Mengemban amanah menjadi bupati kepulauan Selayar di Propinsi Sulawesi Selatan, bukan hal mudah. Toh H. Syahrir Wahab berusaha menjalankan amanahnya dengan sebaik-baiknya. “Di tahun pertama dan kedua, saya concern membangun infrastruktur dan ekonomi rakyat,” tutur pria kelahiran, Selayar 24 april 1947 ini. Menginjak tahun ke Lima, jebolan S2 Manajemen ini menyamakan gerak langkah aparat untuk membangun Selayar. “Aparat pemerintah harus memiliki paradigma yang sama untuk membangun Selayar. Belajar dari pengalaman, Pemda yang memiliki pola pikir yang sama dalam memandang pembangunan untuk menuju satu arah, jauh lebih cepat mencapai tujuan,” begitu alasan Hein. Alhasil, bupati yang mengusung “Memberikan Bukti Bukan Janji dan Lanjutkan!” sebagai semboyan kebersamaan dan pendorong semangat untuk membangun ini, menggelar program khusus untuk membuka mindset aparat Pemda Kab. Kepulauan Selayar. Selain didukung aparat pemerintah yang berkualitas, suami dari Hj. Norma Syahrir Wahab ini juga menyadari pentingnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk menciptakan good governance. Kini, secara bertahap, Pemkab Kepulauan Selayar mulai membangun TIK. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kebijakan Bapak Syahrir Wahab dalam membangun Selayar, Imansyah Rukka – Kompasiana.com menemuinya di kantornya di kota Benteng. Berikut penuturan pria yang hobi baca buku ini lebih jauh.
Kebijakan seperti apa yang Bapak tetapkan untuk membangun Selayar?
Kami melakukan berbagai hal dengan tujuan agar Selayar bisa kompetitif. Ke depan, kami menginginkan Selayar ada ciri khas tersendiri seperti halnya daerah lain katakanlah Bali, Yogyakarta, Menado dan sebagainya. Nah, untuk maju, maka harus ada SDM yang bagus. Untuk itu kami tengah meningkatkan kualitas SDM di pemerintahan. Logikanya, kalau level atas maupun menengah bagus, kami ke bawah juga akan bagus. Dengan cara kerja yang bagus, kami juga ingin mengurangi angka kemiskinan di Selayar.
Menurut Bapak apa masih ada jumlah orang miskin di Kepulauan Selayar?
Sekarang sekitar 20 persen dari jumlah penduduk kurang lebih 120 ribu jiwa. Untuk itu, kami harus melakukan berbagai program guna membangun daerah. Saat ini kami fokus untuk membangun daerah ini sebagai kabupaten perikanan dan menjadi pengekspor hasil ikan seperti haknya Kabupaten Bantaeng. Kami berharap pada 2010, perencenaan itu sudah bisa terealisasi dan bisa mencapai target. Begitupula dengan sektor pertanian dan peternakan serta perkebunan, saat ini kami galakkan pengembangan sapi potong dengan memberdayakan peternak dengan memanfaatkan bantuan sapi bibit dari pusat untuk pengembangan sapi potong. Untuk itu, tahun depan kami melengkapi berbagai macam infrastriktur untuk membantu peternak yang ada dalam pengembangan sapi potong ini termasuk teknologi inseminasi buatan. Dengan begitu nantinya, Selayar bisa menjadi sentra sapi potong di Sulsel. Sekarang sekitar 80 ribuan dari jumlah penduduk kurang lebih 220 ribu jiwa. Untuk itu, kami harus melakukan berbagai program guna membangun daerah. Juga untuk sektor pertanian, saat ini kami akan melakukan pencetakan sawah baru sekita 5000 ha. Begitujuga dengan sektor perkebukan, komoditas kelapa adalah satu andalan kami untuk membangun daerah ini sebagai kabupaten kelapa dan nantinya akan menjadi pengekspor VCO (Virgin Coconut Oil). Kami berharap pada lima tahun kedepan, semua itu bisa terwujud. Kegiatan ekspor rencananya akandilakukan melalui investor Belanda dan Jerman. Untuk itu, nantinya kami berusaha melengkapi unit mesin pengolah untuk memproduksi VCO.
Alasan memilih sapi potong sebagai komoditas ?
Latar belakangnya, sebagian masyarakat Selayar mempunyai kebun sebagai sumber kehidupan. Maka dari itu kebun itu mereka bisa manfaatkan untuk pertanian terpadu, termasuk di dalamnya pengembangan sapi potong, lalu dipersiapkan lahan sebagian untuk budidaya rumput sebagai pakan ternak mereka. Hanya saja mereka masih perlu pembinaan yang maksimal. Kurang lebih 22 ribu rumah tangga atau sekitar 70 persen dari 220 ribu warga memiliki kebun kelapa. Makanya kami menjadikannya sebagai maskot sehingga nantinya lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Apakah kebijakan Bapak juga memprioritaskan menggarap sektor perikanan mengingat 70 % wilayah Kepulauan Selayar terdiri dari laut?
Memang kami punya potensi yang besar dibidang perikanan namun sejauh ini fokus kami belum maksimal karena membutuhkan penanganan yang spesial. Artinya, masih ada sejumlah kendala antara lain : dibutuhkan pengawasan ketat, pengetahuan, teknologi seperti pedeteksi di mana ikan berada, kapal besar yang bisa mengatasi gelombang angin, fasilitas pendukung lain hingga biaya operasional yang tinggi. Semuanya membutuhkan anggaran yang cukup besar. Karena alasan tadi, kami belum mampu menjadikan sektor perikanan sebagai ikon untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun di bidang perikanan ini, secara perlahan kami tetap membangunnya.
Lantas sejauh mana program Selayar sebagai Kabupaten Kelapa sekaligus pengekspor VCO, sudah melibatkan masyarakat?
Saat ini kami sudah mempunyai tiga unit produksi yang tersebar di sejumlah kecamatan. Dari sini masyarakat mulai tahu bahwa ada produksi VCO. Masyarakat juga mulai mengerti bila kelapa diolah menjadi VCO harganya jauh lebih tinggi daripadai diolah menjadi kopra. Hanya saja, kami akui unit produksi masih relatif kecil sehingga jangkauan untuk melayani masyarakat masih terbatas. Jadi saat ini kami tengah menyiapkan unit produksi sembari terus bersosialisasi dengan masyarakat. Soal bahan baku VCO lebih dari dari cukup bahkan berlebihan.
Selain kelapa, unggulan lain dari Selayar?
Ada perkebunan, perikanan, pariwisata, pertambangan, dan lainnya. Dan potensi tersebut sebenarnya tidak kalah menariknya. Untuk itu, kami secara perlahan membenahi infrastruktur agar potensi yang ada bisa dikelola secara maksimal. Mengingat potensi yang dimiliki Halut begitu banyak, sejauh mana pihak luar atau calon investor bisa terlibat untuk membangun Selayar?
Kami berusaha selektif terhadap investor yang masuk. Kami kurang setuju bila investor datang dan memperoleh keuntungan besar sementara daerah termasuk warga hanya mendapatkan keuntungan sedikit. Yang kami inginkan adalah investor yang datang bersedia bekerja sama dengan masyarakat. Artinya sama sama maju. Paling tidak bisa mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat.
Jadi keterlibatan calon investor masih terbuka?
Sejauh ini peluang-peluang itu masih terbuka lebar, seperti sektor perikanan, ada beberapa yang sudah mendaftar. Di sektor pertambangan, juga sudah banyak. Dan sekali lagi yang saya tekankan adalah kehadiran investor bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi misalnya lahan tidak diserahkan ke investor tapi tetap milik rakyat. Modelnya adalah kerja sama bukan sistem buruh. Petani menjadi pemilik modal dengan cara lahan sebagai aset modal. Kalau bisa bekerja sama dengan rakyat silahkan investor berpartisipasi.
Mengenai potensi wisata, ada strategi khusus untuk mengemasnya menjadi unggulan daerah? Jujur saja kami mengalami kebingungan mendesain untuk menghasilkan kemasan yang cocok. Untuk mendisain dibutuhkan orang yang pas dan kepada siapa komoditi tersebut hendak dipasarkan. Kami sedang menunggu untuk bekerja sama dengan pihak yang berkompeten. Sejauh ini, kami sudah bekerja sama dengan beberapa pihak dalam hal ini Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari, Red.), kerja sama dengan teman-teman Manado, dan mencoba membuka peluang kerja sama dengan pihak asing, sepertiAmerika dan Australia. Tujuannya ya itu tadi mengetahui bagaimana mendesain sebuah produk promosi yang bagus. Jangan sampai, kami mendesain tanpa mempertimbangkan kemajuan daerah lain. Karena jangan sampai selesai mendesain, satu dua tahun kemudian pariwisata kami jadi tertinggal. Jadi kami menunggu seorang yang tepat dan kami tidak gegabah atau asal bangun.
Bagaimana kabarnya dengan even pariwisata Takabonerate yang baru-baru ini sukses dilaksanakan?
Begini, “Selayar Takabonerate” adalah merupakan even nasional. Makanya sejak itu kami mulai membangun teknologi informasi seperti akses internet, membangun SDM, melatih mereka bahasa Inggris, menggelar event nasional dan tidak menutup kemungkinan event tersebut melibatkan peserta internasional dengan kemasan wisata bahari. Rencananya even ini akan digelar setiap tahunnya di Selayar ini. Even ini akan diwujudkan melalui kegiatan lomba foto bawah laut, memancing, dan kita satukan dengan festival budaya.
Dengan potensi SDA yang besar, menurut Bapak poin penting apa untuk bisa memanfaatkannya dengan benar dan maksimal?
Pertama, kualitas SDM ditingkatkan dibarengi dengan rasa tanggung jawab. Kedua, aparat pemerintah harus memiliki paradigma yang sama untuk membangun Selayar. Paradigma pembangunan kan macam-macam ada dari budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Untuk itu, harus disatukan berbagai aspek tadi yang bermuara pada kepentingan rakyat.
Mengapa begitu menekankan kesamaan paradigma bagi aparat pemerintah daerah?
Belajar dari pengalaman, Pemda yang memiliki pola pikir yang sama dalam memandang pembangunan untuk menuju satu arah, jauh lebih cepat mencapai tujuan tersebut. Sebaliknya, bila tidak ada pola pikir yang sama disertai cara yang berbedabeda maka akan lama mencapai tujuan pembangunannya. Belajar dari Gorontolo, kami akan menyewa konsultan yang khusus membuka mindset aparat sehingga memiliki paradigma yang sama untuk membangun Selayar, memiliki satu tujuan, serta bagaimana mengemasnya dalam program pembangunan yang tepat sasaran.
Sejauh ini sudah ada output-nya?
Alhamdulillah, sudah mulai terasa. Seperti adanya efisiensi dari sisi anggaran karena tidak ada lagi program yang tumpang tindih antar unit kerja, adanya manajemen waktu untuk mencapai tujuan tadi, dan lain-lain. Dulunya, kami menyelenggarakan program tanpa dilandasi koordinasi yang intens dan belum ada keterkaitan program yang mengarah kepada satu tujuan. Sekarang sudah ada keterkaitan program dan koordinasi. Jadi sekarang kami sedang membangun sistem.
Lantas bagaimana melibatkan masyarakat dalam membangun Selayar?
Kami mempunyai program transfer knowledge dalam bentuk desa binaan. Jadi setelah ada perubahan mindset aparat, mereka dari berbagai unit kerja mentransfernya kepada masyarakat agar warga juga terbuka pikirannya dalam bentuk desa binaan. Jadi warga bersama-sama dengan aparat pemerintah membangun Selayar untuk mencapai tujuan yang sama.
Ada berapa desa binaan?
Setiap unit pelaksana teknis mempunyai dinas binaan. Jadi ada sekitar 30 desa binaan. Di sini kami tekankan bagaimana menciptakan ketertiban, kebersihan, keindahan desa, hingga keteraturan administrasi di lingkup pedesaan/kelurahan. Selain perubahan mindset, kami juga melakukan action. Di sini, ada lokasi khusus untuk pengembangan desa di mana setiap desa mendapat anggaran Rp 20 juta. Dana tersebut bisa digunakan untuk keperluan desa sesuai kebutuhan semisal pengadaan air besar, atau dibuat yang lainnya.
Menyangkut kinerja dan pelayanan, sudah banyak kabupaten memanfaatkan Teknologi Informasi (TI). Untuk Kepulauan Selayar sendiri bagaimana?
Kami berupaya semaksimal mungkin menggunakan TI. Kami sudah mulai melakukan komputerisasi walaupun secara sistem informasi belum terbangun. Kami juga belum meng-connect-kan semua unit kerja, baru beberapa saja. Tapi nantinya kami akan siapkan mulai dari software, hardware, hingga SDM yang paham TI karena kami consern sekali dan ingin maksimal membangun TI. Sekarang start dengan meng-connect-kan beberapa unit kerja dan kami sudah memiliki website.
Bagaimana dengan dukungan TI untuk pelayanan?
Untuk konsep pelayanan one stop service sendiri, kami belum membentuk. Tapi sejauh ini, konsep tersebut sudah ada, pemahaman sudah ada, tinggal action-nya saja. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, bisa dilaksanakan pelayanan one stop service yang didukung oleh TI. Kalau boleh saya gambarkan perkembangan TI di sini, bagaikan anak belum bisa lari, tapi sudah mulai berdiri.
Sebagai Bupati di kabupaten kepulauan yang berada di seberang pulau, serta jauh dari akses pusat, menurut Bapak challenge(tantangannya) apa?
Tetap semangat. Artinya bagaimana kami selalu memiliki dan meningkatkan semangat untuk mengelola apa yang kami punya. Selanjutnya, bagaimana melihat yang ada pada kita untuk dimanfaatkan secara maksimal, mengurangi tingkat kebocoran, meningkatkan efisiensi, dan produktivitas ditingkatkan. Menurut saya, meski nilai anggaran untuk daerah sama, tetapi dengan cara yang lebih baik, pastinya hasilnya akan beda. Soal jauh dari akses pusat, justru kondisi tersebut harus membuat kita menjadi lebih giat berusaha menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H