Lihat ke Halaman Asli

Penangkapan 159 Demonstran: Kewenangan Aparat atau Tindakan Oknum?

Diperbarui: 25 Agustus 2024   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penangkapan demonstran dalam penolakan putusan RUU Pilkada. (Jawa Pos)

Di tengah gema teriakan dan kobaran semangat para demonstran, muncul potret yang acap kali mengundang tanya aparat yang ditugaskan menjaga ketertiban justru kadang dituding bertindak di luar batas kewenangan. Ironi ini menjadi pusat perdebatan yang tak kunjung padam, ketika perjuangan untuk memerdekakan bangsa dari ketidakadilan justru disambut dengan tindakan represif. 

Hingga kapan paradoks ini akan terus berulang? Mungkinkah, jawaban atas pertanyaan ini terletak pada bagaimana kita sebagai bangsa memaknai ulang peran aparat dalam menjaga harmoni di tengah perbedaan?. 

Aksi demonstrasi pada 22 Agustus 2024, yang dipicu oleh dua putusan Mahkamah Konstitusi, mencerminkan puncak dari gejolak suara publik yang telah terporak poranda. Di tengah hiruk pikuk perjuangan tersebut, penangkapan dan penahanan 159 demonstran oleh aparat di Polda Metro Jaya membuat masyarakat geram. Tindakan ini tampaknya berdiri di luar batas garis Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Berdasarkan keterangan pers yang dirilis oleh KOMNAS HAM, tindakan aparat dalam pembubaran dan penangkapan terhadap 159 demonstran sangat disesalkan, karena dianggap tidak mencerminkan prinsip penegakan hukum yang seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif dan proporsional.

Dalam konteks ini, pertanyaan mendasar muncul, apakah tindakan ini merupakan bagian dari kewenangan aparat atau sekadar bentuk arogansi semata?

Tentu kita perlu memandang dari berbagai perspektif yang berbeda, misalnya demonstrasi di depan gedung Mahkamah Konstitusi, mencerminkan contoh positif dimana aparat secara aktif berupaya menjaga ketertiban dengan memberikan minuman kepada para demonstran, dan menunjukkan pendekatan yang penuh empati. Namun, perlu ditekankan kembali bahwa tindakan sejumlah oknum aparat, yang melampaui batas kewenangan mereka, menciptakan ketidakadilan yang mendalam dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi keamanan.

Sebagai lembaga yang seharusnya melindungi hak-hak konstitusional dan menjaga keseimbangan sosial, aparat perlu merefleksikan kembali fungsi dan tanggung jawab mereka. Perlu ditegaskan bahwa pelaksanaan kewenangan harus senantiasa berada dalam kerangka hukum dan etika, dan setiap penyimpangan oleh oknum harus diatasi untuk memulihkan kepercayaan publik. Peran aparat bukan hanya menegakkan hukum, melainkan untuk memastikan bahwa tindakan yang dilalui mencerminkan komitmen terhadap keadilan dan hak asasi manusia.

Oleh sebab itu, sangat penting untuk menjaga marwah dan nama baik aparat sebagai abdi negara, yang seharusnya mengedepankan kode etik dan prinsip keadilan dalam melindungi setiap warga negara. Tindakan yang melanggar kewenangan dan etika penegakan hukum tidak hanya mencoreng reputasi institusi, melainkan menorehkan sejarah baru akan krisis kepercayaan publik yang terus tergerus. 

Dalam upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik, aparat harus senantiasa berkomitmen untuk merevitalisasi kembali prinsip-prinsip dasar terkait transparansi, integritas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hanya dengan pemulihan kepercayaan inilah, masyarakat dapat memastikan bahwa fungsi aparat sebagai pelindung dan penjamin hak konstitusi benar adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline