Lihat ke Halaman Asli

Selfanny Meilania

Pelajar - Siswi SMA Plus Ar-Rahmat

'Memaknainya 06'

Diperbarui: 22 Oktober 2024   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

iStock

SENIN, 21 OKTOBER 2024

Sekiranya.. Sudah tiga kali matahari terbenam hanya untuk melihat sesosok anak adam yang teronggok. Punggungnya hanya disandarkan pada pohon, tangannya yang diborgol hanya memainkan garis-garis pohon yang disandari, sedangkan kakinya dibiarkan terselonjor mengenai tanah yang becek. Kulit-kulitnya yang tipis beberapa kali diciumi nyamuk, bibirnya yang kering beberapa kali dibasahi oleh cipratan air daun.

"Makan!" Sesosok anak adam yang lain datang. Badannya besar dengan khas mukanya yang sangar. Tangannya yang berjejak darah menyodorkan sepiring nasi kuning dengan dua potong ayam goreng, membuat siapa pun yang melihatnya akan merasakan perutnya menadah-nadah minta disuapi.

Nawan tak bergerak dari tempatnya, ia bahkan memalingkan wajahnya pada cacing-cacing di tanah. Jijik, dia hanya akan menyuapi mulutnya dengan makanan yang baik. Bukan makanan yang tiap butir nasinya terkristal tangisan rakyat.

"Bebal! Makan saja banyak maunya!"

"Pura-pura teguh iman dia. Manalah kita tahu perutnya sudah teriak Nawan makan saja Nawan, baik kita telan makanan yang lezat itu daripada mati. Sudah begitu matinya malah tak guna apa-apa."

Mereka tertawa, mengejek-ejeknya. Tapi, tiga suara itu terdengar baru di telinganya. Nawan baru menyadari ada lebih banyak orang dari dua hari kemarin. Hinggaplah kemungkinan-kemungkinan yang membuatnya semakin bergejolak. Sudahkah waktunya?

Binatang-binatang ini pasti akan membinasakan tangkapannya. Boleh jadi.. Leher-leher yang semula tergantung keteguhan untuk sejahtera akan berganti menjadi kerangkeng api. Kerangkeng yang membinasakan setiap nilai-nilai luhur yang tergenggam erat.

"Tur, ga ngerti sekali kamu dengan maksudnya. Dia itu ingin makan cacing! Sejak tadi lihatnya cacing terus!" Tanggapan itu dengan cepat dibalas senyum oleh Guntur. Dilihatnya si Badan Besar dengan tatapan yang penuh perintah.

Nawan sedikit tersentak saat rambut keritingnya dicengkeram oleh si Badan Besar. Mulutnya dibuka paksa, ia terlalu lemah untuk mengatupkan bibirnya, terlalu tak bertenaga hanya untuk sekedar menggelengkan kepalanya. Maka cacing-cacing tanah itu masuk, cacing-cacing itu menggeliat dalam mulutnya, menggerakkan tubuhnya dengan cepat, lalu berteriak dengan mulut tertutup saat gigi Nawan mengunyahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline