Lihat ke Halaman Asli

GCG Garuda, Jangan Sekedar Slogan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_122468" align="aligncenter" width="448" caption="maskapai penerbangan PT. garuda Indonesia Tbk. (Foto: http://tmurah.blogspot.com)"][/caption] DUA hari terakhir, saya membaca dua berita PT Garuda Indonesia Tbk yang kontraproduktif dengan Good Corporate Governance (GCG) seperti yang diiklankan di media televisi dan media cetak. Pertama, kisruh sejumlah pilot lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG). Para awak pilot ini, bahkan sempat melakukan mogok setengah hari setelah melakukan pertemuan antara Direktur Utama Emirsyah Satar yang dimediasi oleh Menteri BUMN Mustofa Abu Bakar. Kedua, dalam laporan keuangan tengah tahun, PT Garuda Indonesia (Persero) mengalami kerugian sepanjang semester pertama sebesar Rp 185,73 miliar. Pendapatan Garuda sebenarnya naik dari Rp 7,75 triliun menjadi Rp 11,21 triliun. Namun beban usaha Garuda, juga melonjak lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.

Dua berita itu, sangat menggelitik dan sangat tidak elok. Karena selama ini, perusahaan plat merah ini katanya telah menerapkan prinsip GCG, sehingga meraih penghargaan sebagai The Most Trusted Company dua kali berturut-turut pada 2009 dan 2010. Dengan penghargaan itu, Garuda dianggap sangat terpercaya dalam transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness.

Nah, bila GCG benar-benar sudah dilakukan, saya rasa konflik pilot lokal dan persoalan kerugian bisa diatasi. Apalagi, kedua masalah itu menjadi bagian dari cara kerja perusahaan yang sejatinya menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan fairness itu. Persoalan mogok pilot, untuk sebuah perusaahan sebesar Garuda sangat beresiko. Bahkan, bisa menjadi citra buruk didunia penerbangan internasional.Apalagi, yang dipersoalkan adalah agar PT Garuda memutus kontrak memperkerjakan pilot asing.

Coba kita lihat, yang dipermasalahkan oleh APG salah satunya adalah, manajemen PT. Garuda dianggap melakukan kesalahan dengan  mempekerjakan pilot asing. Menurut pilot lokal, gaji atau pendapatan dengan pilot asing sangat jauh berbeda. Namun, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh PT. Garuda dan dikutip tempointeraktif.com, pendapatan yang diterima pilot lokal vs asing masih besar pilot lokal. Memang gaji pokok yang beda. Namun, dari segi pendapatan pertahun, pilot lokal bisa meraup uang sampai Rp860 juta, dibandingkan pilot asing sebesar Rp826 juta.

Menurut hemat penulis, perbedaan gaji pilot lokal dan asing, dengan memferivikasi  angka-angka diatas,  rasanya sangat tidak elok dipermasalahkan sampai melakukan mogok kerja. Bila manajemen benar-benar menerapkan Good Corporate Governance, maka aksi mogok tidak akan pernah terjadi. Komunikasi antarmanajemen dan karyawan, dalam sebuah perusahaan besar seperti PT. Garuda menjadi titik utama dibandingkan dengan hal-hal lainnya, karena perusahaan ini mengarusutamakan kebijakan publik, sekaligus citra Indonesia di dunia internasional.

GCG Garuda jangan hanya slogan. Masalah ini bila dibiarkan berlarut-larut maka akan berdampak lebih besar terhadap penerbangan tanah air. Apalagi, satu bulan kedepan, intensitas penerbangan akan sangat padat, menyusul libur Idul Fitri yang dilanjutkan dua bulan selanjutnya keberangkatan jemaah haji. DPR dalam hal ini, harus segera memanggil Direksi dan Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk, sehingga tidak membuat kecemasan dunia internasional. Wallahua'lam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline