Lihat ke Halaman Asli

Semuel S. Lusi

TERVERIFIKASI

Penulis

Aksi Membela Islam atau Membela Politik?

Diperbarui: 17 Oktober 2016   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rizieq Shihab sedang berorasi di atas sebuah mobil saat berlangsungnya unjuk rasa di Jakarta, 14 Oktober 2016. FOTO/Avit Hidayat

Fragmen penistaan agama yang dituduhkan sebagian penganut Muslim radikal terhadap Ahok makin memasuki adegan klimaks. Tegangan demi tegangan bermunculan. Setelah tuntutan supaya Ahok minta maaf dipenuhi, diikuti penyamapaian sikap MUI, lalu diskusi di ILC yang memanas, kini muncul tuntutan  supaya Ahok ditangkap polisi.  

Babakan baru ini berbentuk demontrasi massa  yang mengusung tema “Aksi Membela Islam.” Tujuan pokok aksi ini sesungguhnya adalah supaya Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) tidak maju di Pilkada DKI 2017. Aksi yang dipelopori Habieb Risieq dan Front Pembela Islam (FPI) ini dinamai aksi damai. Namun, gaya dan isi tuntutan tak sepenuhnya  menyiratkan substansi damai.  Bagaimana mungkin, dalam aksi keluar seruan menggelegar bernada ancaman akan membunuh Ahok. 

Seperti dikutip Tempo.co (14/10/16): “Ketua FPI Muhammad Rizieq Shihab menuntut agar kepolisian menangkap dan memenjarakan Ahok atas kasus penistaan agama. Jika tidak, Rizieq akan membawa ribuan massa mendatangi Balai Kota dan membunuh Ahok. Mereka menganggap Ahok telah menghina umat muslim di seluruh dunia.” Wah, sudah disebut damai saja ada ancaman membunuh, apalagi tak damai? Dan, sungguhkah ini wajah agama?

Tulisan saya sebelumnya menyebutkan bahwa intensi para pembajak agama bukanlah menghidupkan substansi agama bagi kemslahatan banyak orang. Melainkan sekadar menunggangi agama bagi kepentingan politik. Dalam kasus Ahok, mereka  berusaha menggeser esensi dari “pelecehan terhadap pembajak” kepada “pelecehan agama.” 

Substansi pidato Ahok di Kepulauan Seribu jelas melecehkan para pembajak agama, yang terbiasa menuggangi agama demi meraih kepentingan-kepentingan sempit. Mereka sejatinya petualang kuasa berwajah religius. Semacam singa berbulu domba. Sebagai catatan, yang dimaksud di sisni bukanlah para tokoh agama, melainkan setiap orang yang bertendensi memanfaatkan agama bagi kepentingan politik.

Upaya menggeser isu itu sukses. Sebuah kreasi momen dimana para pembajak agama mengkalibrasi kepentingan dengan kepentingan kelompok Islam radikal macam FPI dan Amien Rais. Dengan itu mereka bisa bersembunyi sambil merayakan kesuksesannya memprovokasi massa untuk memaksakan kepentingan politik mereka, sambil menunggu saat memanen hasilnya.

Berdasarkan substansi tuntutan aksi, sulit menghindari kesimpulan kentalnya nuansa politik ketimbang religius. Tuntutan yang sama sudah pernah diajukan kelompok ini pada tahun 2014, yang ketika itu mendesak mekanisme pemilihan Gubernur lewat DPRD, dan menuntut Ahok mengundurkan diri dari pencalonannya sebagai Gubernur maupun Wakil Gubernur DKI (Sumber)  Meski dalam demonstrasi Jumat (14/10/16) beberapa kali ditekankan tidak ada kaitan dengan Pilkada DKI 2017, namun isi tuntutan bagaikan lagu lama yang dinyanyikan berulang-ulang, terang benderang punya muatan Pilkada DKI.

Pertama; dengan gaya meledak-ledak dan kata-kata yang juga jauh dari santun itu menuntut penangkapan Ahok. Frase ini sengaja saya gunakan untuk menegaskan bahwa kritik terhadap kekasaran dan ketidaksantunan Ahok bagaikan cermin bagi diri sendiri. Bedanya, Ahok tidak merusak fasilitas publik seperti taman balaikota, dan meninggalkan tumpukan sampah di sekitaran balaikota. Bisa dinilai sendiri, apakah gaya demikian lebih bersifat religius atau politis?

Kedua; isi tuntutannya adalah supaya Ahok ditangkap. Ahok seolah sudah divonis bersalah sebagai penjahat. Jadi, tuntutan demonstran adalah supaya vonis mereka atas Ahok dieksekusi oleh aparat hukum, institusi negara. Ini sebuah kecerdikan lain yang jelas nuansa politiknya begitu kental.  Juga, simak pernyataan Habieb Rizieq: “Jika ada Cagub yang mencuri atau memperkosa atau menggunakan narkoba atau menganiaya atau menista agama, maka tetap harus diproses hukum, bahkan harus disegerakan dan diprioritaskan sebelum Pilkada digelar, agar didiskualifikasi oleh KPU dari pencalonan (oh..oh..kamu ketahuan!)

Ketiga; mereka mengintervensi kepolisian dengan meminta kepolisian jangan diintervensi. Habieb Rizieq menyatakan akan mengawal proses supaya kepolisian tidak diintervensi. Maksudnya supaya memastikan Ahok diproses dan ditangkap. Sebuah tindakan yang esensinya sudah mengintervensi kepolisian. Dan, itu jelas tindakan politik.

Di mana Posisi Dua Paslon?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline