Tiba-tiba teman itu bicara mengenai sandal jepit Kesal aku, sandal kulit hilang, sandal karet raib, sandal jepitpun dicuri. Apa tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mencuri? Ya sudah lah. Kamu kan bisa beli yang lain. Kalaupun kamu berteriak, marah, kesal, mau apa? Apa sandalmu akan kembali? Tidak kan? Lupakan saja. Ooo... tunggu kawan. Ini bukan masalah mencari lain, membeli baru. Bukan.... Ini masalah kepemilikan. Sandal itu milikku. Akulah yang berhak memanfaatkannya. Mereka seharusnya mencari cara agar mereka juga dapat memilikinya. Caranya ya dengan mengambil milikmu. Tidak bisa begitu. Sandal jepit itu milikku. Aku dapatkan dari uang hasil bekerja keras. Kalau sekarang ia mengambilnya dan mengatakan miliknya, ia telah merampok hakku! mengambil hak orang lain dengan jalan yang salah. Itu katamu. Di sana ada katanya. Siapa pemilik "kata" yang paling benar, dialah pemilik sandal. Kebenaran akan kata ditentukan siapa yang menguasainya, menentukan artinya, menafsirkan maksudnya. Dan menurutmu dia benar? Dia tidak benar, tapi dia menguasai kata. Ia memiliki kuasa untuk menjelaskan kata. Ketika ia katakan "aku benar" maka dia menjadi benar. Bukan benar karena ia memang benar, tapi ia benar karena ia menguasai kata. Kalau aku melakukan hal yang sama? Kalu bisa mengatakan kalau kau benar. Tapi kau bukan penguasa kata. di belakangmu tidak ada senjata yang mendukung setiap kata yang kau perjuangkan untuk menjadi benar. Di sisimu tidak ada hukum yang kau pegang untuk mengatakan kalau katamu benar. di dompetmu tidak ada uang untuk membayar cecunguk-cecunguk yang akan mengangguk jika kau suruh angguk, menggeleng jika kau minta geleng. Di sekelilingmu tidak ada pria berjubah yang berani mati demilmu, apapun yang kau katakan. Engkau mungkin memahami sebuah kata tapi kau bukan pemiliknya. Aku belum mengerti. Sandal jepitku dicuri orang dan kau bicara mengenai penguasa kata. Apa yang kau sebutkan seharusnya ditujukan kepada penguasa yang mengambil uang rakyat seenak hatinya. Kepada ulama yang menafsirkan agama sesuai kebutuhannya. Atau kepada cendikiawan yang menggunakan bahasa demi perselingkuhannya dengan kekuasaan. Bukan mengenai sandal jepit! Lha, siapa yang bicara sandal jepit?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H