Lihat ke Halaman Asli

Jepun Rangkat - Part 2 [ECR 4]

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1328887763498479778

kisah sebelumnya part 1

Sekar melipat surat di tangannya. Ia berpikir sejenak, lalu dibuka lagi lipatan surat itu dan membacanya lagi. Ini benar tulisan tangan Jaka, pikir Sekar, tapi Jaka tak memberi tahu kapan tepatnya pertemuan itu. Apakah hari ini? Esok atau lusa? Ataukah minggu depan? Kapankah tepatnya? Sekar bingung dan tangannya gemetar.

Esok paginya Sekar masih saja berada di rumah. Ia tidak berangkat ke kios karena tidak enak badan.

Citra berinisiatif untuk menjaga kios kripik kakaknya. Kebetulan ia tidak ada jadwal mengajar hari ini. Sore hari, sekitar pukul lima, ia sudah berada di rumah lagi. Ia tidak tega meninggalkan kakaknya yang tengah sakit sendirian.

“Mbak. Kau ini sakit apa sebenarnya? Mengapa kau tak mau kubawa ke puskesmas Rangkat? Aku yakin, dokter Dewi bisa memberi obat untuk sakitmu, Mbak.”

“Sudah kukatakan, Citra. Aku tidak sakit.”

“Tapi kau demam, Mbak.”

“Ini cuma demam biasa, Dik. Dibawa istirahat juga nanti hilang.”

“Boleh aku lihat surat yang diberikan Jaka kemarin, Mbak?”

Sekar terkejut. Untuk apa adiknya ini perlu tahu isi surat itu?

“Untuk apa?”

“Hanya ingin memastikan penyebab sakitmu, Mbak.”

Sekar mengambil surat itu dari laci meja dan menyerahkan kepada Citra.

“Pantas kau demam, Mbak,” ujar Citra setelah selesai membaca surat itu.

“Ah, kau ini. Mana bisa surat membuatku demam? Aku hanya kelelahan.”

“Kelelahan apa? Aku tahu kau seharian melamun di kios. Ajen dan bunda Yety yang memberi tahu aku. Aku tahu kau selalu mendengarkan lagu dari ipod pemberian Jaka. Aku tahu seminggu terakhir ini kau tidak membuat stok kripik yang baru karena malamnya kau sibuk menangis di dalam kamar. Kau bilang kau kelelahan, Mbak?! Aku tidak percaya itu!!!”

“Citra….”

“Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi di antara kau dan Jaka?”

“Aku….”

“Stop!!!” potong Citra. “Tak perlu kau teruskan. Sepertinya aku sudah tahu akar permasalahannya. Tadi, sewaktu menjaga kios, Jaka sempat mampir. Dia datang bersama Kembang. Itu kan intinya?!”

Sekar tidak menjawab. Ia hanya tertunduk dan menahan air matanya agar tidak tumpah.

“Mbak. Ini saranku. Terserah mau kau ikuti atau tidak. Sebaiknya… kau pulanglah ke rumah Ibu di Denpasar. Aku yakin, suasana rumah lebih bisa menenangkan pikiranmu. Kau tidak bisa terus di sini saat ini. Kembalilah kemari jika kau sudah merasa lebih tenang.”

“Aku tidak bisa, Dik. Aku tidak bisa pergi dari Rangkat. Hidupku sudah di sini. Hatiku pun sudah terlanjur terpaut sempurna di sini.”

“Sempurna, kau bilang, Mbak? Jika sempurna yang kau maksud adalah bertepuk sebelah tangan, jangan harap kau bisa bahagia di sini. Atau begini saja, pemuda di Rangkat kan tidak cuma Jaka. Masih banyak pemuda lain yang mungkin saja lebih baik daripada Jaka. Apakah tidak ada satupun yang menarik perhatianmu?”

“Kau belum pernah merasakan hebatnya rasa cinta yang kurasa waktu itu, Dik. Kau tidak tahu apa – apa tentang aku dan Jaka. Jadi jangan bicara lagi. Sekarang keluarlah dari kamarku. Aku sedang ingin sendiri.”

Well…. Begini saja, Mbak. Daripada kau hanya berdiam diri di kamar dan menangis tanpa tahu kapan berhenti, apa tidak lebih baik kau pergi ke Taman Rangkat?! Saat ini mentari sudah hampir beradu dengan horizon barat. Aku yakin, seseorang memang benar – benar menunggumu di antara kuncup bunga yang kau suka.”

--- bersambung ---

part 3

Note : Saat ini Desa Rangkat sedang mengadakan proyek "Pojok Baca Rangkat"

Untuk info lebih lengkap, silahkan klik di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline