Lihat ke Halaman Asli

Utang sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan (Deficid Budget)

Diperbarui: 25 April 2018   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama.  Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar negeri Indonesia mencapai US$ 27 milliar atau rata--rata US$ 900 juta per tahunya. Namun pada masa tersebut masalah utang tidak menjadi perdebatan, berita hangat hingga berlarut-larut dan dipolitisasi.  

Kondisi ini berubah 360 pada saat ini dan menjadi perdebatan yang tidak habis-habisnya dengan berbagai argument-argumen. Berbagai silang pendapat bermunculan setelah Bank Indonesia mengumumkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia, tahun 2017, mencapai lebih Rp4.000 triliun. 

Silang pendapat tersebut semakin masive menjelang tahun politik dimana pendapat atau komentar tersebut dikemukakan oleh para politikus, akademis, mantan pejabat dan lain-lain dengan menampilkan data-data yang menggambarkan Indonesia darurat utang sehingga membuat suasana menjadi tidak kondusif. Padahal Pemerintah sudah menjelaskan secara detail dengan data-data yang ada bahwa utang Indonesia masih stabil dan kendali serta menjelaskan bahwa utang yang digunakan untuk mendukung pembiayaan pembangunan tanpa dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi. 

Segala upaya dan strategi pembangunan difokuskan oleh pemerintah untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga pemerintah harus mendatangkan sumber daya ekonomi dari luar negeri untuk dapat memberikan dukungan yang cukup bagi pelaksanaan program pembangunan ekonomi nasional. 

Pembangunan ekonomi nasional yang sedang dijalankan oleh pemerintah Presiden Jokowi merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar dengan populasi 250 juta  dan luas wilayah sebesar 17.504 pulau  yang tersebar seluruh Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang yang persoalannya hampir sama  oleh hampir seluruh negara berkembang  yang sering terjadi/muncul yaitu  memiliki ciri-ciri dan persoalan ekonomi, politik, sosial dan budaya serta  perekonomian negara sering naik dan turun sehingga berdampak pada pembangunan.

Pembangunan merupakan masalah multisektoral yang berarti didalamnya terdapat hal-hal yang kompleks. Pemerintahan Presiden Jokowi  saat ini sedang melaksanakan pembagunan di segala sektor yang merata di seluruh Indonesia sudah tentu memerlukan dana yang sangat besar untuk membiayai pembangunan yang sesuai prioritas. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut diperlukan pembiayaan berupa uang dan sumber-sumber dana yang lain berupa pinjaman (utang).  

Indonesia sendiri tidak terlepas dari masalah utang luar negeri, dalam kurun waktu 25 tahun terakhir,utang luar negeri telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pembangunan di Indonesia. Utang luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah saat ini maupun yang dilakukan telah menjadi sumber utama untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan memberikan kontribusi yang berarti bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meskipun utang luar negeri (foreign debt) sangat membantu menutupi kekurangan biaya pembangunan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).  

Namun yang menjadi persoalan pembayaran cicilan dan bunga sehingga menjadi beban yang terus menerus harus dilaksanakan. Salah satunya adalah pembayaran cicilan bunga yang harus dilunasi dan sudah jatuh tempo pada tahun 2018 dan 2019 oleh pemerintahan Presiden Jokowi  sebesar Rp 810 Triliun. Nilai cicilan ini terus naik jika dikaitkan dengan kondisi dunia dimana terjadi penguatan dolar terhadap mata uang dunia cenderung tidak stabil setiap hari bahkan setiap tahun yang imbasnya juga mempengaruhi nilai tukar rupiah. 

Walaupun dengan kondisi demikian pada tahun 2018 pemerintah Presiden Jokowi telah mampu mengurangi utang dengan membayar cicilan utang sebesar 10,4 % 1,3 Milyar dolar AS (kurs Rp. 13.750 per dolar AS). Dengan membayar bunga utang dengan menggunakan APBN merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin dan dapat menghambat pembangunan yang sudah berjalan. 

Untuk itu Presiden Jokowi mebuka kran kepada para investor baik dalam maupun luar negeri untuk melakukan investasi guna membiaya pembangunan tersebut dengan perjanjian-perjanjian yang disepakati dan menguntungkan kedua belah pihak. Usaha yang dilakukan Pemerintahan Jokowi tidak sia-sia dimana dapat kita lihat pembangunan-pembangunan yang masiv yang tersebar diseluruh Indonesia masih berjalan baik tanpa mengganggu APBN, dan kita sebagai warga negara yang baik harus appresiasi terhadap langkah dan upaya yang dilakukan pemerintahan Jokowi beserta jajaran kabinetnya dan bukan mencibirnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline