Griya Melati, sebuah lingkungan perumahan yang jauh dari kesan mewah. Dari namanya yang mengambil nama bunga melati, perumahan ini memang diisi oleh bangunan-bangunan mungil. Jumlah KK yang mendiami perumahan ini tak lebih dari 230 KK. Namun walaupun kecil dalam jumlah, kecintaan dan kepedulian warga Griya Melati terhadap lingkungan sangat besar. [caption id="attachment_75203" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan masuk perumahan Griya Melati."][/caption] Awal dari wujud kecintaan ini adalah sebuah ide yang sangat sederhana, yaitu bagaimana sampah yang sudah dibuang warga tidak perlu diangkut oleh dinas kebersihan kota untuk ditimbun di tempat pembuangan akhirnya. Truk sampah yang masuk ke lingkungan perumahan sebanyak 2 minggu sekali sangat mengganggu warga terutama dari aromanya yang aduhai. Selain itu, truk pengangkut sampah hanya mengangkut sampah yang berasal dari sampah rumah tangga. Sampah berupa puing kayu, sampah kebun dan furniture yang tak terpakai tidak akan diangkut kecuali diberi tambahan biaya angkut. Hal ini menjadi masalah, karena di tempat pembuangan akhir kemudian sampah semakin menggunung menciptakan pemandangan yang kurang sedap. [caption id="attachment_75219" align="aligncenter" width="300" caption="Proses kegiatan pembuatan kompos Griya Melati."][/caption] Ide sederhana tadi ternyata menuntut pengorbanan dan kerja keras. Seorang warga menggagas dengan membiayai sendiri, mengembangkan tempat pembuangan sampah akhir warga menjadi sebuah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat untuk membuat kompos. Adalah Tri Bangun Laksono (warga lebih mengenal beliau dengan sebutan Pak Sony) seorang Asisten Deputi Bidang Pencemaran Limbah Domestik-Kementrian Lingkungan Hidup, yang pada tahun 2004 mulai mewujudkan gagasannya. Barangkali bagi beliau hal tersebut biasa dilakukan dalam melaksanakan apa yang menjadi pekerjaannya sehari-hari, yaitu mengatasi sampah domestik di seluruh Indonesia. Namun sebiasa apapun itu, seluruh warga sangat menghargai usaha beliau yang dilakukan pada saat awal merintis, mengajak dan membuka kesadaran warga atas ancaman sampah terhadap lingkungan. [caption id="attachment_75210" align="alignright" width="300" caption="Pak Sony (paling kanan) saat mengadakan kegiatan bersepeda ke Gunung Mas."][/caption] Pak Sony, seorang asisten Menteri yang dengan tenaga dan pikirannya mau terjun langsung mengajak seluruh warga untuk mengendalikan sampah yang terlanjur dianggap sampah. Ajakan beliau semakin menggaung ketika beliau dengan segala kerendahan hatinya mau menerima jabatan RW di lingkungan kami. Sosialisasi dilakukan melalui berbagai kegiatan warga, mulai dari arisan ibu-ibu, kegiatan bersepeda yang menjadi kegiatan mingguan bapak-bapak, sampai ke kegiatan pengajian di mesjid kami, Mesjid Nurul Ikhsan. Himbauannya adalah untuk memisahkan sampah organik dan anorganik serta gerakan 4R (Reduce, Reuse, Recycle and Replace). Akhirnya setelah sekian lama, himbauan ini seakan telah melekat di hati seluruh warga. Sampai hari ini, warga Griya Melati sudah dapat mengolah 70% sampah rumah tangga untukdijadikan kompos dan kerajinan daur ulang. 