Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Fiksi (Ih, Kok Lagi?!)

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kok ini lagi ya?! Hahahaha…. Abis gimana dong?! Soalnya kalimat – kalimat ide itu munculnya tidak berbarengan dengan ide tulisan yang saya posting sebelumnya. Tapi kali ini saya tidak akan bercerita soal dialog imajiner lagi, atau menceritakan sesuatu melalui dua karakter fiksi saya. Saya akan berbagi soal pertanyaan yang terlontar dari suami saya tercinta, tentunya masih soal cerita fiksi garapan saya.

Suatu malam, ketika saya sedang mengerjakan sebuah cerpen (saya lupa yang mana), suami saya ikut menemani sambil makan cemilan. Tiba – tiba saja dia bertanya, “Kenapa gak dibikin komik aja?” Dan dengan ringannya saya pun menjawab, “Aku gak bisa nggambar.”

Lalu dia menawarkan diri untuk membuatkan gambar – gambarnya. Tapi sekali lagi saya menolaknya. Bukannya saya meragukan kemampuannya sebagai seorang desainer grafis yang jago pula menggambar, hanya saja saya tidak suka kalau cerpen – cerpen saya dituangkan dalam bentuk komik. Bukan berarti saya tidak suka komik lho. Favorit saya tetap Donal Bebek hehehe….

Satu lagi alasan saya menyukai menulis cerita fiksi adalah prosesnya. Saya sangat menikmati proses menemukan kata – kata yang pas lalu merangkainya menjadi sebuah kalimat. Lalu saya menemukan lagi beberapa kata dan menjadi satu kalimat lagi. Begitu seterusnya hingga banyak kalimat yang saya kumpulkan, lalu terangkailah menjadi paragraf – paragraf yang sarat makna. Dan ketika saya membaca ulang apa yang telah terangkai, saya menjadi sangat puas.

Saya jadi teringat tentang keluhan seorang sahabat. Ia ingin sekali menulis sebuah cerita fiksi, tapi ia berkata tidak bisa membuatnya. Saya menjawab dalam hati, “Itu tidak mungkin”. Sebenarnya tidaklah sulit untuk membuat sebuah cerita fiksi. Mungkin yang terasa sulit adalah saat pertama memulainya. Jika kita sudah mendapatkan starting point yang pas, maka kita dapat dengan mudah mengalirkan cerita begitu saja. Dan itu pasti terasa sangat meyenangkan ketika sudah ada sebuah alur yang pasti di otak kita.

Jadi, mengapa Anda tidak mencoba untuk mulai menulis fiksi sore ini? Saya yakin, banyak di antara para pembaca Kompasiana adalah orang – orang yang berbakat menulis fiksi.

Salam hangat :)

Postingan sebelumnya :

1. Kenapa Fiksi?

2. Kenapa Fiksi (lagi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline