Membandingkan keilmuan Dr Yudi Latif dan Prof Saldi Isra, sama halnya dengan membandingkan taktik-politik (kepemimpinan) Ir H Joko Widodo dan Drs Jusuf Kalla.
Yudi Latif dan Saldi Isra (selanjutnya keduanya saya singkat “Yusra”), merupakan fakar besar politik kebangsaan dan hukum tata negara yang tulisan-tulisannya di berbagai media khususnya di harian Kompas; sangat progresif, menelitik, renyah, kritis kadang puitis dan tentu enak dibaca.
Joko Widodo dan Jusuf Kalla (selanjutnya keduanya saya singkat “Jolla”), pemimpin bangsa yang tidak perlu capek-capek mendirikan kapal partai untuk berkuasa. Terbukti, dari wali kota Surakarta, gubernur DKI Jakarata dan sekarang presiden Republik Indonesia.
Setua-tuanya pak JK, dua kali terpilih jadi RI-2 (mendampingi presiden yang berbeda-beda). Belum lagi seperti diakui para pakar politik, JK kecil lihai memasuki rong-rong konflik agama, ras, suku dan antar golongan yang kerap terjadi di negara yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, lebih-lebih melobi-lobi para politisi yang tidak suka menjadi suka (lawan jadi kawan). Hebat!
Yusra
Pernahkah saudari-saudara membaca tulisan-tulisan Yudi Latif dan Saldi Isra di Harian Kompas? Apakah ada kekaguman terhadapnya? Tentu sekali, tulisan-tulisan mereka berdua dimuat karena bernas dan sangat bermanfaat untuk merespon berbagai kebijakan pemerintah yang kadang-kadang salah arah/tidak memihak kepada (rakyat) yang lemah dan banyak.
Menariknya, mereka tidak takut mengkritik siapa saja dengan kata-kata yang sangat heboh-menyeramkan. Misalnya Saldi Isra, pernah suatu ketika menyebut institusi politik sebagai “kampung maling” dan menyebut Presiden SBY sebagai “sang pengeluh” serta berani “menyingkat SBY sebagai (Susilo Bimbang Yudhoyono)” seperti tertera dalam buku (10 Tahun Bersama SBY, penerbit buku Kompas 2014). Dan buku yang memuat seluruh artikel-artikelnya itu menurut Profesor Riset LIPI Ikrar Nusa Bhakti yang memberikan sebuah kata pengantar dengan sub judul “Ulasan Tajam Profesor Kampung” mengatakan, Saldi termasuk yang berani menulis apa adanya. Baginya, apa yang benar harus dikatakan benar, demikian juga sebaliknya, tanpa ada rasa takut orang atau kekuatan politik yang diulasnya tidak suka atau bahkan marah.
Salah satu dan satu-satunya fakar hukum yang bisa mengulas dengan mudah kendati persoalan hukum sangat sulit dicerna seperti pengakuan Prof Ikrar Nusa Bhakti terlihat begitu renyah tulisannya dalam buku “Pergeseran Fungsi Legislasi (menguatnya model legislasi parlementer dalam sistem presidensial Indonesia), yang diterbitkan RajaGrafindo Persada 2010 lalu yang merupakan disertasi doktoralnya di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Lembaran-lembaran buku yang ditulis oleh Profesor kampung yang sangat garang terhadap para koruptor dan anti terhadap pelemahan KPK itu sangat rapi dan renyah untuk dibaca sekaligus dicerna.
Lalu buku, Negara Paripurna (historitas, rasionalitas, dan aktualitas) Pancasila. Terbitan Gramedia Pustaka Utama 2011, dan buku Genealogi Inteligensia (Pengetahuan dan kekuasaan inteligensia muslim Indonesia Abad XX) diterbitkan oleh Kencana Prenadamedia Group Jakarta 2013, yang keduanya setebal 670-an halaman adalah bukti kejeniusan Yudi Latif dalam berkarya dan berusaha mencari emas-permata di negara Indonesia tercinta ini.
Pertama kita buka, apresiasi “sokongan” terhadap karya itu muncul dari berbagai pihak. Dari pejabat negara, cendekiawan dan para fakar, pemuka agama atau bahkan mahasiswa seperti saya, entah mau berkata apa. Tapi cukup dah pernyatan Ibu Megawati Soekarnoputri yang mewakili semuanya dengan pernyataan. “Saudara Yudi Latif sangat berbeda dengan intelektual kebanyakan. Dengan mata hatinya, Ia pun masuk, menelusuri dan menghadirkan kembali ‘mutiara pemikiran’ terbaik para pendiri bangsa. Keseriusannya dalam menggali kembali seluruh konsepsi tentang dasar-dasar Indonesia Merdeka, dengan sangat baik dituangkan dalam buku Negara Paripurna.” Demikian ujaran mantan Presiden RI ke-5 dalam sinopisnya. Selebihnya buka-baca harian Kompas rubrik “Analisis Politik”, kalau ada judul panorama politik yang sangat aktual, lalu ada muka jenius berkacamata di bawah judul itu.., nah itulah Dr Yudi Latif seorang penulis yang sangat subur.
Selain mereka berdua (Yusra), tentu juga banyak yang lain seperti, Refly Harun, Ikrar Nusa Bhakti, Azyumardi Azra, Buya Syafi’I Ma’rif, Donny Gahral Adian, Sukardi Rinakit, Kristiadi dan masih banyak fakar yang tulisan-tulisan dan pernyataannya sangat berpengaruh.