Beberapa tahun lalu saat berkunjung ke Jakarta, saya bertemu dengan seorang driver mobil online yang mengantar dari daerah Jakarta Timur ke Jakarta Barat.
Waktu setempat menunjukkan kira-kira pukul 5 sore. Jalanan ramai padat dengan kendaraan mobil dan motor. Akhirnya, kami memutuskan untuk lewat tol.
Dalam perjalanan, saya berbincang-bincang ringan dengan driver.
Ia bertanya tujuan kedatangan saya ke Jakarta.
Singkat cerita, beliau menanyakan latar belakang pendidikan dan pekerjaan saya.
Saat mengetahui saya berkecimpung dalam bidang psikologi, segudang pertanyaan pun keluar.
Beliau curhat mengenai kesemerawutan emosinya saat terjebak macet.
"Saya bisa berjam jam kejebak macet dan ga jalan sama sekali mobilnya. Saya juga mudah tersulut emosi kalau diklaksonin sama kendaraan lain dari belakang", kira-kira begitu katanya yang masih saya ingat.
Beberapa kali beliau sempat berkata kasar dan volume suaranya meninggi. Kondisi jalanan saat itu yang saling menghimpit dan berebut saling salib membuat saya khawatir. "Baru sehari di Jakarta, saya kecipratan stres driver di jalanan ibukota", kata saya dalam hati.
"Gimana ya caranya Mbak biar saya ga emosi terus di jalanan?", pertanyaan selanjutnya yang ia lontarkan.