim Ahli dari KKP, kompetensi Susi langsung menggaet jenjang kualifikasi level 9 atau setingkat gelar doktoral di bidang akademik. Level ini merupakan yang tertinggi dalam KKNI (Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Seperti dirilis di official Website BNSP, Susi direkomendasikan kompeten dalam 16 unit kompetensi. Antara lain:
- Mengembangkan keputusan strategis nasional bidang keilmuan kelautan dan perikanan untuk menghasilkan kebijakan karya kreatif, original, dan teruji;
- Memecahkan permasalahan bidang kelautan dan perikanan melalui pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner;
- Mengembangkan model perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam;
- Mengembangkan strategi jaminan mutu hasil perikanan;
- Mengembangkan/menetapkan strategi batas wilayah kelautan;
- Mengembangkan strategi, mencegah, menghalangi, dan memberantas illegal fishing;
- Mengkoordinasikan pengelolaan wilayah pesisir;
- Mengembangkan strategi percepatan pembangunan industri perikanan nasional, dan lainnya;
- Mengembangkan strategi pengembangan SDM;
- Mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia serta mampu mendapatkan pengakuan nasional dan internasional.
Menurut Rifky Effendi, Kepala Badan Pengembangan SDM dan Pengembangan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, Susi juga berprestasi dalam riset. Salah satu risetnya adalah mengenai rumpon (karang buatan sebagai alat bantu penangkap ikan baik di laut dalam maupun dangkal). Berdasarkan hasil riset itu, rumpon dapat mengganggu migrasi ikan. Adanya rumpon menyebabkan ikan terjebak di tengah lautan dengan runtun efek terhadangnya ikan untuk masuk ke kawasan pesisir. Akibatnya ikan tidak dapat mencapai daerah pantai. Itulah sebabnya nelayan sulit mendapatkan ikan di bibir pantai. Riset ini menjadi salah satu bahan pertimbangan Susi dalam penentuan kebijakan untuk menertibkan pemasangan rumpon.
Sejumlah gagasan Ibu Susi dinilai inovatif sebagai terobosan baru dan bersifat out of the box, antara lain:
- Membentuk Satgas Pemberantasan Illegal Fishing yang ditetapkan dengan Perpres No.15 Tahun 2015;
- Mengagihkan Rp.100 Miliar untuk pemberdayaan nelayan di pulau-pulau terluar. Setidaknya lima pulau sudah terjangkau program ini, yakni Simeulue, Natuna, Sangihe, Merauke, dan Saumlaki. KKP bahkan merencanakan hingga 2019 nanti dapat meningkatkan perekonomian di 31 pulau kecil-terluar;
- Susi menolak deregulasi demi kepentingan nelayan. Ketika menteri (mantan) Perdagangan Thomas Lembong menerbitkan Permendag No.87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Import Produk Tertentu yang pada intinya sangat mempermudah impor, termasuk tentu saja impor ikan, menteri Susi dengan tegas menolaknya demi membela kepentingan nelayan;
- Menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Hingga 2016 ini hampir 200 kapal telah ditenggelamkan demi menciptakan efek jera melindungi perairan Indonesia dari ilegal fishing;
- Menerbitkan aturan perlindungan HAM bagi pekerja sektor kelautan dan perikanan lewat Permen KP No.35 Tahun 2015. Regulasi ini antara lain melindungi HAM para nelayan dan ABK (anak buah kapal) yang sering menjadi korban eksploitasi dan kekerasan. Praktek perdangan manusia di industri perikanan dapat menjadi sasaran dari Permen ini. Juga, tentu saja hal mendasar terkait penetapan upah layak, tunjangan berlayar, tunjangan hasil tangkapan, dan lainnya yang selama ini terabaikan.
Dalam acara penganugerahan doktor kehormatan, Ketua Senat UNDIP, Profesor Sunarso mengatakan bahwa gelar honoris causa hanya melekat pada sosok yang benar-benar luar biasa. Dan, Susi Pudjiastuti masuk dalam kategori itu karena telah mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang dilakukan di perguruan tinggi. Artinya, Susi patut mendapatkan gelar akademik itu.
Dr. (HC) Susi Pudjiastuti membacakan pidato dengan judul "Pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing: Menegakkan Kedaulatan dan Menjaga Keberlanjutan untuk Kesejahteraan Bangsa Indonesia". Dalam pidato itu, Susi menegaskan komitmennya membangun visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Antara lain dikatakannya (Sumber):
“Pembangunan perikanan dalam negeri setidaknya bertumpu tiga pilar utama, yaitu kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Kebijakan pemberantasan penangkapann ikan ilegal menjadi langkah awal untuk menghentikan eksploitasi berlebihan sumberdaya perikanan, merestorasi daya dukung ekosistem laut, dan memperbaiki tata kelola industri .”
Susi juga menyebutkan antara lain, sebelum ada moratorium yang dilakukannya, illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU) di Indonesia menyebabkan kerugian sebesar USD 20 miliar per tahun. Susi mengungkapkan segala upayanya untuk mengembalikan kedaulatan kelautan Indonesia.