Lihat ke Halaman Asli

Rinduku dan Rindunya

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarak antara aku dan perempuan muda itu sepertinya semakin jauh…

Anggi menutup buku hariannya setelah menulis satu kalimat itu. Ia lalu menghampiri tempat tidurnya dan duduk di samping makhluk mungil yang tengah tertidur pulas. Anggi mengelus pipi dan mengusap kepala anaknya yang baru berumur enam bulan itu. Rizky, sang bayi, bergerak menggeliat. Namun Anggi buru – buru menepuk perlahan tubuh Rizky agar tidak sampai terbangun.

Setelah memastikan Rizky kembali tertidur pulas, Anggi pun keluar dari kamarnya. Ia menghampiri kamar Lista, adiknya.

“Lis. Kau berangkat jam berapa ke stasiun?” tanya Anggi.

“Jam dua,” jawab Lista dengan nada ketus.

“Kau sudah siapkan bekal untuk di kereta? Mau aku bungkuskan nasi dan lauk?”

“Nggak usah. Aku bisa beli di warung makan di depan kompleks rumah,” jawab Lista.

Lagi – lagi jawaban yang keluar dari mulut Lista bernada ketus. Anggi hanya bisa menarik napas panjang.

***

“Ayah. Sebenarnya apa salahku terhadap Lista? Mengapa seolah – olah ia menganggapku orang asing?”

“Memangnya ada apa lagi dengan kalian berdua?”

“Tidak. Tidak ada yang terjadi. Hanya saja, sikapnya padaku tidak pernah melunak. Bahkan untuk menjawab sebuah pertanyaan biasa pun, ia tetap bersikap seperti itu? Apa karena kehadiran Rizky di rumah ini?”

“Anggi. Lebih baik kau tidak ucapkan lagi kalimat itu. Jangan libatkan Rizky dengan segala yang terjadi dengan adikmu.”

“Tapi…, bukankah itu memang sebuah kenyataan?! Rizky hadir di rumah ini tanpa ada sosok pria sebagai ayahnya. Mungkin Lista malu memiliki aku sebagai seorang kakak. Bahkan aku pun tak tahu siapa lelaki itu.”

“Sudahlah, Anggi. Masa kelam itu sudah berlalu. Jangan kau buka lagi lembaran itu. Kau harus berani menatap masa depanmu. Masa itu belumlah hancur lebur. Kau masih bisa membuatnya menjadi secerah yang kau inginkan. Jangan kau khawatirkan soal Lista. Adikmu itu masih muda. Ia belum mengerti benar apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu. Ia tidak memiliki tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Jadi ia hanya bisa memendam segala uneg – uneg itu. Seandainya saja ibu kalian masih ada, mungkin Lista bisa bicara kepada ibu.”

“Tapi, Ayah….”

“Anggi. Percayalah. Semuanya akan menjadi lebih baik tanpa kau sadari sendiri.”

***

Anggi membuka kamar tidur Lista. Sudah satu bulan sejak ia terakhir melihat Lista di kamar itu. Saat itu Lista sedang berbenah barang – barang yang akan dibawanya ke Bandung. Lista mendapat beasiswa dari sebuah institut teknologi di Bandung.

Kamar itu penuh debu. Ada beberapa sarang laba – laba di sudut ruangan dan di langit – langit kamar. Anggi memulai aktifitasnya dengan membuka jendela kamar. Dan udara segar pun merangsek masuk ke kamar Lista.

Lalu Anggi mulai menyapu lantai kamar. Ketika sapu menjangkau lantai di bawah dipan, ada selembar kertas yang ikut tersapu. Kertas itu nampaknya lembaran yang tersobek dari sebuah buku. Debu tebal tampak menutupi lembar kertas itu. Sepertinya kertas itu sudah lama berada di bawah dipan.

Anggi menyingkirkan debu di kertas itu dengan tangannya. Lalu terlihatlah tulisan di kertas itu. Kalimat – kalimat itu ditulis dengan pensil. Dan mungkin karena sudah terlalu lama, jadi tulisan itu pun sudah memudar.

Anggi duduk di tepi ranjang dan mulai membaca tulisan di lembar kertas itu.

Ya, Tuhan. Aku rindu wanita itu. Wanita yang telah memberiku keponakan yang lucu. Aku rindu bercengkerama lagi dengannya. Aku rindu kasih sayang itu, yang persis seperti ibu dulu. Apa aku masih bisa memperbaiki semuanya sebelum terlambat?

Satu bulir bening meluncur dari mata indah Anggi. Ia mendekap erat kertas lusuh itu erat – erat, seolah kertas itu adalah Lista.

gambar nyomot dari google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline