Lihat ke Halaman Asli

Semuel S. Lusi

TERVERIFIKASI

Penulis

Bung Romi, Pribumi Indonesia Itu Orang Utan!

Diperbarui: 18 Oktober 2017   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rekomendasi Mukernas (PPP/Foto: Bisma Alief)

Sungguh mengejutkan, hasil Mukernas PPP 3-5 Oktober 2016 antara lain merekomendasikan amandamen konstitusi (UUD’45), terutama pasal yang berkaitan dengan syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.  Di Pasal 6 ayat 1 berbunyi “Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus warga negara Inodensia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain larena kehendaknya sendiri.” Pasal ini hendak dikembalikan ke kondisi sebelum amandamen, yaitu “Presiden ialah orang Indoensia asli.” Dengan perubahan ini, PPP mengharapkan capres/cawapres harus orang Pribumi Indonesia.

Rekomendasi ini menuai kritik. Wasekjen PKB, Daniel Johan menyatakan bahwa semua etnis di Indoensia adalah pribumi dan asli. Ia menegaskan, “semua suku baik Jawa, Sunda, Papua, Tionghoa, Batak, Bugis dan lain-lain tersebar dari Sabang sampai Merauke adalah asli dan pribumi” (Sumber). Hal senada juga disampaiklan oleh Sekretaris Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana: “definisi asli itu akan menimbulkan kontroversi. Ras asli Indonesia sudah bercampur Arab, China dan lain-lain. Apakah karena di dalam diri seorang mengalir darah Arab, lalu orang itu tidak bisa jadi presiden? Diskriminasi banget.” (Sumber).

Fahri Hamzah yang biasanya memberi komentar “rada aneh” kali ini terlihat sanngat cerdas. Ia menyebut rekomendasi PPP itu sebagai “terlalu ekstrim dan keliru memahami konstitusi.”  Dikutib dari detik.news.com Fahri berpendapat bahwa pada dasarnya orang Indonesia itu adalah keturunan Arab karena bangsa Arab membawa Islam, juga keturunan Cina karena Bangsa Cina membawa agama Budha, juga keturunan India karena membawa Hindu, dan keturuan Barat karena agama Protestan dan Katolik (Sumber).

Para founding parents kita terdiri dari manusia beragam, dengan darah (keturunan) bercampuraduk, tanpa membicarakan keaslian atau kepribumian. Itu pertanda, betapa para “orangtua bangsa” ini begitu maju berpikirnya. Padahal, dibawah jajahan Belanda, warga pribumi atau inlander terkena diskiriminasi sementara warga keturunan Arab, Tionghoa dan India masuk dalam kelas atas dan menikmati previlege.  Namun, itu tidak menjadi dasar bagi para pendiri bangsa ini untuk “balas dendam” pada warga keturunan yang mendapatkan hak istimewa dari penjajah tersebut.

Sebabnya, karena mereka juga berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Mudah kita dapatkan data individu keturunan, organisasi-organisasi, maupun partai politik yang didirikan misalnya oleh keturunan Arab maupun China untuk ikut berjuang jauh sebelum proklamasi kemerderkaan. Dalam daftar anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha  Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan Risalah Persidangan, kita temukan orang-orang berbagai keturunan terlibat aktif berdiskuasi dan berdebat berkontribuisi bagi pembentukan konstitusi dan dasar negara Indonesia.  

Peranakan Tionghoa, misalnya yang menjadi anggota BPUPKI adalah Liem Koen Ham dari PTI (Partai Tionghoa Indonesia) yang berdiri tahun 1932. Dialah yang dalam rapat-rapat BPUPKI selalu menegaskan bahwa warga Tionghoa di Indonesia adalah warga Indonesia sepenuhnya. Juga ada Oei Tjong Hauw dari CHH (Chung Hwa Hui) partai politik yang didirikan tahun 1928. 

Tokoh lainnya adalah Yap Tjwan Bing yang kelak bergabung dalam PNI (Partai Nasional Indonesia besutan Soekarno tahun 1927) (Sumber). Tokoh Tionghoa lainnya, yang sempat menjadi prajurit Angkatan Laut, yang karena jasa-jasanya dimakamkan sebagai Pahlawan Nasional di Kalibata, yaitu John Lie Tjeng Tjoan. Pada tahun 2014 namanya diabadikan pada kapal perang KRI John Lie.  

Foto: Suriyanto/CNN Indonesia

Salah satu yang terkenal dari kontribusi warga keturunan Arab adalah “Sumpah Pemuda Keturunan Arab” yang dilaksanakan 4-5 Oktober 1934. Tokoh yang menonjol adalah AR Baswedan, ayah dari Anies Baswedan yang sekarang menjadi salah satu Calon Gubernur DKI di Pilkada  2017. Isi sumpah itu adalah (1) Tanah air peranakan Arab adalah Indonesia, (2) Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri atau mengisolasi diri, dan (3) Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indoensia. Sebuah partai politik juga dibentuk tahun 1935, yaitu Partai Arab Indonesia (PAI).

Prinsipnya, sangat banyak bukti yang menunjukkan bahwa semua suku, ras, golongan dan asal-usul terlibat di zaman perjuangan kemerdekaan, juga hingga pembahasan pendirian negara Republik Indonesia. Dan, meski warga pribumi mengalami diskirminasi hal itu tidak dijadikan alasan untuk menuntut hak istimewa dalam konstitusi yang hendak dirumuskan sebagai persiapan proklamasi kemerdekaan. 

Lalu, setelah 71 tahun merdeka baru ada yang mempersoalkan “kepribumian warga negara” yang hendak diberi hak istimewa, sambil mendiskriminasi warga lain yang terkena cap bukan WNI asli atau pribumi?  Sebuah kemunduruan yang terlalu jauh ke belakang!

Siapakah pribumi Indonesia? Bukankah “identitas kepribumian” di Indonesia itu sangat problematis?  Menurut Wikipedia, Pribumi atau Penduduk Asli adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau negara dan menetap di sana dengan status orisinal atau asli atau tulen (indigenious) sebagai kelompok etnis yang diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lain. Definisi ini jauh dari memadai untuk memahami siapa warga pribumi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline