Lihat ke Halaman Asli

Hebatnya si "Padi Super" Menghadapi Teriknya Matahari

Diperbarui: 21 Mei 2024   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Gagal Panen Padi Akibat Suhu Tinggi (Antarafoto, 2019)

Di Indonesia, tanaman padi merupakan komoditas utama dalam sistem ketahanan pangan nasional. Luas panen padi di Indonesia mencapai 14.468.469 ha yang produksinya bisa mencapai 73.35 juta ton pada tahun 2016. Namun produksi komoditas in kerap kali mengalami berbagai masalah, salah satunya adalah stress tanaman akibat panas atau yang lebih dikenal dengan istilah heat stress saat musim kemarau panjang, yang dapat mengakibatkan gagal panen. Gagal panen tanaman padi akibat kondisi panas ekstrem selama musim kemarau panjang telah menjadi perhatian serius bagi para petani dan ahli pertanian di seluruh dunia. Perubahan iklim yang mengakibatkan peningkatan suhu yang ekstrem, menyebabkan dampak yang merugikan bagi tanaman padi yang merupakan salah satu sumber pangan pokok bagi masyarakat Indonesia (Gambar 1).

Tanaman padi membutuhkan suhu yang sesuai untuk tumbuh dengan baik. Namun, jika suhunya terlalu tinggi, hal itu bisa berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan padi. Penelitian yang dilakukan oleh Fahad dan rekan-rekan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa padi memiliki respons yang berbeda terhadap tekanan panas pada setiap tahap pertumbuhan atau perkembangan.

Pada tahap pembibitan, padi yang terkena tekanan panas sering mengalami keterlambatan pertumbuhan, jumlah anakan yang berkurang, dan perubahan warna daun. Biasanya, stres panas paling berdampak pada hari-hari sebelum pembungaan dan mencapai puncaknya pada hari pembungaan. Tapi, varietas padi yang tahan panas cenderung lebih baik dalam menghadapi tekanan panas dibandingkan dengan varietas yang lebih sensitif. Meskipun demikian, penurunan kualitas juga bisa terjadi akibat suhu tinggi, meskipun sebagian besar dikontrol oleh faktor genetik masing-masing varietas padi.

Studi lainnya menunjukkan bahwa hormon endogen tanaman, seperti sitokinin, asam absisat, dan asam indol asetat, memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan pembentukan hasil padi. Suhu tinggi dapat mempengaruhi kadar hormon endogen ini selama fase pengisian gabah, yang akhirnya mempengaruhi hasil akhir. Saat ini banyak solusi yang dilakukan untuk menghadapi gagal panen akibat kekeringan pada tanaman padi seperti perlakuan pemuliaan tanaman, teknologi irigasi, dan modifikasi tanah dengan tambahan bahan organik.

Untuk mengatasi dampak negatif dari stres panas, beberapa peneliti telah menemukan bahwa penambahan asam salisilat (SA) dapat membantu mengurangi kerusakan pada padi dan meningkatkan hasil gabah di bawah tekanan panas. Sementara itu, degradasi asam absisat (ABA) juga berkaitan dengan peningkatan suhu selama perkecambahan biji padi. Ini menunjukkan pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang respons padi terhadap suhu tinggi dan bagaimana kita dapat memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan hasil pertanian di masa depan.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa tanaman padi memiliki sistem bawaan yang disebut Heat Shock Protein (HSP) untuk melawan stres lingkungan, termasuk tekanan panas. Ini seperti perlindungan alami bagi tanaman saat cuaca panas. HSP bekerja dengan cara membantu protein-protein lain agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah kerusakan yang disebabkan oleh panas ekstrem. Sejumlah penelitian telah menyoroti pentingnya HSP dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres panas.

Heat Shock Protein (HSP) didefinisikan sebagai protein yang proses transkripsinya diinduksi oleh adanya stres akibat suhu yang tinggi atau heat shock, dan dibedakan oleh struktur gen yang berkaitan dengan ukuran protein dan fungsinya. HSP merupakan molekul chaperone, dalam bentuk heptamer yang tersusun dari 7 molekul, yang bertugas mengenali dan mengikat rantai polipeptida dan terlibat dalam proses folding (pelipatan) yang dilakukan oleh protein.

Para ilmuwan telah menemukan bahwa ekspresi berlebihan dari beberapa jenis HSP, seperti OsHSP18 dan sHSP17, dapat meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap panas dan bahkan sinar UV-B. Temuan menarik ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi HSP bisa menjadi kunci dalam melindungi tanaman padi dari tekanan panas yang ekstrim.

 Gen HSP dapat diisolasi dari berbagai jenis sel hidup. Namun, untuk mendapatkan ekspresi gen HSP terbaik dapat diperoleh dari organisme yang memiliki ketahanan panas yang super tinggi, yakni archaebacteria. Sebagian besar archaebacteria hidup di lingkungan ekstrem yang mirip dengan habitat purba dalam sejarah evolusi bumi. Berdasarkan habitatnya, archaebacteria yang dapat bertahan hidup pada suhu ekstrim adalah kelompok bakteri termofilik.

Bakteri termofilik merupakan organisme yang dapat bertahan hidup pada tempat-tempat dengan suhu yang sangat ekstrim seperti kawah gunung berapi. Gen HSP pada sel bakteri termofilik bertindak sebagai chaperones yang berperan dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang ekstrem. Perubahan yang ekstrem ini dapat menyebabkan gangguan pada sintesis dan tahap pelipatan protein bakteri yang mana penting bagi ketahanan hidup di lingkungan yang penuh stress.

Penelitian ini memberikan harapan baru bagi para petani dalam menghadapi tantangan stres panas di lapangan. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang genetika tanaman, kita dapat menciptakan varietas padi yang lebih tangguh dan dapat bertahan lebih baik dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin ekstrim.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline