Lihat ke Halaman Asli

Kutipan Bea Masuk Impor Kapal

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Wacana kutipan bea masuk impor kapal sebesar 5% - 12% membuat gerah industri perkapalan. Pengenaan bea masuk itu hanya menabah beban pengusaha kapal, sebab produksi kapal dalam negeri dinilai belum berdaya saing.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, pengenaan bea masuk impor kapal dirasa tidak tepat saat ini. Dia beralasan kondisi galangan kapal nasional saja belum berdaya saing, akibat beban fiskal dan moneter yang sangat berat. Akibatnya harga kapal produksi dalam negeri jauh lebih mahal 30 persen jika dibandingkan produk galangan luar negeri.

Hal senada juga diungkapkan oleh Oentoro Surya, Komisaris Utama PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), jika pemerintah ingin mengembangkan industri galangan kapal domestik dan mampu berkompetisi dengan galangan luar negeri, semestinya pemerintah memberikan insentif fiskal bagi galangan.

Lamanya waktu produksi galangan domestik merupakan salah satu penghambat pertumbuhan produksi kapal. Industri galangan kapal di dalam negeri butuh sekitar satu tahun untuk menyelesaikan pembuatan satu unit kapal. Tempo ini realtif lebih lama dibandingkan dengan galangan di luar negeri, seperti China yang bisa menuntaskan produksi dalam lima bulan.

Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengatakan, hal tersebut menjadi pertimbangan konsumen lebih memilih impor. Apalagi kalau pengadaan armada kapal dibutuhkan dalam waktu cepat.

“PT ASDP memilih impor kapal mungkin karena butuh lebih cepat. Galangan di luar negeri sudah siapkan stok setengah jadi. Begitu ada pesanan hanya butuh sekitar lima bulan,” ujar Budi.

Kendala lain yang dihadapi adalah keterbatasan pendanaan untuk investasi dan modal kerja. Belum lagi kekurangan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten.

Kurangnya dukungan dari sektor perbankan juga dirasa sangat minim. Suku bunga yang tinggi dan keharusan adanya kolateral 135%-150% membuat kurangnya permodalan dari sektor perbankan belum lagi tarif sewa lahan di lingkungan kerja pelabuhan yang relatif tinggi

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline