Lihat ke Halaman Asli

Seftia Handa Fransisca

Mahasiswa Universitas Airlangga

Pentingnya Edukasi Seks terhadap Peningkatan Permintaan Dispensasi Nikah di Jawa Timur

Diperbarui: 30 Maret 2023   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dispensasi nikah merupakan kelonggaran hukum bagi mereka yang tidak memenuhi syarat sah perkawinan secara hukum positif, oleh karena itu undang-undang memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk memberikan dispensasi nikah. Berdasarkan aturan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia, syarat nikah di Indonesia adalah minimal usia 19 tahun.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati mengatakan, dari sebanyak 15.212 permohonan dispensasi nikah tersebut, 80 persen di antaranya mengajukannya karena sudah hamil duluan. Sementara 20 persen sisanya terjadi banyak sebab, seperti perjodohan karena faktor ekonomi.

Pada akhir tahun 2022, ramai diperbincangkan di media sosial dan berita mengenai kasus dispensasi nikah yang sedang tinggi-tingginya. Berita pertama yang menyulut ramainya perbincangan tersebut adalah dispensasi nikah yang terjadi di Kota Ponorogo, Jawa Timur. Isu dispensasi nikah yang terjadi di Kota Ponorogo ramai karena kasusnya mencapai ratusan pada tahun 2022. Hal tersebut terjadi karena banyak faktor seperti pergaulan bebas, pengaruh lingkungan hidup, kurangnya pendidikan, pengaruh adat dan kebudayaan, pengaruh geografis, dan tidak memahami undang-undang perkawinan.

Melansir dari Bank Data Peradilan Agama, Kota Ponorogo bukan urutan pertama kota di Jawa Timur dengan dispensasi nikah terbanyak tahun 2022, melainkan Kabupaten Malang yang mencapai 1455 kasus. Fenomena dispensasi nikah ini sangat mengkhawatirkan dan perlu upaya serius terkait pencegahannya agar tidak terulang lagi. Pasalnya hal ini juga akan mempengaruhi banyak bidang.

  • Dampak dari bidang ekonomi seperti rentan untuk melahirkan keluarga miskin. Hal tersebut karena rendahnya pendidikan menyebabkan rendah pula akses pekerjaan yang didapat. Apalagi jika pasangan tersebut langsung memiliki anak.
  • Dampak dari bidang kesehatan seperti berisiko melahirkan anak stunting, meninggal dunia, persalinan yang macet dan mengganggu pertumbuhan tulang
  • Dampak dari bidang psikologi seperti dapat menimbulkan terjadinya kecemasan, stress, depresi dan perceraian

Melihat dampak negatif yang diberikan begitu banyak, pemerintah dan masyarakat harus lebih peka terhadap lingkungan dan memberikan pendidikan yang lebih baik lagi. Peran orang tua juga sangat penting disini guna mencegah anaknya melakukan pernikahan di usianya yang masih belum cukup. Solusi yang diberikan dapat berupa:

  • Penyediaan pendidikan formal yang memadai, ketika anak-anak mendapatkan kesempatan pendidikan formal yang memadai hal ini dapat mengurangi angka pernikahan dini
  • Memberikan sosialisasi mengenai Pendidikan Seks, pemberian edukasi mengenai seks adalah hal yang penting agar anak-anak tidak melakukan hal yang salah dengan lawan jenisnya
  • Meningkatkan peran pemerintah, peran pemerintah juga tak kalah penting seperti adanya undang-undang perkawinan dan diadakannya sosialisasi pada masyarakat utamanya masyarakat desa yang masih menormalisasikan menikah di usia yang sangat muda karena anggapan jika tidak segera menikah dianggap 'tidak laku' dan budaya desa lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline