Dunia dalam hal ini UNESCOdalam rangka memperingati hari aksara internasional yang biasa diperingati pada tanggal 8 September, pada tahun iniUNESCO mengangkat tema Reading the Past and Writing the Future (membaca masa lalu, menulis masa depan)tema itulah kemudian kemendikbud menterjemahkan tema hari aksara tahun ini Penguatan Literasi dan vokasi dalam Membangun Ekonomi Berkelanjutan.
Tema tersebut mengacu pada enam kemampuan literasi, yaitu Kemampuan baca tulis berhitung (Calistung), sains, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), keuangan, budaya, dan kewarganegaraan. Tema tersebut selaras dengan Nawa Cita yang menjadi agenda prioritas pemerintah Indonesia terkait pembangunan vokasi atau peningkatan keterampilan hidup masyarakat.
Hasil penelitian mengatakan, Indonesia dalam angka memiliki kecenderungan yang rendah dalam hal minat baca, konon dari jumlah penduduk Indonesia ketika diprosentasi hanya 0,001 % atau bisa dihitung dari 1.000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat baca, lantas para pegiat literasi di citizen jurnalis, para kompasianer yang notabenya suka menulis masuk kategori yang mana?
Menjadi tanda tanya, apakah penelitian itu objektif atau jangan-jangan malah sengaja membuat keruh masyarakat kita, kemudian hanya dijadikan objek para pengambil kebijakan untuk membuat berbagai program yang sering kali programnya tidak membumi hanya sekedar ceremonial, agar terlihat sok sibuk dan perhatian.
Pekerjaan rumah kita adalah masyarakat yang begitu heterogen, mulai dari tingkat pendidikan yang masih tergolong rendah, lemahnya sumber daya manusia karena kekurang-berdayaan dalam hidupnya, dirasa menjadi sebab adanya akibat, kenapa Indonesia dalam kategori budaya baca sangat lemah, pertanyaannya kemudian masyarakat yang mana?
Masyarakat perkotaan yang begitu dimanjakan dengan kecanggihan dunia tekhnologi, pola hidup yang lebih glamourkemudian berdampak pada pola kehidupan sosial perkotaan yang cenderung asyik dengan dunianya sendiri alias autism. Konsep hidup yang semakin tertutup dengan dunia luar, karena lebih memilih hidup diperumahan-perumahan. Artinya boleh dibilang masyarakat kita sedang membangun tembok pembatas hidupnya sendiri tanpa mengindahkan bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Bagaimana dengan masyarakat pedesaan, kampung-kampung terpencil dan tertinggal dari pesatnya perkembangan zaman? apakah masyarakatnya berpikir untuk mencoba belajar menyesuaikan zaman? Jawabku sederhana, merekalah masyarakat yang penuh kearifan lokal yang dengan tergopoh-gopoh terus berupaya untuk bisa menyesuaikan zaman walau penuh dengan label keterbatasan.
Mereka yang masih memiliki kecenderungan mementingkan ke-egoisan akan dirinya, belum mau terbuka untuk diajak berpikir dan berproses untuk merubah masa yang akan datang secara bersama dan berkelanjutan.
Hiruk pikuk pemerintahan kita, kadang terlalu banyak ide yang begitu cemerlang, namun hanya sebatas ide, berbagai terobosan program yang diluncurkan, namun secara substansi kurang tepat sasaran dan hanya sekedar ceremonial sebuah gerakan yang cukup di publish diketahui masyarakat, habis itu sudah.
Memulai dari gerakan revolusi mental yang dicanangkan pemerintahan Jokowi, kalau ini benar-benar diresapi secara total oleh masyarakat kita harusnya mampu menjadikan gerakan yang mengakar rumput, namun inilah bukti bahwa lemahnya budaya literasi kita, mengartikan sebuah gerakan tidak secara utuh alias setengah hati, pasti hasilnya pun jauh dari memuaskan, sehingga berdampak pada lemahnya mental masyarakat kita.
Acapkali masyarakat kita akan tergerak ketika sudah merasakan dampak atas sebab yang kurang begitu diperhatikan, Gerakan Indonesia Membaca (GIM) mulai dicanangkan pada tahun ini, seperti yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyumas dengan leading sektornya Dinas Pendidikan khususnya Bidang Pendidikan Non Formal, dengan pelibatan berbagai lembaga mitra sebagai penggerak dilapangan mulai dari satuan pendidikan non formal diantaranya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan lembaga kursus dengan fokus pada program pendidikan yang basisnya adalah masyarakat.