Lihat ke Halaman Asli

Menulis (Fiksi yang Bagus) Itu Susah - Bagian 1

Diperbarui: 28 November 2019   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin saya membuat status di dinding grup Fiksiana Community. Isinya menanyakan kepada anggota grup, kira-kira apa saja kesulitan mereka dalam menulis. Kenapa saya bertanya seperti itu?

Begini, bagi yang sudah terbiasa menulis fiksi, apalagi sampai menelurkan beberapa karya versi cetak, tentu menulis sama mudahnya dengan menghirup udara. Atau sama entengnya dengan jajan cilok di prapatan depan (eh, gimana?).

Kalau isi bukunya merupakan 'pesanan', penulis tinggal eksekusi, mungkin hanya tambah riset dan polesan sedikit. Akan tetapi, bagaimana dengan mereka yang baru saja terjun ke kolam kata-kata? Saya tidak ingin semangat mereka buyar karena berbagai kesulitan yang mereka hadapi.

Beberapa kali FC mengadakan kompetisi menulis kecil-kecilan, hanya beberapa nama saja yang bisa 'memuaskan' mata saya sebagai juri. Ini bukan berarti karya mereka yang tidak menang adalah buruk.

Saya yakin, seberapa tidak berbakatnya seseorang, tetapi jika terus berlatih dan mendapat 'makanan' yang baik, maka mereka akan menuai hasil yang luar biasa. Ya, sebesar itu keyakinan saya kepada seluruh anggota grup. Maka, saya bertanya, sekiranya bisa saya carikan 'makanan' yang tepat sehingga mereka bisa berlatih lebih giat lagi.

Di luar dugaan, pertanyaan itu mendapat reaksi luar biasa dari anggota grup. Bahkan, anggota senior (baca: yang sudah beberapa kali menelurkan karya, baik cetak maupun daring) ikut menyuarakan kegelisahan dalam menulis.

Setelah saya rangkum, muncul poin-poin sebagai berikut:

  • Ide cerita (termasuk di dalamnya membahas plot, alur, kelogisan cerita, dan penataan konflik),
  • Menjaga mood atau semangat menulis (erat kaitannya dengan disiplin diri),
  • Mengembangkan karakter serta memilih nama untuk karakter tersebut,
  • Kalimat atau paragraf pembuka,
  • Delivery/penyampaian kisah (erat kaitannya dengan gaya menulis),
  • Membuat judul, serta
  • Tanda baca.

Nah, di bagian pertama ini, saya tertarik membahas soal tanda baca. Bukan titik atau koma, melainkan tanda petik. Sebab, ada anggota grup yang mengeluhkan, "Apa yang harus saya tulis setelah tanda petik tutup?"

Kita semua tahu, tanda petik merupakan tanda baca ("...") yang mengapit petikan langsung yang menyatakan kutipan berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain (KBBI Edisi V). Dalam cerpen atau novel, tanda petik digunakan untuk menunjukkan bagian dialog para tokohnya.

Jadi, apa yang harus ditulis selanjutnya setelah si tokoh selesai bicara?

Jawabannya, banyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline