Lihat ke Halaman Asli

Lahirnya Seorang Jenius

Diperbarui: 14 April 2016   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu sejak pagi langit diliputi awan kelabu, mendung. Sepertinya akan turun hujan. Namun, sampai hari menjelang petang, hujan tak kunjung datang. Sudah terbayang, apa yang dirasakan orang-orang. Yah… kepanasan… bagaikan tinggal di gurun nan gersang. Orang-orang pun serasa hendak telanjang. Mereka pun memilih untuk duduk-duduk di depan rumah menikmati hembusan angin sepoi-sepoi, meski dianya seperti malas-masalasan memberikan kesejukan kepada para manusia. Seolah dia berkata, “Silahkan nikmati keadaan alam yang sudah tak bersahabat lagi. Ini semua karena ulah kalian sendiri. Menggunduli hutan seenak hati. Membangun gedung beradu tinggi. Penghijauan pun tak dipedulikan lagi”.

Ketika melirik ke sudut kampung, di sebuah rumah sederhana, tampak sedikit kegaduhan. Owh… ada apa gerangan? Ternyata seorang ibu tengah menjalani proses persalinan. Persalinan yang tak dibantu oleh bidan. Karena kebetulan sang bidan belum pulang, sedang memberikan pembinaan, di pelosok pedesaan. Hanya tampak beberapa ibu setengah baya dan dukun beranak yang membantu proses persalinan.

Suami ibu yang sedang bersalin, calon ayah baru, terlihat kelimpungan. Bingung-bingung gimana… gitu. Maklum, itu adalah pengalaman pertamanya menunggu kelahiran seorang anak. Tak jelas, apa yang ia lakukan. Hilir mudik di ruangan depan kamar tempat isterinya tercinta berjuang menjalani proses persalinan. “Mas… tolong aku…”, tiba-tiba terdengar suara isterinya dari dalam kamar. Ia pun segera menghampiri isterinya, memberikan support. “Sabar ya sayang… bertahanlah kamu pasti kuat… kamu pasti bisa… sebentar lagi kita akan menjadi ayah dan ibu…”, sang suami mencoba menenangkan isterinya. “Iya… Mas…”.

Assalamu’alaikum… di tengah kepanikan para panitia persalinan (cieh… panitia persalinan… memangnya acara Agustusan), tiba-tiba terdengar suara khas Bu Bidan nan lembut dan menenangkan terdengar dari luar rangan. “Wa’alaikumussalam…”, sontak semua yang ada di rumah itu, menyambut kedatangan bu Bidan. “Silahkan masuk bu bidan…”, semua yang ada hampir kompak mempersilahkan. Tanpa basa basi bu bidan yang terkenal baik hati ini, langsung beraksi. Membantu persalinan Bu Jeni dengan sepenuh hati. Tidak sampai setengah jam, lahirlah seorang anak laki-laki. “Selamat yah… Pak Iyus, anak bapak laki-laki”, bu bidan melirik ke arah sang suami. “Alhamdulillah…”, kekompakan semua yang ada terdengar kembali. Pak Iyus, sang suami, terlihat sangat gembira menyambut kelahiran anak pertamanya, ia pun segera mengecup kening sang isteri. “Selamat yah sayang… kamu telah melahirkan buah hati kita…”. Hanya senyuman manis sebagai jawaban dari sang isteri. “Terima kasih bu bidan…”, Pak Iyus mengalihkan pandangannya ke arah bu bidan yang sedangkan membersihkan diri. Setelah membantu proses persalinan tadi. “Iya… sama-sama Pak… Bapak sudah menyiapkan nama untuk sang bayi?”, bu bidan menjawab dan balik bartanya. “Sudah bu… anak pertama kami ini akan diberi nama Jenius…”, jawab sang ayah. “Jenius…? Owh… nama yang bagus Pak Iyus…”, bu bidan tersenyum. “Iya bu, Jenius. Anak Ibu Jeni dan Pak Iyus… hehehe…”, jawab Pak Iyus sambil tersenyum…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline