Mbak Minah, demikian tetangga dan saudara saudaranya memanggil wanita ini. Wanita dengan nama panjang Aminah ini kelahiran 17 Desember 1957 ini adalah sosok yang sangat tegar menghadapi segala ujian hidup yang setia menemaninya. Sejak kecil, sebelah kakinya tidak normal karena menderita Polio, yang menyebabkan kakinya tumbuh abnormal dan pincang bila berjalan. Namun dengan keterbatasan fisik itu, mbak Minah tidak menyerah pada nasibnya, dia menjadi penjahit dengan pelanggan yang lumayan banyak. Malah tidak jarang dia menolak menerima pelanggan yang akan menjahitkan kainnya karena pesanan jahitannya telah menumpuk. Mbak Minah ini menjahit dengan mesin jahit manual yang di jalankan oleh salah satu kakinya yang normal. Kehidupannya berjalan normal, apalagi dengan kehadiran ketiga anak laki lakinya. Suaminya yang bekerja serabutan, kadang sebagai tukang parkir, buruh angkut di pasar dan calo yang di mintai tolong beberapa orang untuk menjualkan barang barang, tetap bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarganya walau hanya sekedar cukup untuk makan sehari hari saja. Namun rupanya ujian hidup nan panjang masih harus di terima keluarga itu. Tak lama setelah kematian kakak kandungnya yang terkena kanker payudara, mbak Minah di vonis oleh dokter menderita Tumor Mammae Dextra, sama dengan penyakit yang merengut nyawa kakaknya. Hari hari kelabu menghadang perjalanan rumah tangga mbak Minah, pak Su (demikian nama suaminya), dan ketiga anak anaknya. Kegigihan pak Su memperjuangkan jaminan kesehatan buat masyarakat miskin akhirnya membuahkan hasil, mbak Minah bisa memperoleh jaminan kesehatan dari pemerintah itu dan menjalani pengobatan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Parakan , tanpa biaya. Operasi pertama pengambilan sempel di lakukan pada tanggal 1 Maret 2007. Dari operasi itu, dokter yang menanganinya menyatakan bahwa benjolan yang ada pada payudara mbak Minah ini adalah sejenis kanker ganas. Lalu pada tanggal 22 Maret dilakukan kembali operasi kedua, untuk pengangkatan payudara sebelah kanan mbak Minah. Setelah operasi pengangkatan payudara itu, mbak Minah disarankan untuk menjalani kemoterapi di Rumah Sakit DR Sarjito Yogyakarta. Mbak Minah harus bolak balik Parakan Yogyakarta selama 21 hari sekali untuk menjalani kemoterapi tersebut. lalu. Setelah kemoterapi terlaksana semua -6 kali- mbak Minah di haruskan menjalani terapi radiasi sinar x. Terapi ini dilaksanakan pula di rumah sakit DR Sarjito dan dilakukan sebanyak 25 kali. Selama proses terapi berlangsung , rambut di kepala mbak Minah seluruhnya rontok dan membuatnya botak. Dan yang membuat mbak Minah merasa syok yaitu sewaktu proses kemoterapi di lakukan, oleh dokter di temukan benjolan pada rahimnya. Benjolan dengan ukuran3,5cm x 3,2 cm (sebesar telor bebek) itu di nyatakan sebagai tumor rahim oleh dokter yang merawatnya. Namun seiring dengan proses radiasi sinar X yang dilaluinya, benjolan itupun mengecil menjadi 2,6 cm saja. Pengobatan mbak Minah sebenarnya kurang maksimal di karenakan dia tidak bisa menebus obat yang di anjurkan dokter karena tidak ada biaya. Obat yang harus di tebus di apotik itu kira kira sekitar 300 an ribu. Jadi mbak Minah hanya mengkonsumsi obat yang di berikan pihak rumah sakit atau puskesmas yang menanganinya. Karena selalu mendampingi istrinya berobat maka penghasilan pak Su pun mulai berkurang. Suami mbak Minah ini selalu setia mendampingi istrinya menjalani terapi yang mengharuskan mereka bolak balik Yogya - Parakan (memakai angkutan bus selama 3 jam perjalanan) Karena keterbatasan fisik itu pula mbak Minah mulai mengurangi menerima pesanan jahitannya. Walau tak jarang dengan menahan sakit, mbak Minah masih menjahitkan pesananan langgananannya. Semua itu di lakukannya untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari hari dan membayar sewa kontrakan rumahnya. Kedua anaknya telah putus dari sekolah lanjutan pertama karena tidak ada biaya yang akhirnya bekerja serabutan. Kadang ikut bekerja sebagai buruh bangunan seperti mengecat rumah atau menjadi tukang parkir. Kini tinggal anak ketiganya yang masih duduk di bangku SD, kelas 6. Belum lama ini aku berkunjung kesana karena mendengar keluarga itu pindah rumah kontrakan. Semula mereka mengontrak rumah yang tidak ada fasilitas MCK dan mengharuskan mereka berjalan lumayan jauh hanya untuk kebutuhan bersih diri. Kini di rumah kontrakan baru ada fasilitas kamar mandi dan wc walau ukuran rumahnya terasa sempit untuk mereka berlima. Ternyata cobaan sakit pada hidup mbak Minah itu belum berakhir, kini kaki sebelah kirinya mengalami penyempitan otot dan harus menjalani serangkaian pengobatan dengan dokter ahli syaraf. Dan dengan terpaksa pula mbak Minah harus kembali bolak balik ke Yogyakarta untuk berikhtiar mengobati kakinya yang kadang terasa sangat ngilu. Semoga perjuangan hidup mbak Minah yang tak kenal menyerah ini bisa menginspirasi kita semua bahwa hidup memang harus kita hadapi sepahit apapun itu, kelak kita akan menuai hasil yang indah darinya. Seperti ucapannya sesaat sebelum aku pamit pulang. terima saja garis hidup yang telah di berikan -Nya pada kita, itu tandanya Allah sayang karena masih memberikan ujian pada kita, Allah pasti inginkan kita mengumpulkan nilai terbaik dari kehidupan ini, agar Allah bisa memberikan semua yang pantas kita terima. [caption id="attachment_154732" align="aligncenter" width="300" caption="dok pribadi selsa"][/caption] Mbak Minah potret ketegaran wanita yang berjuang gigih mempertahankan kehidupan meski dengan keterbatasan fisik dan kesehatannya.
*************
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H