Lihat ke Halaman Asli

Selly Mauren

TERVERIFIKASI

Penulis lepas

Perdebatan Parenting yang Tidak Ada Akhirnya

Diperbarui: 7 September 2023   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dari instagram @indipriw

Gaya pola asuh yang diterapkan oleh orangtua, tentunya berbeda satu dengan yang lain. Antara Suami dan Istri dengan latar belakang pengasuhan berbeda sejak kecil, juga turut berpengaruh pada perbedaan pola asuh yang diterapkan terhadap anak-anak. 

Prinsip pola asuh adalah menjadi contoh yang baik bagi anak. Kasarnya, jika Anda sebagai orangtua ingin agar anak Anda bertumbuh menjadi pribadi yang baik, evaluasi kembali diri Anda. Hal ini dikarenakan orangtua adalah role model dan guru karakter terbaik bagi anak. 

Pola asuh yang diterapkan kepada anak Anda tidak harus sama dengan Nikita Willy atau artis lain meskipun mereka bisa dijadikan contoh. Namun, perlu digarisbawahi bahwa tantangan mengasuh anak berbeda bagi setiap orangtua karena bergantung pada karakter anak masing-masing. Pengalaman saya selama kurang lebih lima tahun menjadi guru lower elementary (kelas 1-3 SD) sangat terasa lelah-letihnya mendidik murid yang hanya beberapa jam di sekolah. Tidak terbayang oleh saya bagaimana orangtua di rumah yang berhadapan langsung dengan anak-anak dari pagi hingga malam. 

Banyak ilmu parenting yang bermunculan tentang bagaimana seharusnya orangtua mendidik anak. Dari yang saya pelajari dan telah saya terapkan adalah membuat anak merasa aman dan nyaman terlebih dahulu. Ibarat masa PDKT dengan pasangan, sebelum bisa jatuh cinta harus merasa nyaman dulu kan? Nah, kurang lebih hal yang sama juga bisa orangtua terapkan dalam parenting

Saya setuju bahwa tidak semua parenting dengan cara halus akan berhasil. “Anak saya terlalu pintar, Miss, untuk dibaik-baikin. Semakin dibaikin malah ngelunjak.” Terlibat langsung dalam pendidikan anak membantu saya lebih memahami posisi orangtua yang merasa serbasalah dengan cara parenting-nya. Biasanya mereka akan puas ketika anak berperilaku sesuai dengan yang orangtua harapkan. Karena pendapat mereka sebagai orangtua adalah “saya tahu apa yang terbaik bagi anak saya”. Tidak salah, tapi juga tidak benar. Mengapa? 

Saya punya beberapa alasan untuk menjawab ini berdasarkan pengalaman saya: 

Pertama, anak usia SD (sekitar 6 tahun) sudah punya pendapat dan penilaiannya sendiri terhadap sesuatu yang perlu dipertimbangkan oleh orang dewasa. 

Kedua, anak pada usia tersebut membutuhkan ruang untuk mengekspresikan dirinya. Hal ini berdampak pada peningkatan rasa percaya diri dan motivasi belajar di sekolah. 

Ketiga, tidak ada salahnya membiarkan mereka melakukan banyak kesalahan dan belajar dari proses tersebut.  Sebagian besar orangtua yang saya temui terlalu melindungi anaknya yang sedang bereksplorasi. Akibatnya, anak menjadi mudah takut dan cemas saat bersosialisasi di sekolah. 

Keempat, orangtua perlu bersikap tegas supaya anak segan, bukan takut. Menurut saya, menjadi orang dewasa yang tegas lebih efektif membuat anak menghormati dan mendengarkan kita. Khusus poin ini, saya terapkan menggunakan strategi konsekuensi perjanjian mengenai perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama anak berada di lingkungan sekolah. Selama ini, saya pun mengalami masa di mana hanya mendapatkan larangan dan tidak diberi tahu mengenai apa yang boleh dilakukan. Contoh aplikasinya adalah; kamu boleh bermain bola di lapangan saat jam istirahat. Tidak boleh dimainkan dalam kelas karena mengganggu teman-teman yang lain.  Jika suatu saat murid diperbolehkan bermain di dalam kelas, perlu diberikan syarat pengecualian yang jelas. Misalnya, karena di luar sedang hujan kalian boleh main bola di dalam kelas selama 30 menit saja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline