1. Latar Depan.
Sekali lagi, saya sedikit tersentak dengan analis yang konon sangat pakar di bidang Informatika dan Komunikasi bung Roy Suryo. Analisi mengenai ELT (emergency locator transmitter) sebuah node station yang memancarkan lokasi dan data - data penting sebelum pesawat mengalami crass. Berita tersebut di muat di http://us.nasional.vivanews.com/news/read/313606-roy--misteri-elt-sukhoi-nahas-terungkap
1. Radio Beacon.
Roy Suryo mencoba bertekateki silang mengenai jenis alat yang terpasang dengan menjelaskan ELT dulunya adalah ELBA. ibarat Sekarang teknologi SMS dulu namanya PAGER. teknologi di pesawat sukhoi tersebut sudah mengunakan http://en.wikipedia.org/wiki/Emergency_Locator_Transmitter dimana dijelaskan bahwa "The most important aspect of a beacon in classification is the mode of transmission. There are two valid transmission modes: digital and analog. Where digital usually has a longer range, analog is more reliable". Secara analog power transmission yang di pacarkan bersifat long range dan reliable. Pertanyaanya adalah apakah frekuensi ini sudah di daftar di Indonesia seperti hal pada links berikut ini http://www.amsa.gov.au/forms/amsa6.pdf jika belum berarti peralatan SAR kita yang masih sangat kuno sekali.
2. Termonitor Satelit.
Bagaimana bisa data frequency yang diberikan adalah dalam bentuk VHF. satuan frekuensi adalah Mhz. Membaca satuanpun Bung sang pakar tidak bisa. silahkan dicek referensinya sekali lagi. Jika pernah menonton film battleship, disitu dtampilkan satelit NOAA yang terhalang oleh perisai, sehingga ini digantikan dengan signal ELT yang dilautan. itu contoh sederhana saja. sinyal dari ELT selalu menyala untuk mengetahui keadaan pesawat, karena sifatnya beacon hanya memancar persatuan waktu. Apakah otomatis on. Bung roy ternyata tidak memahami algolritma sleep, idle and on dalam sistem transmisi. gunanya algolritma sleep,idle dan on adalah runtunan agar peralatan selalu memancar dengan harapan untuk menghemat konsumsi energi.
3. jenis pancarannya line offline.
Bung roy mendefenisikan sendiri arti jenis pancaran. mungkin karena sebagai Guru Besar tentunya bisa sendiri mendefenisikan istilah ini. Ternyata salah besar dan ngawur. Sifat propagasi berdasarkan variabel lamda yaitu 2 sampai 4. Di saat nilai variabel adalah 2 berarti propagasi (pancaran) tidak terhalang oleh apapun. tranmisi bisa diterima sejauh dari daya pancar (power transmission) dari alat tersebut. Namun jika daerah lingkungan tersebut bernilai 3-4 berarti pada daerah yang banyak memiliki halangan disinilah terjadi reduksi pancaran atau pathloss. Jenis propagasi bergantung dengan jenis antena yang digunakan. rata-rata yang gunakan model omni dengan satuan dB (decibel). Semakin besar Gain pada antena semakin jauh jarak jangkau alat tersebut mengirimkan data. Penjelasan bung Roy Sukro eh salah Suryo mengenai "105 VHF itu jenis pancarannya line offline, lurus" adalah keliru. Jenis antena dan model coverage signal sangat berbeda karakteristiknya. Sebagai contoh disaat antena dalam posisi horisontal, apakah posisi propagasi menjadi lurus. justru pancaran mengarah ke atas. Pertanyaannya apakah terhalang bukit tidak bisa menerima signal, Ada istilah yang namanya Scattering And Reflector. Signal yang di pancarkan dapat di pantulkan oleh medium-medium disekitarnya. loh Teori Bung suryo ternyata salah. justru karena tidak On oleh hantaman keras pada pesawat sehingga komponen powernya terlepas.
Sedikit heran kenapa ungkapan bung suryo frekuencynya di 105 VHF, Sedangkan informasi http://en.wikipedia.org/wiki/Aircraft_emergency_frequency adalah 121.5 MHz.
Sekarang masih bisa di percaya analisis kacang goreng seperti bung suryo. Silahkan di diskusikan.