Lihat ke Halaman Asli

Selly Mauren

TERVERIFIKASI

Penulis lepas

Krisis Empati di Era Masyarakat Digital

Diperbarui: 25 Oktober 2023   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Polina Zimmerman: https://www.pexels.com/photo/woman-comforting-friend-3958470/ 

Sudahkah anda melihat berita seorang Ibu hamil yang mengalami keguguran setelah emosional dalam kereta? 

Kejadian tidak menyenangkan baru saja menimpa seorang Ibu hamil yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di transportasi umum. Kejadian viral tersebut bukan yang pertama kalinya terjadi. Attitude mengambil video/foto orang lain seenaknya tanpa izin dan mengunggahnya ke sosial media merupakan tindakan yang mengganggu bahkan mengancam privasi orang lain. Sangat diharapkan attitude ini tidak berubah menjadi kebiasaan masyarakat kita. Dari kejadian tersebut juga sangat disayangkan bahwa empati dan simpati dalam masyarakat masih menjadi masalah serius.

Dikutip dari KBBI, empati dan simpati memiliki perbedaan yang signifikan. Apakah kompasianer tahu perbedaannya? 

Simpati adalah keterlibatan emosi seperti rasa kasihan kepada seseorang meskipun belum pernah mengalami hal yang sama. Sedangkan, empati adalah keterlibatan pikiran dan perasaan jika kejadian yang sama menimpa dirinya.  

Memiliki empati dalam diri memungkinkan kita untuk tidak dengan mudahnya menghakimi orang lain. Empati membantu kita meninjau kembali hal yang boleh dan tidak boleh disampaikan. Empati mengarahkan kita untuk berperilaku lebih manusiawi terhadap sesama. Empati membedakan kita sebagai ciptaan yang memiliki hati nurani. 

Kebebasan bersuara menyampaikan pendapat di era digital melalui peran sosial media. Tidak hanya berdampak positif untuk perubahan, tetapi juga menumpulkan kemampuan masyarakat kita berempati. Sebut saja kasus cyberbullying, ujaran kebencian, dan perang komentar sudah banyak terjadi bahkan untuk anak-anak dibawah umur. Oleh karena itu, tidak bosan-bosannya selalu mengingatkan pentingnya orangtua mengawasi dan mengatur screen time pada anak-anaknya. 

Saya setuju bahwa sosial media menjadi wadah bagi masyarakat menyuarakan pendapat. Namun, sebagian besar masyarakat belum terlatih bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan baik dan benar. 

Sosial media dijadikan sebagai ajang debat oleh netizen yang sibuk membuktikan bahwa opininya paling benar. Ada juga netizen yang memposisikan diri senetral mungkin dan menawarkan pandangannya dari sisi berbagai pihak yang terlibat. Saya sangat mengapresiasi netizen yang berpikir demikian.

Disisi lain ada pula kebiasaan netizen yang gampang menilai kehidupan orang lain berdasarkan postingan. Gampang terjebak memberikan komentar seenaknya tanpa mencari info lebih lanjut tentang konteks permasalahan. Mudah tersulut emosi akibat provokasi media massa hingga mengganggu keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.  

Lalu, apakah berempati itu berarti selalu berada di tengah untuk main aman? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline