Lihat ke Halaman Asli

seliantizahra

Universitas Muhammadiyah Malang

Dinamika Sosial Budaya Tradisi Kumpul Kope Di Manggarai

Diperbarui: 23 Desember 2024   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Indonesia adalah negara yang dengan banyaknya keragaman budaya dan adat istiadat, mulai Sabang sampai Merauke. Masyarakat Indonesia memiliki multikultural dengan perbedaan etnis, agama, ras, dan kelompok yang meningkatkan keragaman nasional. Setiap daerah memiliki keunikan budayanya masing-masing yang lain saling melengkapi dan dapat menjaga eksistensi budaya tersebut. Hal ini membuktikan bahwa segala bentuk Masyarakat yang dapat dikategorikan secara sederhana, terdapat banyak sistem nilai budaya (cultural value) yang sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.

Indonesia yang kaya budaya terdiri dari sejumlah besar orang, budaya dan peradaban (Mulder, 2001:47). Kebudayaan sebagai sarana pemersatu, terkadang sebagai sarana pengatur, membuka kemungkinan kemerosotan di berbagai bidang kehidupan seperti moral dan etika, dan kebudayaan menjadi kontrol perilaku sosial. Keragaman budaya Indonesia yang berbeda suku, dan adat istiadat merupakan kekayaan budaya yang perlu dikelola dengan baik. Bukan hanya budaya ini yang kendalikan, tetapi yang lebih penting harus dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut agar menjadi positif dalam perkembangannya. Di Indonesia, masih banyak budaya yang belum dilestarikan dan dikembangkan, karena beberapa di antaranya sudah mulai merosot dari identitas budaya aslinya.

Setiap daerah mempunyai kebudayaan yang tersebut berbeda-beda dimana kebudayaan telah menjadi ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya, dan merupakan warisan dari nenek moyang mereka secara turun temurun. Kebudayaan daerah Indonesia yang beraneka ragam menjadi kebanggaan sekaligus tantangan untuk mepertahankan serta mewariskan kepada generasi selanjutnya. Kebudayaan yang merupakan hasil dari warisan oleh para luhur berabad-abad yang lalu merupakan unsur penting yang harus di resapi, di hayati dan di lestarikan sebagai pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara bagi masyarakat Indonesia. Manggarai adalah salah satu daerah di Indonesia Timur yang memiliki budaya tersendiri. Salah satu budaya atau tradisi Manggarai yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat hingga saat ini adalah kumpul kope. Tradisi atau kebudayaan yang lazim di lakukan oleh masyarakat di Kabupaten Manggarai, salah satunya yaitu tradisi kumpul kope dalam mepersiapkan perkawinan anak laki-laki.

Tradisi Kumpul Kope yang diadakan sebagai bentuk solidaritas sosial pada Masyarakat. Faktor yang mempengaruhi Kumpul Kope adalah tingginya harga belis (uang panai) dalam perkawinan, dan keinginan untuk mempererat tali persaudaraan antar anggota. Sehingga masyarakat di tempat tersebut sangat menjunjung tinggi tradisi Kumpul Kope.

Solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, sebagai anggota kelas yang sama. Atau bisa di artikan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang di bentuk oleh kepentingan bersama. Solidaritas memiliki arti integrasi, tingkat dan jenis integrasi, ditunjukan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetanga mereka. Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat, hubungan sosial bahwa orang-oarang mengikat satu sama lain. Rasa Solidaritas akan muncul dengan sendirinya ketika manusia yang satu dengan yang lainya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Misalnya salah satunya di Manggarai namanya Paca atau Beli Dalam Mas perkawinan Adat Sistem Masyarakat Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur. Maka dari itu, rasa solidaritas sangat penting untuk di bangun oleh individu dengan individu yang lainnya atau kelompok tertentu dengan kelompok yang lainnya. Karena dengan adanya solidaritas, kita dapat bersatu dalam hal mewujudkan sesuatu secara bersama-sama melalui organisasi sosial Kabupaten Manggarai adalah salah satu bagian dari wilayah Nusa Tenggara Timur yang berada di Pulau Flores. Masyarakat Manggarai mempunyai adat dan budaya yang beraneka ragam serta kehidupan sosial masih di utamakan dalam menjalankan kehidupan dan merupakan pandangan hidup masyarakat etnis manggarai. Yang Kehidupan masih tergantung yang satu dengan individu yang lainnya. Dalam kaitan ini di daerah Manggarai, Flores, NTT dikenal adanya suatu budaya Paca atau Belis adalah Mas kawin yang di mana orang tua mempelai wanita menganggap bahwa mereka sudah melahirkan dan membiayai hidup anaknya sampai tamat sekolah atau perguruan tinggi, maka dari itu sebagai balas jasa atau imbalannya si laki-laki atau atarona wajib membayar Paca atau Belis kepada pihak keluarga perempuan. Dengan adanya Budaya Paca atau belis maka, bentuklah sebuah Perkumpulan Kumpul Kope kelurga laki-laki sebuah bentuk solidaritas sosial yang di lakukan oleh masyarakat Manggarai untuk meningkatkan kesejahteraan hidup bersama melalui cara bergotong royong mengumpulkan dana persiapan perkawinan anak laki-laki. atau dengan istilah Manggarai (tae laki) ini masih pada tingkat persiapan awal/upaya-upaya awal kelurga pihak laki-laki yang hendak kawin (kudut kaeng kilo) Penginisiatif musyawarah tersebut adalah keluarga/ orang tua kandung kelurga calon mempelai laki-laki bersama anggota kelurga kerabat patrilinealnya (wa'u/asekae). Selanjutnya mereka mendekati kelurga kerabat tetangga (pa'ang ngaung), dan anggota hubungan kekerabatan karena kenalan dekat (Hae reba) pokok pembicaraan pada saat perkumpulan bantang kope yaitu bermusyawarah bersama menyangkut berapa besar dana yang akan disiapkan, baik secara kolektif maupun secara individu. Kemudian di tentukan juga kapan hari pelaksaan kumpul kope tersebut. Solidaritas dalam sebuah organisasi sangat di butuhkan, karena agar bisa menjalin kerja sama yang baik untuk bisa mempertahankan suatu organisasi tersebut. Karena dalam suatu organisasi kalau satu anggota ataupun kelompok tidak solid maka tidak akan bisa mempertahankan suatu komunitasnya ataupun organisasi tersebut.

Dalam hal ini manusia akan selalu membutuhkan bantuan orang lain yang merupakan kerjasama dengan manusia lain yang tergabung dalam suatu kehidupan masyarakat sedangkan manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain, oleh karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisai. Bersosialisasi disini berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya dengan maksud manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Potensi dalam diri manusia hanya dapat berkembang bila ia hidup dan belajar bersama manusia lainnya (Fian Assan, 2019).

Tradisi berasal dari bahasa Latin yaitu "Traditio" yang artinya diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah diteruskan adanya informasi yang dari generasi generasi berikutnya, baik lisan ke maupun tulisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisda pat punah. (Agustina, 2013: 8). Tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yamg berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum di hancurkan, di rusak, di buang atau di lupakan. Dalam hal ini tradisi berarti suatu warisan, apa yang benar benar tersisa dari masa lalu. (Ridwan Sigit, 2017:113). Secara sederhana, nilai sosial dapat diartikan sebagai sesuatu yang baik, diinginkan, diharapkan, dan diangap penting oleh masyarakat. Hal-hal tersebut menjadi acuan warga masyarakat dalam bertindak. Pengertian nilai sosial menurut beberapa parah ahli sosiologi adalah sebagai berikut: Koentjaraningrat, mengartikan nilai sosial sebagai konsepsi konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal- hal yang harus mereka anggap amat penting dalam hidup. Sedangkan menurut Horton dan Hunt, menyatakan bahwa nilai adalah gagasan gagasan yang menjelaskan mengenai apakah suatu tindakan dapat dikatakan penting atau tidak penting. (Elly M. Setiadi dkk, 2015: 123). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Nilai sosial adalah asumsi yang abstrak mengenai sesuatu yang baik, Benar, dan dianggap penting bagi kalangan masyarakat, serta gambaran tentang apa yang diinginkan, apa yang pantas, yang bisa mempengaruhi tingkah laku orang yang memiliki nilai tersebut.

