Waktu yang selalu ditunggu
Kesempatan yang selalu diharapkan terulang setiap tahun
Berjabat tangan, berbincang dalam kedekatan tanpa pembatas jarak
"Mudik" atau "Pulang Ke Kampung Halaman", menjadi moment yang ditunggu pada hari raya, termasuk saya dan keluarga. Waktu yang selalu ditunggu setiap dua tahun sekali. Kesempatan yang kami doakan dan harapkan dapat selalu berkumpul bersama, dan senantiasa sehat.
Moment mudik merupakan kesempatan untuk bersilaturahmi mengantarkan para orang tua kami menemui "sedulur -- sedulurnya", atau berkunjung ke rumah pakde kami. Lalu menyambung tali silaturahmi anak -- anaknya, cucu -- cucunya, yang selama dua tahun atau lebih belum pernah bertemu. Kesempatan meng-update informasi "Anakmu saiki wis piro Nduk?", "ealah, wis kelas piro Lee", "Bude sapi nya udah beranak berapa?", "Koe wis nemu jodone durung?", sampai pertanyaan jahil "masih betah koe Le menyendiri? Mau Mbokde cariin jodoh disini?"..
Jangan kesal yaa dengan pertanyan -- pertanyaan diatas, karena kan ketemu juga cuma tiap beberapa tahun, pokoknya yang jomblo dilarang baper saat moment mudik! Hihiii
"Barang siapa yang dilapangkan rezekinya dan diperpanjangkan umurnya, hendaklah ia menghubungkan tali kekerabatan" HR Bukhori
Yaaa....Menurut mbak saya, arti mudik di keluarga itu adalah kita niatkan untuk mengantarkan orang tua kita bisa berjumpa dengan kakak dan adiknya dan juga mengakrabkan diri sesama keluarga. Bapak saya memiliki empat saudara kandung, begitu mereka dewasa, mereka memilih jalan hidup masing -- masing, tiga merantau di Jabodetabek termasuk Bapak saya, satu orang tetap tinggal di Boyolali menemani mbah saya saat masih hidup, dan satu yang paling tua memilih merantau di Banyuwangi. Sejak remaja mereka sudah merantau dan memilih jalannya masing -- masing.
Mungkin kalau tiga saudara yang masih di jabodetabek, frekuensi pertemuan akan mudah, tidak perlu menunggu setahun sekali, atau sampai dua tahun sekali, atau sampai ada riziki berlebih. Berbeda dengan dua saudara lainnya yang di Boyolali dan Banyuwangi, bertemu sangat jarang, dan mungkin sulit kalau tidak ada yang meniatkan tradisi mudik seperti ini.
Tradisi ini sudah berlangsung dalam enam tahun terakhir, setiap dua tahun sekali kami menyempatkan waktu untuk mudik bersama. Mbak saya yang tertua yang menjadi inisiatornya. Mbak yang begitu mengayomi adik -- adiknya, dan berusaha mencurahkan apa yang dimilikinya untuk keluarga besar. Huhu terharu, sebenarnya mbak saya ini rendah hati sekali, pasti langsung memerah dan bilang "ahh kamu suka lebay", kalau ide nya untuk tradisi mudik ini menjadi inspirasi tulisan saya kali ini. :")
Mbak saya pernah bertanya, "Kita sudah generasi keberapa hayoo dari Mbah Amin? (ibu dari Bapakku)"