Mata Kuliah: Demografi Sosial
Nama Anggota:
- Adinda Putri Maharani (2316834)
- Andien Rizkyas Yasmin (2309613)
- Asti Lestari (2306824)
- Gadis Dhiyafah Purnama (2310895)
- Gina Aulia (2311541)
- Junaheni Afifah (2310889)
- Nadila Putri Budi Sugiarti (2301765)
- Sekar Kirana Wulandari (2309726)
- Yasmin Nur Azizah (2311290)
Dosen Pengampu:
Mirna Nur Alia Abdullah, S.Sos., M.Si.
Pasangan yang sudah tidak bahagia dan merasa tidak dapat mempertahankan hubungan pernikahan menganggap perceraian merupakan pilihan terbaik. Perceraian dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti ketidakstabilan dalam perkawinan, ketidakmampuan menjalankan kewajiban dan peran masing-masing, atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Secara istilah umum, perceraian adalah putusnya hubungan atau ikatan perkawinan antara seorang pria atau wanita (suami-istri). Sedangkan dalam syariat Islam perceraian disebut dengan talak, yang mengandung arti pelepasan atau pembebasan (pelepasan suami terhadap istrinya). Perceraian terbagi menjadi dua macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah permohonan cerai yang diajukan atau dimohonkan oleh pihak suami, sedangkan cerai gugat dapat diartikan dengan gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat atau istri, kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.
Kasus perceraian yang terjadi di wilayah Indonesia tentu berbeda-beda tingkatannya, ada yang rendah dan tinggi. Kota Cimahi merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki tingkat perceraian rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat tahun 2023, jumlah perceraian di Kota Cimahi sebanyak 1.176. Kota Cimahi menempati posisi ke-6 dengan jumlah perceraian terendah dari 27 daerah yang ada di Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut menjadi perhatian peneliti karena perceraian rendah tentu merupakan tren positif, mengingat di Indonesia dari tahun ke tahun pasti selalu terjadi kenaikan kasus perceraian. Oleh sebab itu, peneliti ingin menelusuri lebih dalam mengenai kasus perceraian rendah di Pengadilan Agama Cimahi.
Pengadilan Agama Cimahi dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 28 Tahun 1967 tanggal 15 Maret 1967 tentang Pembentukan Kantor Cabang Pengadilan Agama Bandung di Cimahi dengan daerah hukum meliputi wilayah Kabupaten Bandung. Mulai bulan April 2016 Pengadilan Agama Cimahi berubah nomenklatur menjadi Pengadilan Agama Kota Cimahi, hal ini didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pembentukan Beberapa Pengadilan Agama Baru.
Kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Cimahi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus menjadi faktor penyebab yang mendominasi terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Kota Cimahi pada tahun 2023 dengan jumlah 610 perkara, faktor ekonomi sebanyak 315 perkara, faktor meninggalkan salah satu pihak 37 perkara, kekerasan dalam rumah tangga 30 perkara, zina 5 perkara, mabuk 4 perkara, poligami 3 perkara, dihukum penjara 2 perkara, madat, judi, dan murtad sebanyak 1 perkara. Faktor-faktor di atas menjadi beberapa alasan kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kota Cimahi.
Perkara paling banyak yang diterima oleh Pengadilan Agama Kota Cimahi adalah cerai gugat. Cerai gugat yang diterima pada tahun 2023 sebanyak 897 perkara. Cerai gugat di Pengadilan Agama Cimahi lebih banyak karena beberapa alasan, yaitu suami tidak memberikan nafkah, suami melakukan perselingkuhan, suami melanggar perjanjian atau komitmen yang sudah ditetapkan sebelum pernikahan, suami melakukan KDRT, istri tidak mendapat perhatian atau kasih sayang yang cukup, dan suami sering mabuk dan judi. Sedangkan cerai talak sebanyak 304 perkara. Cerai talak lebih sedikit perkaranya karena banyak kasus suami yang malas mengikuti tahapan perceraian, suami dapat menikah lagi tanpa harus menceraikan istrinya atau poligami, dan persyaratan pembuktian lebih rumit.
Syarat pengajuan cerai talak atau gugat di antaranya sebagai berikut: