Pembayaran digital telah menjadi fenomena global yang melibatkan penggunaan teknologi untuk melakukan transaksi keuangan secara elektronik. Dalam konteks Islam, pembayaran digital memunculkan pertanyaan tentang kesesuaian dengan prinsip-prinsip keuangan syariah yang mengatur hukum dan etika keuangan dalam agama ini. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pandangan Islam terkait pembayaran digital dan bagaimana teknologi ini dapat diintegrasikan dengan prinsip-prinsip keuangan syariah.
Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa teknologi pembayaran digital hanyalah alat atau sarana transaksi, dan penilaian syariah tidak terletak pada teknologi itu sendiri, tetapi pada penggunaan dan konsekuensi dari penggunaan teknologi tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi aspek-aspek tertentu dari pembayaran digital yang relevan dengan prinsip-prinsip keuangan syariah yaitu sebagai berikut:
Keabsahan dan Kehalalan: Dalam Islam, pembayaran digital harus mematuhi ketentuan keuangan syariah, seperti menghindari riba (bunga), gharar (ketidak pastian berlebihan), dan maysir (perjudian). Oleh karena itu, metode pembayaran digital yang melibatkan bunga atau transaksi spekulatif harus dihindari.
Hal tersebut tercermin dalam hadis yang diriwayatkan oleh HR. Bukhori dan Muslim tentang keabsahan perbuatan, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan bahwa penilaian terhadap suatu perbuatan bergantung pada niat di dalam hati seseorang, dan pahala atau balasan akan sesuai dengan niat tersebut. Oleh karena itu, jika seseorang melakukan hijrah karena Allah dan demi mengikuti perintah-Nya serta Rasul-Nya, maka hijrahnya dianggap sebagai pengabdian kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika seseorang melakukan hijrah semata-mata karena tujuan dunia atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijrahnya hanya berdasarkan motif-motif tersebut."
Kepemilikan dan Transparansi: Prinsip kepemilikan dalam Islam menekankan pentingnya transparansi dalam transaksi keuangan. Pembayaran digital harus memastikan bahwa hak kepemilikan aset atau dana tetap terjamin dan transaksi dilakukan secara jelas dan terbuka.
Zakat dan Infak: Zakat adalah salah satu pilar dalam ekonomi Islam yang mengatur kewajiban memberikan sebagian harta kepada yang berhak. Dalam pembayaran digital, perlu ada kemudahan dalam menghitung dan membayar zakat. Selain itu, teknologi pembayaran digital juga dapat memfasilitasi kemudahan berinfak atau memberikan sumbangan sukarela yang dianjurkan dalam agama Islam.
Hal tersebut tercermin dalam hadis yang di riwayatkan oleh HR.Bukhori dan Muslim tentang zakat dan infak yaitu "Dalam Islam sebagai cara untuk membantu sesama, menjaga keadilan sosial, dan berbagi rezeki yang Allah berikan kepada kita."
Keamanan dan Privasi: Dalam Islam, melindungi keamanan dan privasi informasi pribadi orang lain dianggap sebagai prinsip yang penting. Pembayaran digital harus memperhatikan keamanan data dan privasi pengguna agar tidak melanggar prinsip-prinsip ini.
Integrasi pembayaran digital dengan prinsip-prinsip keuangan syariah dapat dilakukan dengan memastikan bahwa platform pembayaran digital yang digunakan mematuhi prinsip-prinsip tersebut. Perusahaan dan penyedia layanan pembayaran digital dapat menjalankan proses audit syariah untuk memastikan bahwa sistem dan proses yang digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. ada beberapa inisiatif yang telah dilakukan oleh lembaga keuangan Islam dan perusahaan teknologi.
Misalnya, pengembangan aplikasi pembayaran digital berbasis syariah, layanan perbankan digital yang mengikuti prinsip-prinsip syariah, dan platform perdagangan elektronik yang memastikan transparansi dan keadilan dalam transaksi. Dalam mengembangkan pandangan Islam tentang pembayaran digital, kita dapat merujuk kepada kitab-kitab fiqh (hukum Islam) dan literatur terkait.