[caption id="attachment_303604" align="aligncenter" width="864" caption="Realita detik-detik UN"][/caption]
Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sederajat tahun ini menerapkan sistem paket soal jumlah 20. Ide pemerintah sungguh cerdas, dengan meningkatkan jumlah paket diharapkan dapat menghindarkan siswa dari kecurangan mengerjakan soal pada saat ujian. Pertanyaannya, berhasilkah sistem 20 paket ini mengurangi kecurangan siswa????
Sayangnya, para siswa jauh lebih cerdas!
Sudah menjadi rahasia umum kalo tiap tahun, dalam penyelenggaraan UN selalu saja ada kasus kecurangan, baik contek mencontek sesama siswa ataupun bocoran kunci jawaban yang kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
Para siswa berjuang mencari ide dan strategi melaksanakan UN dengan sebaik-baiknya. dalam hal ini justru bukan saja meningkatkan "belajar", tetapi meningkatkan kecerdasan mengenai strategi "BAGAIMANA CARANYA SAYA HARUS LULUS". Apalagi hasil UN tahun ini direncanakan akan menjadi tiket masuk PTN.
Pernyataan seperti itulah yang pada akhirnya menghalalkan segala cara. Baik mencontek ataupun mencari bocoran kunci jawaban. Siswa yang pada hari-hari biasa tidak pernah mencontek pun pada akhirnya "mencari aman" ikut mencari kunci jawaban atau mencontek. Kepercayaan diri mereka menurun seiring ketakutan "TIDAK LULUS" yang menghantui mereka.
Berbagai cara mencontek pun dilakukan. Alhasil, siswa menjadi "semakin cerdas" karena UN. Meskipun cerdasnya dalam hal menentukan strategi mencontek dan membodohi pengawas ujian.
Seperti biasanya, bocoran kunci jawaban banyak terjadi di sekolah yang berada di daerah perkotaan (http://kampus.okezone.com/read/2014/04/15/560/970821/wuih-bocoran-kunci-jawaban-un-tembus-harga-rp14-juta) .
Padahal, mereka yang sekolah di kota pastinya mendapatkan ilmu dan cara pembelajaran lebih dibandingkan mereka yang sekolah di desa dengan segala keterbatasan yang ada. Namun faktanya,, yang mendapatkan pembelajaran lebih banyak,, justru banyak melakukan kecurangan. Lantas bagaimana dengan yang sekolah di pedesaan?????
Harusnya hal semacam itu menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan pelaksanaan UN. Dari tahun ke tahun, bocoran kunci jawaban UN tidak dapat dihindarkan. Kalo semakin banyak siswa yang menggunakan kunci jawaban,, buat apa ada ujian nasional?
Untuk apa pemerintah menggelontorkan biaya banyak dalam pelaksanaan UN kalo pada akhirnya para siswa mengerjakan tidak dengan kemampuan mereka sendiri?