Secara etimologi kumpul kope berasal dari dua kata bahasa Manggara yaitu kumpul, artinya kumpul, berkumpul, menghimpun dan kope, artinya Parang secara harfiah kumpul kope ialah mengumpulkan parang-parang, namun arti sebenarnya lebih dari yang harfiah yaitu pengumpulan dana untuk persiapan pernikahan dan membayar belis dalam nuansa persaudaraan dan penuh cinta. Penekanan utama kumpul kop e terdapat pada kata kope (parang). Kope yang berati parang ialah kiasan jenis kelamin laki laki/pria, atau pengumpulan dana. Kumpul kope adalah persatuan laki-laki untuk mengumpulkan dana dalam rangka persiapan perkawinan anak laki-laki (tae laki) (Nggoro, 2006: 86). Kumpul Kope mempunyai makna cukup luas dan dalam bagi kalangan laki-laki, yakni dalam rangka mempersiapkan diri secara matang dan bijaksana. Kumpul kope bermakna persiapan diri baik-baik, secara matang, dan pengumpulan dana yang cukup guna terlaksananya acara peminangan terhadap si gadis. Dalam menghadapi persiapan peminangan perempuan (ngo rei wina/ngo rei ine wai) pasti butuh persiapan yang meliputi: persiapan mental laki-laki yang mau melamar, persiapan dana yang cukup, persiapan waktu, tenaga dan lain-lain.

Kumpul Kope adalah berkumpulnya para pemuda yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan untuk mendukung saudara, sehabat mereka yang ingin menikah. Jadi kumpul kope merupakan pengumpulan dana atas dasar persatuan, kekeluargaan. Kumpul kope ini melibatkan keluarga kandung, (hae weki) para tetangga, (pa,ang olo ngaung musi) teman, sehabat, dan kenalan (hae reba). Dalam acara kumpul kope ini yang terlibat hanyalah laki-laki saja.

Perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status dari oleh orang lain. Perkawinan erupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Sebagaimana di kemuakakan oleh Horton dan Hunt, perkawinan adalah pola sosial yang disetujui dengan cara, dimana dua orang atau lebih membentuk keluarga (Elly M. Setiadi, dkk, 2015: 304). Menurut pasal (1) Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Trusto Subekti, 2010: 333) Perkawinan dalam tradisi kehidupan sosial orang Nusa Tenggara Timur umumnya menganut sistem genealogis patrilineal (mengikuti garis keturunan ayah) dan disempurnakan oleh ritual berupa belis (material) yang wajib dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki berdasarkan kesepakatan kedua keluarga mempelai. Bagi masyarakat Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur khususnya masyarakat Mangarai, perkawinan menjadi hal yang sangat penting dalam praktek kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan masyarakat Manggarai upacara perkawinan menjadi suatu hal yang wajib guna untuk mendapatkan restu bagi orang yang ingin hidup berkeluarga. Tradisi, istilah, makna, serta tujuan dari prkawinan pada umumnya sama dalam kehidupan masyarakat di dunia ini, tapi yang berbeda terdapat dalam proses ritual yang ada dalam perkawinan tersebut. Pada masyarakat Manggarai upacara perkawinan tersebut terdapat berbagai upacara di dalamnya seperti tukar kila (cincin). pentang pitak, paca, dan lain-lain. Paca atau sering disebut belis dalam kebudayaan Manggarai merupakan sesuatu hal yang wajib dalam upacara perkawinan, dan merupakan tradisi yang turun temurun yang di lakukan masyarakat Manggarai ketika melakukan perkawinan. Dalam upacara paca ini di tandai dengan penyerahan mas kawin berupa binatang dan uang oleh keluarga anak wina (keluarga laki laki) kepada keluaraga anak rona (keluarga perempuan). Jumlah nilai paca atau belis ini di tentukan oleh keluarga anak rona (keluarga perempuan). Dalam paca ini terdapat adanya penukaran antara perempuan.

Perubahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Semua manusia akan mengalami perubahan baik yang bersifat lambat maupun cepat. Sudah menjadi takdir bahwa setiap masyarakat manusia yang hidup di dunia ini pasti memiliki dinamika perubahan-perubahan tertentu pada dirinya yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Selanjutnya, "perubahan sosial budaya lazimnya dimulai dari infrastruktur material seperti ekonomi, teknologi, budaya" (Sanderson, 2000:65). contohnya dalam Masyarakat Manggarai yang di mana dahulunya Paca atau Belis tidak menjadi suatu patokan yang harus di bayar dengan maskawin yang lebih mahal. Namun dengan perkembangan zaman modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan seseorang menyebabkan terjadinya perubahan pada Belis atau Paca. Sehingga dengan demikian keluarga si laki-laki yang ada di Manggarai untuk memenuhi semua tuntutan Belis atau Paca pada si wanita tidak bisa terlepas dari kehidupan Solidaritas atau bergotong royong antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Disini mereka membentuk suatu Bentuk Perkumpulan Kumpul Kope.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline