Lihat ke Halaman Asli

Gus Pul dan Kompasiana

Diperbarui: 24 November 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dahulu kala, ketika Soeharto masih berkuasa, meskipun sudah mulai limbung, terbitlah sebuah tabloid politik yang terkemuka, dengan pemimpin redaksinya bernama Eros Jarot, seorang bermultitalenta yang selain dikenal sebagai sutradara (filmnya Tjoet Nya' Dien menyabet beberapa Piala Citra), penulis lagu (lagunya banyak yang legendaris terutama yang terkumpul dalam album Badai Pasti Berlalu, sebuah magnum opus musik Indonesia), juga politisi dan wartawan. Namun saya tidak akan berpanjang lebar mengenai berbagai talenta yang dimiliki oleh Bung Eros Jarot, tetapi tabloid yang dipimpinnya tadi, yang bernama Tablod Detik. Tabloid ini adalah sebuah tabloid yang sangat berkarakter, memiliki posisi dan pemihakan tersendiri, yang kadang berseberangan dengan penguasa waktu itu yang meskipun sebenarnya sudah di ujung masanya, namun masih sangat berkuasa dan tak ada yang berani menentang. Hal itu terbukti ketika akhirnya tabloid itu bersama dengan Majalah Tempo dan Editor akhirnya dibredel dan tidak boleh terbit pada pertengahan tahun 1994. Itulah palu godam yang menghantam banyak penerbitan di Indonesia pada era sebelum reformasi yang lalu.

Sebelum jauh melangkah, saya ingin mengingatkan bahwa Tabliod Detik ini sangat jauh kualitasnya dibandingkan dengan media online yang mungkin dianggap sebegai pelopor portal berita online di Indonesia saat ini. Sangat jauh dari sisi kualitas maupun keberaniannya mengambil posisi dibanding pemegang kekuasaan dan juga pemilik modal. Maka jangan sekali-kali membandingkan kedua brand yang memiliki nama sama itu, karena sesungguhnya kualitasnya sangat berbeda.

Salah satu hal dari Tabloid Detik yang menarik untuk dikupas adalah kolom pojoknya, yang sebagaimana banyak media lain memiliki kolom kecil untuk mengomentari berbagai isu aktual, sebagaimana di Kompas kita mengenalnya sebagai Mang Usil. Karena dipegang oleh salah seorang wartawannya, maka kolom itu seringkali menjadi penanda arah kebijakan dan politik dari media tersebut. Kompas misalnya, saya ingat pada tahun 1992 pernah membuat kontroversi karena Mang Usil mengomentari pelantikan anggota DPR / MPR waktu itu yang ditengarai banyak berasal dari kalangan muslim, dengan dialog kurang lebih: Wah, DPR sekarang menjadi ijo royo-royo. Dan kemudian dikomentari: kalau orang cedal membacanya jadi ijo loyo-loyo, alias masih muda tapi sudah loyo. Dialog pendek itu memicu perdebatan yang memanas, karena dinilai mencerminkan kegusaran Kompas dan kelompoknya yang merasa tersingkir dari parlemen karena berubahnya haluan Soeharto.

Yang ingin saya sampaikan di sini sebenarnya adalah kolom dari Tabloid Detik yang diberi nama Gus Pul atau Gusip Pulitik. Nama yang serupa dengan nama anak-anak kyai di Jawa Timur ini adalah plesetan dari Gosip Politik, sebuah kerendahhatian untuk menurunkan kualitas diri, bahwa apa yang disampaikannya hanyalah gosip belaka. Padahal apa yang disampaikan dalam Gus Pul itu seringkali sangat tajam dan aktual, walaupun mungkin memang masih perlu diverifikasi. Ada beberapa topik yang masih saya ingat waktu itu, seperti masalah pendirian partai baru, sesuatu yang sesungguhnya cukup tabu untuk disinggung pada era dua partai dan satu Golkar itu. Kalau tidak salah dialognya semacam ini: Denger-denger ada orang-orang yang mau mendirikan partai baru ya? Lalu dikomentari: tergantung siapa dulu yang mau mendirikan, kalau ABRI ya patut didenger, kalau yang lain ya gak perlu... Dialog itu mencerminkan bagaimana kuatnya hegemoni militer pada saat itu yang tentunya tidak terlepas dari komando daripada Soeharto.

Lalu ada hubungannya dengan Kompasiana kok judulnya menyinggung juga media blog keroyokan ini. Di sinilah sebenarnya masalahnya, ketika Tabloid Detik dengan keluasan wawasan, data dan informasi yang matang itu menyajikan fakta namun dibungkus dengan judul gosip, sebuah kerendahhatian yang luar biasa, di blog keroyokan ini, orang-orang menyajikan gosip namun seolah-olah merupakan fakta. Dan prihatinnya lagi, gosip-gosip yang sebagian besar menyanjung-nyanjung seorang presiden yang sedang menjabat, sekaligus menafikan yang lain itu, sangat dengan mudah nangkring di tempat-tempat terhormat di blog gosip keroyokan ini. Menyedihkan memang, karena gosip-gosip tidak mutu itu akan dengan mudah menyebar seperti virus di dalam dunia informasi yang tanpa sekat ini, dan kemudian ditelan mentah-mentah dan dianggap sebagai fakta. Dapat dilihat dengan mudah misalnya, orang-orang menyanjung setinggi langit tentang prestasi, strategi, bermain cantik, di atas angin, yang semuanya ditujukan kepada yang mulia presiden, dengan dasar analisis dan data yang seringkali digali dari fantasi dan halusinasinya sendiri. Alangkah memuakkannya blog keroyokan ini lama-lama, makanya saya hanya sesekali saja mampir sebentar, ngintip, dan sudah: bye... bye...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline