Gemuruh roda berderit menyusuri lorong panjang. Suasana hening dan hanya sesekali nampak orang yang melintas dengan tubuh terbungkus rapat dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Duh, Gusti. Apa yang terjadi denganku? Haruskah aku kembali menghadapMu dengan cara ini? Di saat aku menyadari kesalahanku dan ingin berbalik ke jalanMu?"
Dadaku terasa sesak. Rasanya ingin berteriak, namun tak kuasa. Aroma obat-obatan yang menguar tak dapat kukenali lagi. Biasanya, aku sangat peka dengan aroma seperti ini. Aroma yang menghantarkanku pada dunia malam.
***
"Bu, bertahanlah. Aku akan selalu ada di sampingmu."
"Ibu, baik-baik saja, Nduk. Kamu jaga diri baik-baik, ya. Percayalah dengan para dokter dan suster yang merawat Ibu. Ini bukan pertama kalinya ibu ada di sini."
Terngiang kalimat yang diucapkan ibu sebelum beliau meninggalkanku. Betapa tenangnya wanita yang telah melahirkanku menghadapi sakit yang menahun. Keluar masuk rumah sakit pun tak pernah membuatnya mengeluh. Perlahan namun pasti, segala materi yang dimiliki terkuras untuk pengobatan beliau.
Rasa tak tega melihat penderitaan ibu berhasil mengoyak nalarku. Di benakku hanya terlintas cara mendapatkan uang dengan cara yang cepat. Asal ibu bisa mendapat pengobatan, apa pun akan kujalani.
***
Ramadan kali ini menyadarkanku bahwa apa pun yang terjadi di kolong langit ini atas kehendakNya. Seandainya saja ada kesempatan kedua, akan kugunakan waktu untuk bertemu dan meminta maaf kepada Ibu.
Cahaya terang membuat pandanganku kabur. Hanya terlihat bayang-bayang orang di hadapanku sambil memasangkan peralatan di tubuhku. Aku pasrah....