Sejak pertemuan terakhir dengan pak Boss Kecil, Aku merasa gamang. Ada rasa bersalah yang mendalam, karena membiarkan suasana keruh ini terjadi.
Sebenarnya antara Aku, mas Agus dan mas Iwan adalah The Dream Team perusahaan di Departemen Penjualan. Kami bertiga adalah sosok yang solid, saling mengisi dan sudah terbangun chemistry yang sangat kuat.
Aku adalah yang paling senior, disusul mas Iwan sedangkan mas Agus Junior Kami. Aku mengajak mas Iwan bergabung setelah Ia menyelesaikan pendidikan S1 Pemasaran.
Mas Iwan seorang pekerja keras, serus, bicara apa adanya, sangat gigih dan terkadang cenderung memaksakan kehendak. Sedangkan Mas Agus adalah anak muda yang bersemangat, supel, sangat cerdas dan kreatif. Kalau menurutku sih Mereka itu kombinasi yang bisa saling mengisi.
Setahun setelah mas Agus bergabung, Aku dan mas Iwan ikut Assessment untuk promosi menjadi Sales Leader. Entah kenapa, Aku tak begitu tertarik menjadi Sales Leader dan lebih nyaman menjadi pendukung tim saja. Bukan karena tidak punya ambisi, tetapi Aku ingin membantu mas Iwan agar sukses dan bisa jadi contoh baik di keluarga.
Itu sebabnya ketika pak Idrus sebagai manejer bertanya Siapa kira2 yang tepat sebagai Sales Leader menggantikan posisi Beliau, spontan Aku menyebut mas Iwan. Karena Aku senang dengan pencapaian mas Iwan dan sangat respect terhadap cara kerjanya.
Mas Iwan adalah anak sulung dari keluarga sederhana. Mereka terkenal sebagai keluarga pekerja keras. Ia menjadi tumpuan keluarga karena Ayah Beliau sudah sakit-sakitan dan Ibunya hanya seorang buruh cuci. Ia ingin adik-adiknya bisa sukses seperti dirinya. Saya sangat memahami kenapa mas Iwan memiliki karakter keras dan tangguh seperti itu.
Karir mas Iwan tergolong sukses dan Ia termasuk Top Talent dan sudah berada di Fast track. Dua tahun kemudian mas Iwan promosi menjadi Sales Manager menggantikan pak Idrus yang memasuki masa Purnabhakti. Beliau menginginkan Aku yang menggantikan posisinya sebagai Sales Leader. Tetapi Aku justru lebih memilih mas Agus, karena menurutku mas Agus lebih energik, spartan dan supel dalam berinteraksi dengan anggota tim.
Ternyata hasil sidang jabatan juga memutuskan mas Agus yang menjadi Sales Leader. Keputusan ini ternyata mengecewakan mas Iwan dan sikap kurang senang itu Ia tumpahkan kepadaku.
"Apa sih Maumu? Dipromosikan jadi Sales Leader menolak. Emang senang begini terus!" tanya mas Iwan suatu Pagi.
"Sudahlah mas Iwan, ga papa. Biar anak muda yang memimpin, karena Dia punya energy yang besar dan Kita butuh itu" Ungkapku mencoba beralasan.