Lihat ke Halaman Asli

what a traffic jam!!

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Pertama kali yang muncul di pikiran saya tentang Semarang yaitu, cuacanya panas. Adaptasi di kota Semarang lumayan mudah saya lakukan. Awalnya lancar saja ketika melewati beberapa ruas jalan menuju kampus saat acara Penerimaan Mahasiswa Baru 2010. Macet pun wajar terjadi karena begitu banyak bahkan sampai ribuan jumlahnya. Saya berpikir ini masih wajar. Image saya tentang Semarang belum berubah.

Semarang merupakan salah satu kota besar. Saya kuliah di wilayah Semarang atas atau Tembalang yang hawanya masih sejuk jika dibandingkan dengan Semarang bawah. Pernah suatu ketika saya jalan-jalan ke bawah. Wah, ramenya bukan main. Disitu seolah saya seperti becak yang berlomba dengan banyak motor balap. Saya bukan pengendara motor yang menggunakan kecepatan di atas 60km/jam. Bagi saya 60km/jam itu maksimal. Pernah sampai 80km/jam, itupun kalau jalannya sepi atau tidak banyak kendaraan. Saya kaget ketika melihat jalanan yang padat dengan kendaraan. Bahkan bus besar dan truk ikut memadati jalanan.

Disitu saya seolah dituntut untuk berkendara cepat, bisa atau tidak bisa, mau atau tidak mau. Medan yang naik turun dan berliku-liku membuat saya ngeri apalagi saya memboncengkan teman saya. Ketika saya akan jalan-jalan ke Java Mall, saya berangkat bersama teman-teman. Saya sangat berhati-hati mengendarai motor apalagi saat tanjakan atau turunan. Rem kaki bisa sampai aus kalau terus menerus diinjak untuk menahan laju kendaraan. Hal yang sering kita dengar yaitu macet bisa sampai sepanjang 3km dan sebagainya. Disinilah sebenarnya kesabaran seseorang diuji. Jika mereka tidak sabar mereka pasti akan menyerobot atau memotong jalan yang bisa makin memperparah macet.

Macet juga biasa dijadikan headline di beberapa media massa seperti televisi, koran atau artikel lainnya. Sampai-sampai kita jengah dengan adanya persoalan tersebut tanpa adanya tindakan preventif dari Pemerintah maupun masyarakatnya sendiri. Beberapa kali dikatakan bahwa Pemerintah menjanjikan perealisasian program penanggulangan kemacetan tapi sampai saat ini kita belum melihat realisasi dari tindakan Pemerintah. Intinya, masyarakat membutuhkan bukti.

Betapa takjubnya saya ketika melihat bahwa ternyata Semarang tak kalah macetnya dengan kota besar lainnya seperti Jakarta dan Jogjakarta. Ketika mendengar nama Semarang, dalam hati saya terbersit bahwa Semarang merupakan kota yang anteng , terhindar dari hal-hal ricuh seperti halnya Jakarta.

Tetapi Semarang berkata lain. Ternyata anggapan saya tentang Semarang adalah salah. Bahwa Semarang ternyata sering macet apalagi jika pagi hari saat dimana semua anak-anak, mahasiswa bahkan orangtua saling berebut jalan untuk mencapai tempat tujuan. Tak jarang sering terjadi kecelakaan yang bisa saja ikut mendongkrak angka kematian per tahunnya. Jika langit sudah mendung atau cuaca terasa dingin (berbeda dengan sebelumnya) maka siapkanlah mantel di jok motor Anda. Karena apabila hujan dan Anda sedang terjebak macet,Anda tidak perlu panik untuk berteduh atau mondar-mandir mencari mantel.

Saya memberikan permisalan sebagai berikut:

Dalam 1 kelurahan terdapat sekitar 10 RW. Setiap RW terdiri dari 12 RT. Dalam satu RT terdiri dari 50 KK. Data ini hanya sebagai permisalan, banyak atau sedikitnya jumlah warga tergantung pada luas wilayah/daerah.

Jika dihitung: 10x12x50 = 600warga.

Dalam suatu kehidupan pastilah ada regenerasi. Setiap tahun sekolah-sekolah pasti mengadakan penerimaan siswa baru. Motor merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang aktivitas seseorang. Jika dalam satu keluarga beranggotakan 5 orang, maka setidaknya dibutuhkan motor sebanyak 3 buah. Jika dalam satu 600warga x 3motor = 1800 motor. Angka penambahan jumlah kendaraan bisa terus bertambah setiap tahun. Hal inilah yang sebenarnya juga merupakan satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kemacetan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, kemacetan bisa terjadi karena banyak hal diantaranya penambahan angka kelahiran setiap tahunnya yang ikut mendongkrak angka penambahan jumlah kendaraan bermotor. Faktor lingkungan juga ikut berperan serta, semisal daerah tersebut gersang dan terletak di dataran rendah maka rawan banjir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline