Cicin Melingkar di Jari Manis.
Luka Yang Mendera 22
@Cerpen
Gino yang pergi merantau dan tak pernah pulang ke rumah orang tuanya. Hingga kabar Gino tidak diketahui keluarganya.
"Baiklah Mas, kalau Mas benar-benar mengerti keadaanku aku menerima lamaran Mas Gini," balas Kirin.
Rasa gembira menyelimuti hati Gino dia tidak menyangka Kirin masih menerimanya.
"Benarkah Dik Rina menerimaku, terima kasih Dik," ungkapnya sembari bangkit dari duduknya dan menghampiri Kirin. Diraihnya tangan Kirin dan digenggamnya erat sembari berlutut. Dimasukkannya sebuah cicin ke jari manis Kirin.
"Baiklah Dik, kami akan datang lagi memberi kabar tentang pernikahan kita," imbuh Gino dengan senyum mengembang.
Beberapa menit kemudian Gino pamit pulang. Kirin beranjak dari tempat duduknya mengantar Gino sampai ke gerbang. Lambaian tangan Kirin mengiringi kepergian Gino hingga tubuh Gino tak terlihat lagi. Kirin kembali masuk ke rumah dengan melengkungkan bibirnya. Bergegas dia masuk ke dalam kamarnya, dihempaskan tubuhnya di atas ranjang dan berguling-guling kegirangan. Dia tidak menyangka secepat itu Gino melamarnya. Kirin tidak melantunkan doa atas rencana pernikahannya.
Malam semakin bergulir bulan memancarkan cahayanya dan temaram bintang menambah keindahan alam di malam itu. Kirn pun terlelap dalam mimpinya. Pagi yang cerah, sinar fajar yang merekah menghiasi maya pada dan burung-burung berkicau bersuka cita menyambut pagi yang indah.
Wulan yang sudah bangun lebih awal menyiapkan sarapan pagi buat mereka berdua. Sambil memerhatikan para pembeli yang datang ke tokonya. Sarapan pagi sudah tersaji di meja makan. Wulan menghampiri Bibinya yang baru saja keluar dari kamarnya.