Jakarta, - BPJS Kesehatan secara resmi menghapus Kelas 1, 2, dan 3, yang digantikan oleh Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Mulai sekarang, semua peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan fasilitas dan kualitas ruang inap yang serupa, tanpa perbedaan kelas yang menentukan besaran iuran.
Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2024. Sistem KRIS diharapkan diterapkan di seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat 30 Juni 2025, sementara perubahan tarif ditargetkan berlaku mulai 1 Juli 2025.
Selama masa transisi, besaran iuran tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022, yaitu:
1. **Penerima Bantuan Iuran (PBI)**: Iurannya dibayarkan oleh pemerintah.
2. **Pekerja Penerima Upah (PPU) di Lembaga Pemerintah**: Termasuk Pegawai Negeri Sipil, TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, dengan iuran sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan (4% dibayar pemberi kerja, 1% dibayar peserta).
3. **PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta**: Iuran sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan (4% dibayar pemberi kerja, 1% dibayar peserta).
4. **Keluarga Tambahan PPU**: Iuran untuk anak keempat dan seterusnya, serta ayah, ibu, dan mertua sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. **Kerabat lain dari PPU dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)**:
- Rp 42.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas III (dengan subsidi pemerintah untuk sebagian iuran hingga 2020).
- Rp 100.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas II.
- Rp 150.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas I.
6. **Veteran dan Perintis Kemerdekaan**: Iuran sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh pemerintah.
Pembayaran iuran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan tanpa denda keterlambatan, kecuali jika dalam 45 hari setelah status kepesertaan diaktifkan kembali peserta memerlukan pelayanan rawat inap. Denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal, dengan jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan dan denda maksimal Rp 30.000.000. Untuk PPU, denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H