Lihat ke Halaman Asli

Leo dan Jane

Diperbarui: 27 November 2018   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu hari mungkin aku akan bosan menghitung domba hanya untuk membuatku terlelap. Suatu hari mungkin aku akan lelah mengantri di kantin sekolah hanya untuk sebungkus burrito. Suatu hari mungkin aku akan membuang jaket Rip Curl-ku yang sudah kupakai bertahun-tahun dan menggantinya dengan jaket hijau norak hanya karena itu pemberian Granny. Dan, suatu hari mungkin aku akan butuh sumpal kuping untuk mencegah ocehan Jane merusak jiwaku.

Kalian tahu, ini sering terjadi, ketika aku duduk di bangku paling belakang bus sekolah, aku melamun. Mulai dari membayangkan aku lebih dewasa tujuh tahun dibanding usiaku sekarang yang baru enam belas dan masuk ke klub malam. 

Aku masih penasaran bagaimana rasa bir. Tak perlu tertawa, aku memang belum pernah minum bir sampai detik ini. Bukan tidak berani, aku hanya tidak ingin muntah hebat setelahnya. Brian mengejekku karena mengatakan alasan itu. Dia bilang, orang minum bir tidak selalu berakhir dengan muntah hebat. 

Tapi, seringnya, akulah yang membopong Brian pulang setelah ia muntah hebat akibat sembunyi-sembunyi minum beberapa kaleng bir di belakang toko kelontong Mr. Whitaker. Dan, kalau aku ingat kejadian itu, aku heran kenapa aku masih saja mau menemani Brian dan dua temannya yang tak pernah bisa kuhafal namanya, minum bir di belakang toko Mr. Whitaker. Sepertinya itu bukan karena Brian adalah kakak Jane. Yah, sepertinya begitu.

Aku juga sering membayangkan aku kabur dari rumah, menumpang mobil ke LAX, membeli tiket ke satu tujuan yang jauh memakai tabungan seumur hidupku, lalu terdampar di sebuah pulau tropis tanpa keinginan untuk pulang. 

Aku selalu membayangkan pulau itu berada di Asia, banyak pohon kelapa, matahari sepanjang tahun, dihuni gadis-gadis berkulit karamel --- banyak gadis-gadis! --- dan punya spot selancar yang keren. Mungkin di sana aku bisa jadi instruktur selancar untuk gadis-gadis berkulit karamel itu. Atau mungkin aku akan punya resor sederhana di tepi pantai dan menjadi tempat liburan favorit Paris Hilton atau Taylor Swift.

"Hei, Leo!" Seseorang berteriak dekat dengan telingaku dan tangannya yang lebar nyaris menutupi seluruh bagian bahu kiriku. "Berkhayal apa lagi hari ini? Apa Taylor Swift akan menginap di kamarmu malam ini sambil menyanyikan ninabobo untuk membuatmu tertidur?"

Sial! Kadang aku menyesal pernah bicara soal khayalanku pada James.

 "Taylor Swift tidak akan ke rumahku malam ini, James, tapi mungkin kakakmu yang melakukannya." Aku bangkit dari bangku dan beranjak ke pintu bus di bagian depan karena sebentar lagi aku harus turun, sambil meneruskan kalimatku, "Lindsey akan datang membawa pom-pomnya dan menghiburku sampai pagi."

 Yeah, aku selalu suka akhir yang menyenangkan seperti ini. Tapi, yah, hanya James yang bisa kuledek habis-habisan seperti itu.

***

PS: Silakan kalau ada teman-teman yang mau melanjutkan draft ini. Kalau oke, mungkin kita bisa bukukan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline