Sejak didirikan pada 2003 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi, atau biasa disingkat KPK, telah membongkar kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah nama besar di tanah air. Sedikitnya, 385 kasus telah ditangani dalam kurun waktu 10 tahun sejak berdirinya lembaga yang menjadi harapan besar masyarakat untuk memberantas berbagai bentuk tindak pidana korupsi yang menjadi momok bangsa. Sejumlah kasus mengalami perkembangan signifikan hingga menyeret si pelaku ke penjara. Beberapa lainnya masih dalam proses peradilan. Penasaran kasus-kasus apa saja yang pernah diungkap KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia? Simak ulasannya sebagai berikut:
1. Kasus Simulator SIM, Libatkan Dua Jenderal Polisi
Pada 2011, KPK melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri. Penyidikan proyek senilai Rp 198 tersebut menyeret nama-nama petinggi Mabes Polri, salah satunya yakni Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo. Djoko ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan beberapa orang lainnya, yakni Brigjen Didik Purnomo, Direktur PT CMMA Budi Susanto, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Bambang. Perbuatan tersebut menurut penghitungan BPK mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp121,3 miliar. Djoko, jenderal bintang dua yang juga Gubernur Akademi Kepolisian itu diduga memperkaya diri sendiri (melalui tindak pidana pencucian uang) atau orang lain atau korporasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pada September 2013, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 10 tahun dan denda Rp500 juta bagi sang jenderal.
Djoko Susilo kemudian mengajukan permohonan banding atas vonis tersebut, namun Pengadilan Tinggi Jakarta justru menambah hukuman Djoko dari 10 tahun menjadi 18 tahun serta memerintahkan Djoko yang saat ini ditahan di Lapas Sukamiskin, Bandung, membayar uang pengganti Rp32 miliar, dan sejumlah pidana tambahan, antara lain: pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.Sementara itu, tersangka lain yakni Brigjen Didik Purnomo, juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Didik selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek ini disebut terbukti menerima Rp 50 juta dari pengusaha Budi Susanto untuk memuluskan PT CMMA sebagai penggarap proyek simulator. Budi Santoso sendiri sempat dijatuhi vonis 8 tahun penjara dan kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp 17,1 miliar pada awal 2014 lalu. Di tingkat kasasi, MA mengabulkan upaya kasasi yang diajukan oleh Jaksa KPK dan memvonis Direktur PT CMMA tersebut dengan hukuman lebih berat berupa 14 tahun penjara serta kewajiban membayar ganti rugi ke negara hingga Rp 88,4 miliar. Sementara itu, pada Mei 2012, Sukotjo Bambang divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung selama 3,5 tahun penjara sekitar Rp 38 miliar untuk pengadaan simulator kemudi di Korlantas Polri. Putusan tingkat pertama ini lalu diperberat menjadi 3 tahun dan 10 bulan oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Atas dua putusan tersebut, Bambang melakukan kasasi ke Mahkamah Agung per 8 Agustus 2012, namun ditolak.
2. Kasus Hambalang
Penyelidikan KPK atas dugaan adanya aliran dana proyek Hambalang dilakukan mulai pertengahan 2012. KPK telah menetapkan sejumlah tersangka, diantaranya yakni Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Kabinet Indonesia Bersatu II, Andi Alfian Mallarangeng, serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Belakangan, KPK berhasil mengungkap keterlibatan Anas Urbaningrum berdasarkan kesaksian mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Dalam berbagai kesempatan, Nazaruddin mengaku uang hasil dugaan korupsi proyek tersebut digunakan untuk biaya pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010 lalu. Anas sempat membantah telah menerima hadiah berupauang, barang, dan fasilitas senilai Rp 116, 8miliar dan US$ 5,26 juta. Dia juga berulang kali menyebut dirinya sebagai pihak yang dikorbankan.
Namun demikian, dalam persidangan pada awal 2014, pria kelahiran 1969 ini terbukti menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah serta melakukan pencucian uang dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di Yogyakarta senilai Rp 20,8 miliar. Anas juga disebut menyamarkan asetnya berupa tambang di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Amar putusan majelis hakim juga mengungkapkan, uang yang diperoleh Anas sebagian disimpan di Permai Group untuk digunakan sebagai dana pemenangan untuk posisi Ketua Partai Demokrat. Atas kesalahannya tersebut, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp300 juta dan keharusan membayar uang pengganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar. Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar, serta mencabut hak politiknya.
3. Kasus Kuota Impor Daging Sapi