Topik pilihan yang menarik perhatian saya untuk menulis kali ini adalah tentang sosial media dan keluarga. Judul topik yang diberikan admin kompasiana berbunyi, "Keluargaku Follow Media Sosialku?". Tanda tanya di akhir judul seperti menandakan ada ketidaknyamanan saling follow sosial media dengan anggota keluarga. Apalagi, kalau mereka aktif memantau di sosial media. Begitu kira-kira kesan yang saya dapatkan saat membaca judul topik pilihan kompasiana kali ini.
Sosial media memiliki banyak manfaat serta resiko dalam penggunaannya. Banyak sudah momen keluarga yang terabadikan di sosial media. Interaksi antar anggota keluarga baik yang sifatnya privat dan publik semuanya terjadi di sosial media. Namun, tahukah anda bahwa banyak orang saat ini cenderung memiliki lebih dari satu akun sosial media? Tidak jarang mereka menyembunyikan akun cadangan sosmed dari keluarga. Lantas persona sosial media apa yang ingin mereka bangun dengan memiliki beberapa akun sekaligus?
Menanggapi fenomena tersebut, artikel ini akan membahas mengenai motif dan dampak psikologis pada individu yang memiliki beberapa akun sosial media. Selanjutnya, artikel ini juga ingin memberikan informasi mengenai perkembangan diri di tengah maraknya penggunaan sosial media. Selamat membaca.
Saat ini, sosial media menyediakan fitur multiple account yang memungkinkan user membuka beberapa akun sekaligus. Sejak saat itu, tren second account mulai berkembang di kalangan pengguna sosial media. Bukan menjadi rahasia publik bahwa second account biasanya ditujukan kepada orang-orang terdekat, digunakan untuk stalking, dan menyimpan postingan yang lebih privat. Oleh karena itu, persona yang ditampilkan pada second account umumnya berbeda dari akun mereka dengan jumlah followers yang lebih banyak.
Mari kita telisik lebih dalam. Keputusan membuat second account diwarnai pro dan kontra. Ada yang mendukung dan tidak mendukung hal ini. Saya pikir sisi positif second account adalah seseorang bisa menjadi dirinya sendiri. Artinya, apa yang diposting lebih jujur dan kebebasan berekspresi terjamin karena followersnya tersaring sedemikian rupa menurut karakteristik orang yang ingin dia interaksi melalui sosial media. Sayangnya, keluarga mungkin tidak lolos masuk dalam lingkup second account.
Apa saja faktor yang menyebabkan seseorang memiliki second account? Mengikuti tren, membangun persona diri yang nyata, dan menjaga privasi. Dalam kaitannya dengan perkembangan psikologis, maka fenomena ini dapat dihubungkan dengan konsep diri (self concept). Menurut teori ini, konsep diri terbagi menjadi real-self (diri yang sebenarnya) dan ideal-self (diri yang diidealkan/diinginkan).
Pada first account, seseorang mengharapkan mendapatkan penilaian positif dari para followersnya sehingga postingan yang ditampilkan lebih menampilkan ideal-self. Apa yang ia tampilkan di first account cenderung bergantung pada harapan orang lain terhadap dirinya. Sedangkan pada second account, ia bebas mengunggah apapun seperti foto, video, keluh kesah pribadi, dan lain sebagainya sebagai representasi atas real-self.
Bagaimana apabila terjadi kesenjangan antara real-self dan ideal-self? Diskrepansi atau kesenjangan terjadi karena banyak waktu yang dihabiskan seseorang memantau aktivitas pengguna lain di sosial media. Akhirnya, pemikiran yang terbentuk cenderung membandingkan dan merasa cemas apabila ketinggalan informasi yang sedang viral di kalangannya. Akibatnya, perlahan resiko mengalami proses pencarian jati diri lebih rumit. Lebih parahnya lagi kehilangan jati diri. Hal ini menunjukkan bahwa permainan faktor eksternal melalui aktivitas sosial media tanpa disadari menjadi ancaman yang menghambat perkembangan real-self.
Selain second account, terdapat istilah lain yang dikenal dengan sebut akun alter. Akun alter adalah akun sosial media yang ditujukan pengguna menunjukkan sisi personal yang berbeda dengan yang selama ini dikenal oleh banyak orang. Akun alter ramah dikenal sebagai akun anonim. Pemilik akun alter sengaja merahasiakan identitas aslinya dengan tidak mengunggah apapun yang berkaitan dengan identitas dirinya seperti foto dan nama asli. Ada banyak akun alter yang digunakan secara positif seperti menunjukkan hobi (tutorial melukis, mengedit video, memasak, bermain musik, dll), fanaccount sebagai bentuk dukungan pada idola, dan lain sebagainya. Disisi lain, banyak juga akun alter yang sengaja dibuat untuk memberikan ulasan kebencian kepada orang lain di sosial media.
Dalam banyak sumber, akun alter digunakan secara anonim agar penggunanya merasakan kenyamanan saat interaksi. Dimana interaksi tersebut tidak terpenuhi di dunia nyata. Oleh karena itu, mereka merasa aman dan nyaman berkomunikasi secara anonim karena mereka dapat jujur tentang dirinya sendiri tanpa dibebankan dengan mendapatkan penilaian dari orang lain. Misalnya, akun alter yang digunakan untuk mencari pasangan. Identitas diri asli sengaja disembunyikan dalam proses perkenalan hingga mereka menemukan pasangan yang potensial, kemudian mereka memutuskan waktu dan tempat untuk bertemu. Sayangnya, tidak semua hubungan yang diawali dengan pertemuan melalui akun alter berjalan mulus. Namun, banyak juga yang akhirnya berhasil.