Ilustrasi (dok.computerworld)
Ingat dengan Jargon “Pembeli adalah Raja”?
Karena jargon ini membuat banyak orang sebagai Penjual meemperlakukan Pembeli produknya dengan sangat baik seperti layaknya raja. Permintaan hingga aspek kenyamanan untuk pembeli sangat diperhatikan untuk tak lain agar Pembeli puas akan layanan yang diberikan.
Memperlakukan Pembeli dan Pelanggan
Pembeli dan pelanggan adalah arti yang hampir sama. Ada orang yang mengganggap Pembeli belum tentu Pelanggan, karena Pelanggan adalah orang yang kuantitas dan waktu pembelian produk lebih sering daripada pembeli biasa.
Nah, dari sini ada yang memperlakukan Pembeli yang dengan baik karena bermaksud memasukkannya pada daftar pelanggan agar bisa terus menerus memberi produk. Sedang merawat Pelanggan agar terus menjadi pelanggan setia tentu juga butuh cara yang berbeda agar terus bisa melakukan pembelian produk di tempat kita.
Banyak yang kadang melupakan Pelanggan yang sudah lama menjadi pelanggan setia, sedang pembeli yang masih baru cukup baik. Memang mereka yang sudah nyaman pada suatu produk kadang melupakan aspek pelayanan penjualannya, namun perlu dipahami pelayanan tetap menjadi faktor bisa berkembangnya suatu produk.
Bukan Penguasa apalagi Dewa
Ada kala juga Pembeli marah karena tak dilayani dengan baik, kurang diperhatikan atau kurang optimal. Namun dilihat dari sisi psikologisnya memang tiap orang tak bisa disama ratakan jadi melayani pembeli tentu dengan berbagai cara yang berbeda (meski ada standar prosesdur pelayanan) agar pembeli juga nyaman.
Ada seorang sahabat ketika membeli sesuatu menempatkan dirinya bak layaknya raja yang harus dilayani, suatu contoh saat buah di sebuah toko buah ia tak turun dari mobilnya malah meminta sang penjual datang padanya dan proses tawar-menawar hingga pelayanan jual-beli dilakukan dari dalam mobilnya. Apakah hal ini elok? Ya tentu saja karena sang penjual pun butuh barangnya segera laku meski mungkin prosesnya seperti itu.
Lalu mungkin cerita yang hampir sebagian penjual merasakan, saat pembeli memberikan catatan khusus pada produk yang telah diterimanya. Misal jika makanan ada saran untuk penambahan sesuatu, jika pelayanan jasa juga saran untuk menambah asesoris atau hal lainnya dalam pelayanannya. Namun di sisi lain ada pula pembeli yang memberikan saran yang berbeda, yakni jauh bertolak belakang dari pembeli pada umumnya yang kadang membuat sebagian penjual risau bagaimana yang harus dipilih.
Catatan hingga saran dari pembeli adalah sah-sah saja, asal yang perlu diketahui setiap masukan tentu perlu diolah. Jangan karena mementingkan pembeli yang sudah jadi pelanggan setiap malah membuat pembeli atau pelanggan lainnya kurang nyaman dengan produk Anda. Jadi perlu dipahami bahwa pembeli bukanlah penguasa apalagi dewa atas produk atau jasa yang kita tawarkan ke khalayak umum, karena pembeli adalah sebagian dari pembeli kita yang lain.
Lalu bagaimana jika ada pembeli yang dalam jumlah besar dan kita tergantung padanya? Nah oleh karena hal itulah kita selayaknya mempunyai banyak pelanggan dalam jumlah besar agar kita tak disetir atau dikuasai oleh pembeli. Pembatasan suplay layaknya jadi jalan umum agar ketergantungan pembeli tetap pada kita bukan kita yang bergantung pembeli. [SH]
Bacaan PENTING Lainnya:
- Punya Kartu Kredit harus dengan Menipu?
- Masih Ada Celah Calo di Pengurusan Paspor?
- Tanya Gaji di Awal Seleksi Pekerjaan, Etiskah?
- Menyelamatkan Jiwa Melalui Media Sosial
- Sistem Multi Level Marketing (MLM) bisa Jebol?
- KPI Lambat Tanggapi Aduan?
- Produk dengan Bintang Iklan Asing Lebih Menarik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H