70% dengan hitungan dari 23 gerobak sampah yang dihasilkan warga dan lingkungan berupa sampah rumah tangga, limbah rumput dan tanaman dari taman perumahan perminggunya, hanya 7 gerobak yang 'terpaksa' kami buang ke tempat pembuangan sampah akhir karena tidak dapat didaur ulang seperti limbah popok bayi (diapers). Pembuatan kompos yang kami lakukan menggunakan teknologi yang sangat sederhana, bahkan bisa dikatakan tidak menggunakan teknologi sama sekali karena seluruhnya dikerjakan secara manual. Kompos yang kami kelola mempekerjakan 5 orang tenaga kebersihan, berhasil memberi tambahan kas warga yang seluruhnya dipergunakan sebagai tambahan penghasilan mereka ditambah dengan para security yang ikut memasarkan kompos Griya Melati tepat di pintu gerbang perumahan. Selain mengolah sampah organik, sampah anorganik yang mempunyai nilai jual seperti ember bekas, botol minuman kemasan, menjadi hak para tenaga kebersihan yang akan diambil sendiri oleh pengumpul. Sampah Styrofoam kami olah untuk dijadikan media tanam berupa pot. Selain kuat, pot ini lebih ringan daripada pot yang berbahan baku tanah liat. [caption id="attachment_75199" align="alignleft" width="290" caption="Pameran kerajinan daur ulang Griya Melati."][/caption] Selain tenaga kebersihan yang terjun langsung dalam pembuatan kompos, seluruh warga melaksanakan perannya dalam menanggulangi sampah. Pak Ponirat, pensiunan fire-rescue DKI Jakarta, yang selama masa bhaktinya berusaha menyelamatkan jiwa orang lain dari ganasnya api, dalam masa pensiunnya beliau tetap menjadi penyelamat lingkungan dengan memberi informasi bagi setiap tamu yang berkunjung ke rumah kompos kami. Ibu Sarmila, yang dengan tangan dan fikirannya yang kreatif, berusaha mendaur ulang sampah menjadi produk yang dapat digunakan kembali. Para dosen yang seringkali mendapat undangan entah sebagai dosen tamu atau pembicara di seminar-seminar, meluangkan waktu 5-10 menit untuk khusus memperkenalkan perumahan Griya Melati sebagai masyarakat yang sadar lingkungan. Setiap warga yang mempunyai akses internet (RTRW-net) secara aktif mempromosikan setiap kegiatan melalui Blog atau melalui situs jejaring sosial, bahkan kami mempunyai website yang dapat diakses secara bebas (http://www.griyamelati.net/versi2/). Kegiatan bersepeda warga juga ikut mempromosikan nama 'Griya Melati' sebagai suatu komunitas dan membawa serta produk daur ulang di masing-masing sepeda. [caption id="attachment_75218" align="alignright" width="300" caption="Media tanam "]Saat saya mengajak murid-murid berkunjung ke rumah kompos. Pak Pon (tengah) sebagai narasumber dan Inen (belakang) salah satu tenaga kebersihan. Sementara saya yang seorang guru di sebuah SMP Negeri sebisa mungkin menggugah kesadaran anak didik saya dengan memperkenalkan produk daur ulang yang dapat dipakai sebagai perlengkapan sekolah yang mempunyai keunggulan berbahan kuat dan mempunyai aroma yang wangi karena terbuat dari bahan bekas refill produk pelembut dan pewangi pakaian. Setelah kenal dengan produknya, saya bawa anak-anak berkunjung ke tempat pengolahan sampah kami. Misi kami sekedar untuk menggugah kesadaran anak-anak sedini mungkin supaya tidak membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga kebersihan di lingkungannya. Usaha bahu-membahu dan tak kenal lelah seluruh komponen masyarakat Griya Melati ini menghasilkan buah yang manis. Selain perumahan kami banyak dikunjungi untuk dijadikan contoh pengolahan sampah komunitas perumahan, usaha kami juga dihargai oleh Pemerintah Kota Bogor dengan dinobatkannya Perumahan Griya Melati sebagai RW terbaik se-kota Bogor dalam pengolahan sampah warga. Artinya, semakin banyak orang mengenal kami, kami harap semakin banyak pula yang tergugah untuk kemudian mengupayakan pengolahan sampah seperti yang kami lakukan atau bahkan lebih baik lagi. Jadi jika kemudian memelesetkan kompAsiana menjadi kompOsiana, saya hanya ingin menunjukkan bahwa terdapat komunitas pecinta lingkungan yang menghasilkan kompos di Perumahan Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Dengan segala kerendahan hati mudah-mudahan dapat diterima. [/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H