Pembelajaran Politik dalam tataran alur pendidikan sebenarnya dimulai sejak Sekolah Dasar (SD) bahkan mungkin Taman Kanak-kanan (TK). Saat SD atau TK ini pembelajaran dilakukan seperti tentang Musyarawarah kelas hingga voting untuk memilih pemimpin kelas atau ketua kelas. Tak hanya disitu, pembelajaran juga dilakukan biasanya saat penentuan tempat rekreasi atau liburan kelas. Budaya berpolitik di Sekolah Dasar ini kemudian merambah ke pendidikan selanjutnya, baik di Sekolah Menangah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menangah Atas (SMA) atau yang sederajat. Kita akan mulai mengenal Kampanye hingga orasi dalam pemilihan ketua OSIS atau sekedar ketua ekstrakurikuler. Namun pendidikan politik di sekolah ini tentunya berbeda di setiap sekolah, ada yang memang terbuka namun ada pula dengan jalur tertutup dengan berbagai alasan misalnya sekolahnya memiliki jumlah siswa yang tak cukup banyak.
[caption id="attachment_177736" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi (Dok. Solehin-Bakrie)"][/caption]
Politik Kampus dan Dukungan OKP
Lain di sekolah, lain pula saat di Universitas atau kampus. Saat masuk di tataran ini, hampir semua kampus di Indonesia memiliki pembelajaran politik bagi mahasiswanya. Meski tak dalam bentuk Sistem Kredit Semester (SKS), namun politik kampus dapat membuat mahasiswa menggunakan daya perhatian melebihi mata kuliah mahasiswa sekalipun. Ada gengsi tersendiri di kalangan mahasiswa dalam berpolitik di kampus. Politik kampus umumnya adalah pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan perangkatnya di dalam semacam Republik Mahasiswa.
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda atau biasa dikenal dengan OKP umumnya menjadi tanduk kekuatan. Berbagai OKP yang berkembang di Indonesia yang masuk ke lingkungan Universitas memang tak lepas dari pemikirannya tentang politik. Diskusi politik cukup sering dilakukan di markas OKP. Saat masuk ke lingkungan Universitas ini Pemikiran OKP juga berpengaruh, hal ini menjadikan kotak pemikiran di kampus. Anak muda yang memiliki darah segar dan cukup lantang menyuarakan aspirasi akan lantang pula menyuarakan aspirasi organisasinya. Tak ayal saat ada demonstrasi bendera OKP banyak dibawa, hal itu juga bisa sebagai bentuk promosi pada mahasiswa baru yang kebanyakan masih bingung jika akan masuk organisasi.
Menyatukan Pemikiran Pemuda
Debat, diskusi hingga unjuk kuantitas anggota OKP cukup sering terjadi. Pemikiran OKP yang beraneka ragam ini kadang memang tantangan sendiri untuk menyatukannya. Terkadang pemikiran Pemuda di dalam OKP ini dapat bersatu saat membentuk koalisi dalam politik kampus yang berjalan. Koalisi biasanya digawangi oleh mereka yang menjadi minoritas di kampus. Hal ini bisa dilihat berbagai kampus mulai identik dengan pemikiran OKP yang menjadi mayoritas di kampus tersebut. Bagi pemuda yang masuk OKP yang anggotanya sudah di kampus akan menjadi kebanggaan jika bergaul di lingkungan kampus, karena pembicaraan antar teman kadang tak hanya seputar mata kuliah melainkan diskusi yang akan di OKP mereka bawa ke kampus. Penyatuan pemikiran kadang bisa juga terjadi saat mempunyai satu target tantangan yang sama. Seperti kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau rektor kampus yang ingin diturunkan.
Korupsi ala Politik Kampus?
Nah, hal yang kadang mencederai Politik kampus adalah adanya Korupsi oleh anak muda yang lagi bersemangat mengenal politik ini. Bukan jadi rahasia lagi dana yang digelontorkan oleh pihak kampus untuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Republik Mahasiswa memang cukup besar. Dana ini umumnya untuk keperluan BEM dalam menggerakkan mahasiswa untuk berkarya dan menghidupkan kampus seperti lomba karya ilmiah, untuk Unit kehiatan Mahasiswa hingga pentas seni kampus.
Laporan dana yang dikeluarkan kadang ada yang membuat diperbesar, dan sebagian dimakan sendiri. Korupsi di dalam politik kampus inilah yang membuat sebagian pemuda juga kurang menyukai politik. Pembelajaran yang kurang elok ini dilakukan bersamaan bagi mereka yang menjabat, hingga kadang saat laporan pertanggung jawaban jadi kurang jelas. Tak ayal jika pihak kampus dan mahasiswa yang tidak menjabat di dalamnya perlu ketelitian dalam melihatnya. Pembelajaran kurang baik ini sebaiknya perlu pembersihan secara total jika memang telah menjangkit sebagai budaya politik pemuda, layaknya pemuda yang melakukan protes akan pejabat Negara yang sebenarnya seniornya di OKP juga perlu memperbaiki diri agar saat menjadi pejabat Negara nantinya dapat membersihkan ikhwal demikian.
Layaknya pula organisasi seperti Indonesia Curruption Watch (ICW) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki cabang di tingkat kampus untuk menyebarkan aura anti korupsi lebih mendalam, karena memang tak dapat dipungkiri pengganti mereka yang dibersihkan KPK di tingkat DPR adalah bibitnya di kalangan pemuda kampus ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H