Aku tak pernah melihat rupamu, bahkan aku tak tahu bagaimana teksturmu bila kusentuh. Namun tidakkah ajaib bahwa kamu pernah menjadi bagian terbesar dalam hidupku? Kamu adalah sesuatu yang kasat mata dan tak tersentuh, namun aku dapat memijat-mijat punggungmu dengan ujung jari kakiku, menjinjit pelan di atas tubuhmu. Terkadang kamu bisa melihatku menari, berputar kesana kemari seakan-akan aku kupu-kupu yang baru keluar dari kepompongku. Namun maafkan aku apabila aku sering menghentakkanmu keras tak peduli, meninggalkanmu tanpa menoleh lagi, mengacuhkan kamu yang terluka. Maafkan emosiku yang merajaiku saat itu.
Kamu adalah penghubungku dengannya, seorang adam yang mengisi relung hatiku penuh. Aku selalu melewati ilalang-ilalangmu dalam fantasiku untuk bertemu dengannya di imajinasku. Seringkali kuhanyutkan jiwaku di lautanmu untuk mendengar nadanya yang kucinta, melodi dirinya yang selalu kurindukan. Tidakkah kamu juga sering melihatku bermain dengan dia, berguling-guling di rerumputanmu, ketika kami sedang penuh cinta?
Namun, tak tahu kenapa, aku merasa kamu selalu melebarkan dirimu, sampai-sampai ujungku dan ujungnya tak dapat bertemu. Jari-jariku tidak mampu meraih dia di ujung sana karena kamu terlalu lebar memperluas lautanmu. Lalu aku bosan, lalu aku muak, aku ingin sekali melipat-lipatmu agar kamu bisa mendekatkan aku dengan dia, tapi kamu selalu menggelengkan kepalamu, entah tidak bisa, entah tidak mau.
Lalu aku muak dengan ketidakmampuanku meraihnya yang membuat jiwaku merengek tanpa henti, terlebih setelah dia berbalik badan dan selalu memunggungiku di ujung sana. Aku ingin kamu mendekatkan aku kepadanya. Ah, aku ingin kamu berubah menjadi selokan saja rasanya, agar kakiku mudah menyeberangimu ke tempatnya. Atau paling tidak buatkanlah aku jembatan untuk melihat rupanya. Tapi sepertinya kamu menutup telingamu, kamu malah menggulung dirimu sendiri di bagian yang lain. Kamu membuat dia sampai di pulau yang lain dan membuatnya dia tertarik dengan wanita yang di sana.
Aku ingin menyalahkan kamu, tapi kamu pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Justru sepertinya kamu semakin melebarkan duniamu, membuatku semakin jauh dan tak teraih, sampai akhirnya kini aku putus asa dan merasa semuanya cukup. Sampai akhirnya aku pun berbalik badan dan mencari bagian kamu yang lain, menunggu salah satu organmu terlipat-lipat untukku, agar aku bisa sampai di suatu pelabuhan yang lebih menyenangkan dari dia yang kini menjadi masa lalu.
Tidak apa-apa, kamu tidak salah, kamu pun sesuatu yang sangat berarti dalam hidupku.
Terima kasih, Jarak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H