Gunung Bromo merupakan salah satu tempat wisata alam di Indonesia yang terkenal hingga mancanegara. Gunung yang masuk dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini terkenal dengan sunrise indahnya dari puncak Penanjakan. Berada di ketinggian 2.770 mdpl, sunrise dari puncak Penanjakan terlihat begitu mempesona dengan latar puncak Gunung Bromo, Gunung Semeru, Gunung Batok dan hamparan pasir luas. Hampir setiap bulan ribuan wisatawan datang mengunjungi Gunung Bromo.
Dibalik keindahan Gunung Bromo tersebut, berdiam masyarakat Suku Tengger yang turun menurun mendiami kawasan ini sejak ratusan tahun lalu. Tidak ada catatan resmi mulai kapan Suku Tengger mendiami kawasan Pegunungan Tengger. Namun sejarah panjang Suku Tengger bisa dilihat ketika berlangsung Upacara Yadnya Kasada digelar pada setiap malam purnama Bulan Kasada menurut penanggalan Suku Tengger. Kisahnya selalu dibacakan dan divisualkan melalui sendra tari pada malam puncak Upacara Yadnya Kasada.
Tahun 2012, puncak Upacara Nyadnya Kasada bertepatan pada tanggal 3 Agustus Malam hingga 4 Agsutus pagi. Sejak siang hari pada tanggal 3 Agustus kawah Gunung Bromo dan Pura Luhur Poten telah dipenuhi Suku Tengger yang akan melakukan ritual dan berdoa. Begitu juga para wisatawan yang telah memadati kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sejak siang hari. Diperkirakan puluhan ribu wisatawan hadir untuk ikut larut dalam budaya Suku Tengger.
Dimulai pada malam sekitar pukul 07.00 di Balai Desa Ngadisari, rangkaian puncak Upacara Nyadnya Kasada dimulai. Acara yang dihadiri oleh Bupati Probolinggo dan Wakil Gubernur Jawa Timur menyuguhkan sendra tari kisah awal Suku Tengger antara Joko Seger dengan Roro Anteng.
Dikisahkan bahwa Joko Segger dan Roro Anteng merupakan pasangan awal yang menempati kawasan Pegunungan Tengger. Setelah bertahun-tahun menikah, kedua pasangan tersebut tidak lekas dikarunia anak, sehingga mereka melakukan semedi atau bertapa kepada Sang Hyang Widhi. Ditengah-tengah semedi muncul suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan anak, yang bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung Bromo. Pasangan Roro Anteng dan Joko Seger menyanggupi syarat yang diberikan dan kemudian pasangan tersebut dikaruniai 25 anak. Namun naluri orang tua, kasih sayang yang ada membuat pasangan ini lupa akan kewajiban mereka. Sehingga membuat marah dewa dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita dan kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Api dari gunung Bromo ini kemudian menyambar salah satu anak yang bernama Kesuma hingga masuk ke kawah Gunung Bromo. Tidak lama kemudian muncul suara yang berbuyi Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tentram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-15 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo. Kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Pura Luhur Poten dan kawah Gunung Bromo.
Acara kemudian berlanjut di Pura Luhur Poten yang berada di Lutan Pasir hingga dinihari. Seluruh sesajen dari Desa Ngadisari dibawa serta menuju Pura Luhur Poten menuyusul sesajen dari desa lain yang telah ada disana. “Sesajen yang akan dilarung ini orang Tengger menyebutnya dengan ongkek” kata Nur Hadi (3/8), peneliti masyarakat Tengger dari Universitas Negeri Malang yang juga hadir pada puncak Yadnya Kasada. Nurhadi melanjutkan "Upacara Yadnya Kasada ini sudah dimulai 2 minggu sebelumnya. Prosesi diawali dengan acara medhaktirta (mengambil air suci) di kaki Gunung Widaderan yang kemudian dibawa dengan bumbung (bambu) ke Pura Luhur Poten. Selama itu juga masyarakat Tengger sembahyang di Pura Luhur Poten dan dilanjutkan dengan melarung sesaji yang dilakukan oleh tiap warganya. Sehari sebelum acara puncak, dilakukan piodalan di Pura Luhur Poten”.
Di dalam Pura Luhur Poten terdapat sebuah pendopo sebagai tempat para dukun adat dari setiap desa melakukan rangkaian upacara. Para dukun duduk menghadap sesajen dan pembakar dupa sembari memanjatkan doa dan puja puji terhadap Sang Hyang Widi pada malam itu.
Lewat tengah malam (3/8), acara dilanjutkan dengan ujian dukun baru dari dua desa yang masuk dalam wilayah Tengger. Dihadapan masyarakat Tengger dan wisatawan, para dukun tersebut melakukan ujian mulenen atau menghafal mantra-mantra yang biasa digunakan pada upacara Suku Tengger. Saat ini ada 47 dukun dari 36 desa yang masuk dalam wilayah Tengger.
Upacara Yadnya Kasada juga menarik banyak wisatawan, salah satunya wiji yang merupakan wisatawan asal Malang. “Saya penasaran dengan budaya masyarakat yang ada di sekitar Tengger” kata Wiji (4/8) yang datang beserta beberapa teman dari Malang. Menurut petugas Balai Besar Taman Nasional bromo Tengger Semeru, ribuan orang memadati Gunung Bromo. Pihak Taman Nasional pun menghimbau agar warga berhati-hati ketika berada di atas kawah Bromo yang semakin tipis pasca letusan ditahun 2010.
Menjelang fajar menyingsing, sesajen yang telah disiapkan dari tiap desa diberangkatkan untuk dilarung di Kawah Bromo. “Sesajen akan diberangkat dari Pura Luhur Poten jika Dukun ketua telah mendapat wangsit” ujar Nur Hadi (4/8). Di bibir kawah telah menunggu masyarakat sekitaran Tengger yang akan mengambil sesajen yang dilempar. Mereka menyakini hasil bumi yang dilempar ke kawah akan membawa keberkahan.
Upacara Yadnya Kasada berakhir ketika matahari mulai melihatkan sinarnya. Masyarakat dan wisatawan membaur sehingga sulit untuk dibedakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H