Lihat ke Halaman Asli

Sekar Adiyanti

Freelancer

Cantik Bersama Bumi: Mengukir Kecantikan yang Ramah Lingkungan

Diperbarui: 5 Februari 2024   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Pixabay

"Mirror, Mirror on the wall, who's the fairest of them all?" -kalimat ajaib tersebut mungkin sudah tidak asing ditelinga kita. Kalimat ini mencerminkan keinginan setiap orang untuk dapat tampil cantik, menawan, dan menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.

Kemerlap dunia fashion dan kecantikan selalu berputar cepat dengan trend baru. Arus digitalisasi yang semakin cepat membuat kita tergoda untuk selalu mengikuti arus dan tampil modis. Banyak dari kita yang tergiur untuk membeli barang-barang yang digunakan oleh para artis, idol, atau influencer yang kita sukai. Kita seringkali terpesona oleh keindahan produk-produk fashion dan kecantikan yang ada. Namun, di balik tirai keindahan tersebut tersimpan kenyataan pahit yang harus kita sadari, yaitu dampak negatifnya terhadap lingkungan.


Fast Fashion dan Limbah Tanpa Batas

Trend fashion yang berganti dalam waktu singkat, serta menggunakan bahan baku yang berkualitas buruk ataupun murah identik dengan fast fashion. Ironisnya, kecepatan dari perkembangan industri ini menghasilkan limbah tekstil yang berlimpah, mencemari air dengan bahan kimia berbahaya, dan memicu eksploitasi buruh. Menurut Earth.org (2023), dari 100 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahunnya, sekitar 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah. Selain itu, industri fashion juga berkontribusi sebesar 10% terhadap emisi global rumah kaca, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 50% pada tahun 2030.

Tidak hanya industri fashion, industri produk kecantikan seperti skincare, makeup, dan produk personal care lainnya juga tidak luput dari permasalahan pencemaran lingkungan. 

Data dari Plastic Soup Foundation (2023), menunjukkan bahwa industri kecantikan memproduksi sekitar 120 miliar unit kemasan setiap tahunnya. Dari total produksi tersebut, sekitar 60% terbuat dari bahan plastik yang tidak dapat terurai secara alami. Hal ini menunjukkan betapa besar dampak industri kecantikan terhadap lingkungan. 

Selain itu, beberapa produk kecantikan juga mengandung senyawa volatil organik yang berkontribusi menyumbangkan emisi gas rumah kaca. World Bank (2023) mencatat bahwa senyawa-senyawa ini menyumbang sekitar 4% emisi gas rumah kaca secara global.

Green Lifestyle: Gaya Hidup Berkelanjutan yang Trendy

Namun, ada sinar harapan dalam menghadapi tantangan ini. Green Lifestyle atau gaya hidup berkelanjutan, mulai merambah masuk ke dalam trend fashion dan kecantikan. Mulai populernya trend fashion dan kecantikan ramah lingkungan ini tentunya membuka jalan bagi gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan penuh kesadaran. 

Para aktivis dan influencer pun turut menyuarakan aksi Green Lifestyle, mengajak kita untuk beralih ke pilihan yang lebih ramah lingkungan dalam keseharian, termasuk dalam hal fashion dan kecantikan. Sejumlah langkah sederhana dapat kita terapkan untuk membantu mengurangi dampak negatif ini.

Ubah Mindset, Fokus pada Kebutuhan

Langkah awal menuju Green Lifestyle adalah dengan mengubah mindset konsumtif dan fokus pada kebutuhan. Seringkali kita membeli pakaian maupun produk kecantikan hanya karena keinginan semata saja bukan karena kebutuhan. Misalnya, kita tertarik dengan pakaian ataupun makeup yang digunakan oleh aktor dalam K-drama yang kita tonton sehingga kita impulsif untuk membeli barang tersebut walau kita tidak terlalu butuh. Kita harus mengubah mindset konsumtif ini dan pertimbangkan dengan matang sebelum membeli, jangan hanya keinginan sesaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline