Lihat ke Halaman Asli

Selly Mauren

TERVERIFIKASI

Penulis lepas

Digital Learning: Sejarah Singkat, Manfaat, Tantangan, dan Strategi Jitu Bagi Guru dan Pendidik

Diperbarui: 27 Mei 2024   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi situasi e-learning. Photo by Julia M Cameron from Pexels.com

Pembelajaran digital atau digital learning (e-learning)  merupakan gaya mengajar yang terbilang baru bagi guru Indonesia, sehingga mereka masih butuh adaptasi terhadap perubahan tersebut. Digital learning telah menjadi tren pendidikan yang berkembang pesat sejak pandemi. Saat ini, bahkan Universitas terbaik dunia telah menyediakan program spesialisasi Digital Learning yang diperuntukan untuk guru dan pendidik. Hal ini menunjukkan bahwa urgensi digital learning sangat diperlukan untuk mendorong sistem belajar yang ramah teknologi dan tentunya up to date dengan generasi muda.

Perbedaan generasi antara murid dan guru menjadi permasalahan utama yang membentuk ikatan antara mereka. Mempelajari dan mendekatkan diri dengan teknologi merupakan strategi jitu untuk para guru memahami kebiasaan murid yang kesehariannya sangat akrab dengan pemanfaatan teknologi. Oleh karena itu, digital learning hadir sebagai tools yang dibutuhkan guru untuk mencapai tujuan diatas.

Perkembangan Digital Learning
Sebelum masuk ke strategi mengajar, penting bagi guru dan pendidik untuk mengetahui sejarah singkat perkembangan digital learning guna memahami tujuan dari metode belajar ini. Konsep digital learning memiliki sejarah panjang sejak awal komputer CAI (Computer Assisted Instruction) ditemukan, selanjutnya disebut sebagai gelombang pertama. Pada gelombang pertama, digital learning mengalami pro dan kontra di kalangan ilmuwan dan akademisi. Ada yang menganggap bahwa fungsi dari komputer tidak hanya sekedar input data dan memberikan instruksi kepada pelajar, seperti mengerjakan kuis atau tes. Melainkan, dapat memberikan feedback ringkas mengenai perkembangan hasil belajar berdasarkan data nilai, jawaban benar-salah, topik yang dipelajari serta memprediksi kesulitan konsep pelajaran sesuai performa belajar murid.

Disisi lain, ada pula pihak yang mendebatkan konsep digital learning sebagai aliran Instructionist vs Constructionist. Ini adalah gelombang kedua dari perkembangan digital learning. Pada periode ini, mulai diperdebatkan peran guru dan komputer yang perlu dibedakan. Dimana instructionist merujuk pada peran sentral guru, berbasis keterampilan, orientasi pada hasil belajar, dan secara garis besar sistem pendidikan yang mengikuti aturan yang ditetapkan. Sedangkan, aliran constructionist menekankan murid sebagai pusat pembelajaran, mengutamakan proses belajar, interaktif, dan sistem pendidikan yang mendukung kebutuhan minat belajar murid.  

Seorang ahli bernama Papert dan koleganya meluncurkan suatu program yang diberi logo mengikuti teori belajar dari psikolog sosial, Jean Piaget yang berpendapat bahwa proses belajar adalah membangun pengetahuan, bukan sekedar instruksi. Pada tahun 1980, Papert dalam bukunya menuliskan 

"dalam situasi pendidikan kontemporer dimana anak memiliki kontak langsung terhadap komputer. Komputer bermanfaat untuk memetakkan kemampuan anak sesuai kecepatannya, menyediakan banyak latihan soal dengan level kerumitan yang sesuai, menyediakan umpan balik hasil belajar, dan memperkaya informasi. Dengan demikian, komputer akan memprogram anak pada segala usia". 

Berdasarkan sudut pandangnya, ia memiliki pemahaman bahwa anak akan mengeksplorasi diri dan lingkungan sesuai apa yang dia pikirkan melalui komputer. Pernyataan tersebut kemudian menjadi cikal bakal pendukung aliran  "instructionist dan constructionist" terus berlanjut.

Gelombang ketiga, ditandai dengan munculnya internet. Digital learning mulai berkembang dengan diadakannya kursus online atau MOOC (Massive Open Online Courses). Namun, tantangan yang muncul adalah kursus online pada saat itu sifatnya bukan wajib mata kuliah, sehingga tidak begitu berdampak pada keringanan biaya pendidikan. Baru kemudian pada tahun 2000-an saat internet lebih berkembang dan mudah diakses, Lynda Weinman dan Sal Khan (Khan Academy) membuat tren baru yaitu online lessons yang berhasil menarik perhatian banyak orang. Perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft, Google,  dan Apple juga sampai ikut merambah bersaing dalam bidang ini mengalahkan pemain lama.    

Tren online courses berlanjut hingga tahun 2012 dimana banyak investor pendidikan yang  berinvestasi. Bahkan banyak universitas profit dan non-profit bergabung membuka online course dengan tujuan meringankan biaya pendidikan. Jumlah pelajar di Amerika juga meningkat pesat hanya dalam jangka waktu satu tahun. Namun, berbanding terbalik dengan jumlah kelulusan yang hanya setengahnya. Ditambah dengan kekacauan trik marketing yang menyesatkan pelajar. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan yang memberatkan penyedia online course sehingga banyak yang mengalami kebangkrutan.

Disisi lain, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa online course terbilang unik, tetapi tidak menguntungkan murid serta pergantian metode belajar instruksi secara daring  menjadi lebih buruk dampaknya terhadap sistem pendidikan. Setelah mengalami pasang surut, tren digital learning kembali menjamur di pasar pendidikan saat pandemi. Namun, berkaca dari pengalaman lalu maka masih menjadi pekerjaan besar kepada guru dan pendidik yang menggunakan metode ini untuk meningkatkan hasil belajar dan sistem pembelajaran berbasis digital yang efektif bagi murid.

Manfaat dan Tantangan Digital Learning

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline