Lihat ke Halaman Asli

Sekar GoldaJuanissa

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Kebijakan Pajak dan Peningkatan Hutang di Era Pemerintahan Jokowi

Diperbarui: 8 Mei 2024   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerintah merencanakan adanya peningkatan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi 12%. Tujuan peningkatan ini bukan untuk keuntungan tersendiri, melainkan untuk mengurangi beban hutang pemerintahan di masa kepemimpinan presiden Jokowi. 

Dengan meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah dapat mengalokasikan lebih banyak dana untuk pembayaran cicilan hutang, sehingga hutang-hutangnya akan terselesaikan secara bertahap. Selain itu, peningkatan pajak ini juga akan dialokasikan jika ada pembangunan dan pelayanan publik yang mendesak. Dalam hal ini, pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Tujuan peningkatan pajak APBN ini dapat berdampak positif bagi masyarakat. Jika mereka dapat mengikuti kebijakan ini, maka hutang negara dapat terselesaikan. Selain itu, masyarakat juga masih bisa merasakan adanya program pembangunan untuk kebutuhan mereka. Namun, terdapat permasalahan dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 yang memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat. 

Salah satu dampak yang diantisipasi adalah kenaikan biaya hidup bagi masyarakat, karena barang-barang dan jasa yang dikenakan PPN akan menjadi lebih mahal. Terutama masyarakat dengan pendapatan rendah mungkin akan lebih terbebani oleh kenaikan biaya hidup yang diakibatkan oleh kenaikan PPN, sehingga masyarakat dengan pendapatan rendah mungkin akan lebih terbebani oleh kenaikan biaya hidup yang diakibatkan oleh kenaikan PPN. 

Dengan adanya kondisi tersebut, Kenaikan PPN dapat menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keseimbangan pendapatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga merasakan sendiri dampak dari kenaikan pajak, seperti, mengurangi pendapatan negara. 

Dengan demikian, perlu adanya kebijakan yang bijak dan berimbang dalam mengelola dampak dari kenaikan PPN ini untuk meminimalkan beban bagi masyarakat yang lebih rentan dan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kenaikan pajak yang tidak bijak, sebenarnya terdapat kelemahan ekonomi Indonesia disebabkan oleh utang yang terakumulasi selama pemerintahan Joko Widodo, tentu hal ini merusak pondasi kekuatan ekonomi negara. 

Jika diambil berdasarkan 38% pada ketentuan UU keuangan 2003, utang pemerintah pada 2023 dinilai sebesar Rp. 8.041 Triliun. Total utang yang dikeluarkan per tahun 2023 ini belum termasuk dengan beban utang  BUMN serta beban utang akibat contingency debt, yang apabila dijumlahkan nilainya bisa mencapai Rp. 8.350 Triliun. Sehingga total utang Negara Indonesia mencapai Rp. 20.750 Triliun yang telah dirilis oleh Komisi XI DPR RI pada Mei 2023. 

Besaran beban utang BUMN senilai 8.300 Triliun, dengan jumlah utang contingency debt senilai Rp. 1.642.250 Triliun dan utang lainnya senilai Rp. 6.710 Triliun. Utang Indonesia dari rentang waktu tahun 2014 hingga tahun 2023 memiliki kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2014 utang Indonesia berada di angka Rp 2.608,78 triliun dengan rasio PDB senilai Rp. 24,75 persen, sedangkan pada tahun 2023 utang negara sudah mencapai Rp. 8.041 triliun dengan rasio PDB 38,11 persen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline